• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Nasional

Wakil Rais PWNU Jateng Prof Imam Taufiq: Pejuang Tak akan Berhenti Sebelum Tujuan Tercapai

Wakil Rais PWNU Jateng Prof Imam Taufiq: Pejuang Tak akan Berhenti Sebelum Tujuan Tercapai
Wakil Rais NU Jateng KH Imam Taufiq Khotib Idul Adha di Simpanglima Kota Semarang (Foto: NU Online Jateng/Samsul)
Wakil Rais NU Jateng KH Imam Taufiq Khotib Idul Adha di Simpanglima Kota Semarang (Foto: NU Online Jateng/Samsul)

Semarang , NU Online Jateng
Hakikat berkurban sejatinya sama dengan hakikat berjuang. Mereka yang memiliki naluri dan mental berjuang sudah barang tentu tidak akan berhenti berjuang sebelum tujuannya tercapai. 


Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah Prof KH Imam Taufiq  mengatakan hal itu saat menyampaikan khotbah shalat Idul Adha tahun 1443 H yang berlangsung di lapangan Pancasila Simpanglima Semarang, Ahad (10/7).


"Dahulu saat bertempur melawan penjajah, slogan para pejuang adalah merdeka atau mati, begitu juga dengan orang yang berkurban, karena berjuang atau kurban merupakan panggilan hati yang terdalam," kata Prof Imam yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang itu.


Dengan demikian lanjutnya, tidak layak jika berjuang dilakukan hanya setengah hati, atau dengan tujuan agar memperoleh pujian dan balasan dari orang lain. Karena yang dinilai dalam kurban tidak lain kecuali adalah ketulusan dan keikhlasan.


"Dalam konteks nasional saat ini spirit berkurban sesuai dengan tema besar Group of Twenty (G20) yang mengusung 'Recover Together, Recover Stronger' di mana Indonesia menjadi presidensi (tuan rumah) pada saat ," terangnya





Dia menambahkan, jika spirit kurban menghilangkan sifat kikir dan memperlihatkan kemahabesaran kasih sayang (rahmat) Allah pada seluruh hamba-Nya, maka sejatinya kurban juga mengajarkan manusia untuk mempertajam kepekaan dan tanggungjawab sosial (social responsibility). 


Karena itulah, ujar Prof Imam yang juga pengasuh pondok pesantren  Darul Falah Besongo Semarang, dengan berkurban diharapkan timbul rasa kebersamaan dalam masyarakat sehingga bisa menggalang solidaritas, kesetiakawanan sosial dan introspeksi diri untuk kemaslahatan bersama.


"Disinilah relevansi tagline 'Recover Together, Recover Stronger' yang menjadi tema G20 menggambarkan solidaritas tinggi dari Indonesia sebagai negara berkembang (emerging country) agar pemulihan dunia akibat dampak dari pandemi bisa berjalan bersama-sama dan sinergis dalam seluruh bidang khususnya dalam bidang ekonomi, tidak hanya pulih bersama, namun pulih menjadi lebih kuat," tegasnya.


Dalam Al-Qur’an disebutkan Nabi Ibrahim berkurban dengan menyembelih putranya, Ismail. Kurban dengan menyembelih seorang putra ini tentu termasuk kurban yang paling agung, atau puncak pengorbanan serta puncak kepatuhan seorang hamba pada Tuhannya. Sebab Nabi Ibrahim diuji oleh Allah belum memiliki keturunan hingga usia lanjut. 


"Pada saat Nabi Ibrahim yang sudah tua dan belum memiliki keturunan, kemudian dianugerahi putra oleh Allah, ini berarti bahwa sang putera merupakan harta yang tiada tara," ucapnya. 


Meski demikian sambungnya, ketika mendapatkan wahyu melalui mimpi untuk menyembelih puteranya, Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah dengan tanpa sedikitpun keraguan, tanpa menawar, tanpa ta’wil dan tanpa meminta diganti perintah yang lain.


"Tidak hanya itu, bahkan putra Ibrahim, Ismail lebih hebat lagi, dengan tanpa sedikitpun keraguan, Ismail kecil ini malah meminta agar ayahnya segera menyembelihnya demi melaksanakan perintah Allah," ujarnya.


Singkat cerita, berkah keikhlasan dan kesabaran Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail kecil ini, Allah kemudian mengganti Ismail dengan kambing besar dari surga, yaitu kambing yang dibuat kurban (sedekah) oleh Habil putra Nabi Adam. 


Penulis: Samsul Huda


Nasional Terbaru