• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Obituari

KH R Najib Abdul Qodir, Tidak Segan Makan Burjo Bersama Para Santri

KH R Najib Abdul Qodir, Tidak Segan Makan Burjo Bersama Para Santri
KH R Najib Abdul Qodir ketika berbincang-bincang. (foto: istimewa)
KH R Najib Abdul Qodir ketika berbincang-bincang. (foto: istimewa)

Yogyakarta, NU Online Jateng

KH Raden Najib Abdul Qodir Munawwir selain menjadi Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), juga mengasuh Pesantren Al Munawir, Krapyak, Yogyakarta, pesantren al-Qur’an tertua dan tersohor di Indonesia yang telah mencetak puluhan ribu alumni dan tersebar di seluruh nusantara. Hal ini tidak menjadikan KH Najib tinggi hati lalu tidak mau berbaur dengan semua orang.

 

Salah seorang alumni asal Brebes yang pernah menjadi lurah Pesantren Al Munawir pada tahun 2001, KH Agus Himawan menceritakan kedekatan KH Najib kepada para santri-santri seolah-olah KH Najib tidak sedang menjadi guru bagi murid-muridnya.

 

Hal ini dapat dilihat contohnya seperti ketika setiap ada acara lapangan simaatul Qur’an, KH Najib tidak sungkan mengajak para santri pergi ke luar komplek pesantren kemudian makan bersama di salah satu warung bubur kacang hajau (burjo) secara bersama-sama.

 

“Sering kali, setiap selesai simaatul Qur’an malam Sabtu Wage, beliau mengajak makan ke luar, di warung burjo. Beliau naik mobil sedan warna hijau tanpa memandang status beliau sebagai cucunya Mbah KH Muhammad Munawir, sama sekali tidak,” tutur H Agus kepada NU Online Jateng, (4/1)

 

Pria yang sekarang tinggal di Komplek Pesantren Al Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta ini mengenang KH Najib sebagai pribadi yang siap menemui tamu siapa saja tanpa memandang status sosialnya dengan menemui para tamu termasuk santri-santri selama berjam-jam tanpa memperlihatkan raut muka capai.

 

Di antara contoh ketawadhu’an dan penghormatan Mbah Najib kepada para tamu adalah ketika H Agus sekeluarga sowan kepada KH Najib. Menurut H Agus, keluarganya yang biasa, tidak berlatar belakang kiai besar atau bangsawan diperlakukan sangat istimewa.

 

Di tengah sowan, keluarga H Agus belum melaksanakan shalat, kemudian mereka meminta izin pamit istirahat untuk melaksanakan shalat Dhuhur.

 

“Pak Yai, mohon maaf, kami mau meminta izin istirahat dulu. Ini kami belum pada shalat,” tutur H. Agus kepada KH Najib

 

Di luar dugaan, justru KH Najib malah menyuruh keluarga H Agus untuk shalat Dhuhur di kamar pribadi beliau.

 

Selain menghormati tamu yang luar biasa, sikap KH Najib yang mengesankan H Agus adalah kepribadiannya yang penyabar sehingga tidak pernah marah.

 

“Selama saya menjadi pengurus pondok, seksi pendidikan, wakil ketua pesantren, maupun ketua pesantren, tidak pernah melihat sekali pun beliau marah kepada santri-santrinya walaupun santri-santrinya menjengkelkan menurut kacamata saya,” ungkap H Agus.

 

Sementara itu, menurut kenangan salah seorang alumni Al Munawir, KH M Shofi Al-Mubarok mengatakan, ciri khas KH Najib adalah kepribadiannya yang sangat tawadhu’ kepada siapa saja.

 

“Yang menjadi ciri khasnya Pak KH Najib adalah nguwongke (menghormati) siapa saja. Kepada para santri, baik yang menjadi pengurus, ustadz, tidak ustadz, Pak KH Najib selalu yang menyapa duluan,” tutur Gus Shofi

 

Dikatakan, KH Najib tidak membeda-bedakan strata sosial. Di mata para santri, semua orang merasa menjadi orang terdekatnya KH Najib.

 

“Beliau dengan santri tidak membeda-bedakan. Baik yang kecil maupun yang besar, semua merasa terayomi. Para tamu, siapa pun itu, diterima oleh Pak Kiai, sama dalam penghormatannya,” tandas Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Grobogan.

 

KH Najib dikenal sebagai kiai yang ringan untuk mendatangi undangan siapa pun pengundangnya.

 

“Selama tidak ada benturan jadwal, Pak Kiai Najib enthengan menghadiri undangan, kepada siapa pun saja,” lanjut Gus Shofi.  

 

Salah satu alumni lain yang berasal dari Tegal, Zia Ul Haq mengungkapkan salah satu keistimewaan KH Najib adalah daya ingatnya yang sangat kuat sehingga hafal tamu-tamu sedangkan beliau menjadi pendengar yang baik para tamu-tamunya.

 

“Beliau itu penyabar, istiqamah, teliti, maupun titen, hafal dengan para tamu walaupun baru pernah sekali sowan.. Beliau selalu menanyakan tentang seluk beluk tamu. Beliau sangat jarang dawuh-dawuh, menggurui para tamu. Beliau banyak mendengar dari para tamu,” tutur Zia yang sekarang tinggal di Kalibening, Salatiga.

 

KH Raden Najib Abdul Qodir pulang ke rahmatullah pada Senin sore (4/1), pukul 16.30 dan akan dimakamkan di Komplek Pemakaman Dongkelan, Bantul, Yogyakarta, Selasa (5/1) pukul 14.00.

 

KH Najib lahir tahun 1954. Beliau wafat di usia yang ke-66 tahun. Beliau meninggalkan istri Ny. Hj. Musta’anah, satu putri Neng Nilna dan suaminya Gus Mas’udi dari Demak serta kedua cucu beliau yang bernama Neng Kayis, serta Gus Dzakwan.

 

Pengasuh Pesantren Al Munawir, Krapyak, Yogyakarta ini akan dimakamkan berdekatan dengan keluarga besar Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di antara keluarga beliau yang sudah dimakamkan di sana adalah ayah beliau sendiri, KH Abdul Qodir, kakek beliau yang juga pendiri Pesantren Al Munawwir yakni KH Muhammad Munawir, lalu terdapat makam Rais Aam PBNU periode 1980-1984 KH Ali Maksum, pujangga dan penulis kamus Indonesia Arab yang monumental KH Ahmad Warson Munawir serta sederet keluarga besar Al Munawir yang telah menjadi orang-orang besar dan bermanfaat kepada umat.

 

Penulis: Ahmad Mundzir
Editor: M Ajie Najmudin


Obituari Terbaru