• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Obituari

Habib Ja'far Al-Kaff

Makna Habib Ja'far Menyuruh Habib Umar Menelan Telur

Makna Habib Ja'far Menyuruh Habib Umar Menelan Telur
Habib Umar dan Habib Ja'far telah bersahabat sejak lama (dok. Istimewa)
Habib Umar dan Habib Ja'far telah bersahabat sejak lama (dok. Istimewa)

Habib Umar Al-Muthohar Semarang sudah lama mengenal Habib Ja’far Al-Kaff Kudus, sekitar tahun 1970-an, sebelum masyhur seperti sekarang. Hal tersebut disampaikan Habib Umar, ketika penulis sowan ke kediamannya di Semarang, Jawa Tengah, Juli 2020 lalu.

 

Baca juga: Innalillahi, Habib Ja'far Bin Muhammad Al-Kaff Kudus Wafat

 

Banyak pula kesan dan kenangan yang ia dapatkan dari Habib Ja’far, termasuk hal-hal yang di luar nalar, seperti ketika ia disuruh Habib Ja’far untuk mensyahadatkan orang yang sudah meninggal dunia dan lain sebagainya.

 

Baca juga:

 

“Habib Ja'far, saya mengalami sendiri itu Habib Ja'far. Dan kalau saya menceritakan kisah beliau itu, kalau saya kumpulkan, bisa satu ranjang. Jadi mungkin kalau saya susun, menjadi satu buku lebih ceritanya beliau. Kadang-kadang hal yang nggak masuk akal, tapi saya mengalami sendiri dan itu positif, bukan hal yang nggak baik,” tutur Habib Umar.

 

Suatu ketika, Habib Umar hendak berangkat mengisi pengajian. Karena pengajian itu jam 10 pagi di Mayong, Jepara, Habib Umar memutuskan untuk berangkat dari rumah lebih awal, sekitar jam 7 pagi, ia berangkat dari Semarang dan sempat mampir ke Kudus. Di Kudus, ia berkunjung ke rumah Habib Ja’far.

 

Ahlan! bagaimana kabarnya?” tanya Habib Ja’far.

 

Kher (baik), alhamdulillah,” jawab Habib Umar.

 

Wis sarapan durung (sudah sarapan belum)?” Habib Ja’far kembali bertanya.

 

“Nanti, Bib. Sarapan roti aja. Nanti saya akan sarapan di lokasi pengajian, selesai pengajian,” kata Habib Umar.

 

Udah, sarapan dulu!” kata Habib Ja’far

 

Nggak usah repot-repot, Bib!” ucap Habib Umar.

 

“Telur, telur, telan telur saja, telan telur!” saran dari Habib Ja’far, yang kemudian masuk ke sebelah rumahnya, yang terdapat kandang ayam.

 

Ayam di kandang tadi sangat banyak. Habib Ja’far mengambil sendiri telurnya. Masih ada kotoran dan belepotan darah.

 

“Bersihkan! Bersihkan! Bersihkan!” perintah Habib Ja’far berulang-ulang.

 

Habib Umar masih setengah keheranan. Biasanya kalau ia diberi sajian telur dalam bentuk sudah matang. Biasanya dari dalam, keluar sudah matang. Nah, ini kok masih mentah dan disuruh membersihkan.

 

Tapi pada akhirnya, Habib Umar menuruti perintah Habib Ja’far untuk menelan telur mentah tersebut. Setelah menelan telur tadi, Habib Umar berangkat ke tempat pengajian di Jepara. 

 

Sampai di lokasi pengajian, baru duduk, ada orang datang agak sepuh gitu. Orang tadi bercerita, bahwa dia memiliki keponakan perempuan, seorang syarifah, yang sebentar lagi akan menikah dengan seorang sayid. Sebagai informasi, istilah sayid dan syarifah ini merupakan penyebutan untuk mereka yang masih memiliki jalur nasab dengan Nabi Muhammad saw.

 

Kebetulan pula, calon (mempelai laki-laki) juga turut hadir pada pengajian ini.

 

“Alhamdulillah, aku ingin kenalan,” kata Habib Umar.

 

Singkat cerita, ketika dikenalkan dengan calon (mempelai laki-laki), Habib Umar mengenalnya. “Lho, saya itu tahu ayahnya orang ini, kakeknya anak ini saya juga tahu, setahu saya bukan sayid, kok katanya sayid?” tanya Habib Umar.

 

Kemudian dijelaskan Habib Umar perihal rencana pernikahan tersebut, “Soal kamu ingin menikah dengan syarifah, kalau memang keluarganya begini dan begitu, memberikan, ya saya tidak bisa apa-apa. Tapi kalau kau bilang, kau sayid, setahu saya kau ini bukan sayid. ya nggak tahu kalau ada silsilah yang tersembunyi,” kata Habib Umar.

 

“Tidak, Bib. Saya bukan sayid dan Abah tidak pernah menjelaskan seperti itu,” kata pemuda tadi.

 

“Nah, tahunya keluarga itu, kau itu sayid. Kalau kau dinikahkan sebagai sayid, coba kau pikir hukumnya bagaimana?” ujar Habib Umar.

 

Dari kejadian ini pula, Habib Umar menjadi teringat akan isyarat yang diberikan oleh Habib Ja’far, sebelum ia berangkat pengajian.

 

Selesai pengajian, Habib Umar tidak langsung pulang ke Semarang, akan tetapi mampir ke Kudus. Sampai di rumah Habib Ja’far, ternyata sudah ditunggu oleh Habib Ja’far yang sedang duduk di kursi.

 

“Gimana, orangnya udah kamu untal (telan)?” tanya Habib Ja’far.

 

“Tidak, Bib. Tidak sampai saya untal, cuma tak bersihin saja,” jawab Habib Umar dengan sedikit tertawa.

 


Penulis: Ahmad Mundzir
Editor: Ajie Najmuddin


Obituari Terbaru