
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa dalam Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Kamis (1/8/2024).
Septy Aisah
Penulis
Yogyakarta, NU Online Jateng
Ulama Nusantara dikenal mempunyai dua keistimewaan. Pertama, kemampuan penguasaan tunas lama. Kedua, penguasaan dalam kontekstualisasi teks-teks al-Qur'an, hadits maupun al-Kutubul Mu'tabaroh. Kedua kemampuan ini menjadi tradisi yang mahal dikarenakan ulama dahulu tidak bersentuhan dengan dunia akademik dalam menganalisa sosial tetapi mereka memiliki pemikiran yang hebat.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa dalam Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail yang diadakan atas kerja sama antara PBNU dengan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), bertempat di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Kamis (1/8/2024).
"Kalau santri tidak mengikuti perkembangan zaman kemudian kitab yang terjadi 300 bahkan 500 tahun lalu tidak dikontekstualisasikan dengan kondisi sekarang, maka akan kerepotan dalam memahami hukum," ujarnya pada saat menjadi pembicara utama seminar tersebut.
Kiai Zulfa, sapaan akrabnya, mengungkap seminar ini mengundang tokoh pesantren dan mengumpulkan kiai PBNU serta pelaksanaan acara sengaja bertempat di kampus, supaya pemikiran-pemikiran akademik yang telah dibahas pada level nasional oleh pengurus organisasi masyarakat lain saling terhubung hingga pemikiran kiai di kampung-kampung.
Ia mengatakan, masih banyak orang yang berpikir secara tekstual misalnya fenomena Kantor Urusan Agama (KUA) ditentang karena melakukan pembatalan perkawinan dini dengan alasan batas minimal usia perkawinan 19 tahun baik laki-laki atau perempuan.
"Banyak yang belum nyambung secara sudut pandang. Tujuan utama perkawinan itu sakinah mawadah warahmah untuk menggapai kemaslahatan. Oleh karena itu, seluruhnya terdapat Istinbath kemudian dipecahkan berbentuk hukum," jelas Zulfa.
Melalui sebuah proses yang panjang, dijelaskan bahwa para ulama sangat berhati-hati dalam menetapkan pandangan. Apabila ditemukan perbedaan kondisi maka akan mengambil manhaj sampai berkembang hingga terdapat Istinbath bayani. Jika ada satu masalah yang dalilnya harus diambil dari al-Qur'an dan hadist maka harus menggali kedua pedoman tersebut serta secara khusus kajian lafadz dicek asbabun nuzulnya.
"Belum lagi masalah yang bersifat umum, ulama harus bisa membedakan entah masalah ushul ataupun furu'. Memang kita harus memahami semuanya secara detil," ucap alumnus Pondok Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah itu.
Kiai Zulfa menegaskan, harus bisa membedakan ilmu qaddimah kemudian dibahas keistimewaan hukumnya. Jika terdapat perbedaan pendapat tentang ushul fiqh dapat dilakukan dengan menggali kedalaman pendapat tersebut.
Terpopuler
1
Hadir di Pondok Kauman Lasem, Lora Ismael Al-Kholilie Sampaikan 3 Pesan Penting untuk Santri
2
Wagub Taj Yasin Tegaskan Santri Jateng Bisa Kuliah ke Mesir hingga Australia
3
UPZIS MWCNU Sulang Rembang Rutinkan Gelar Santunan Yatama, Dilaksanakan Setiap Selapanan
4
Rayon PMII Sunan Gunung Jati UIN Raden Mas Said Gelar RTAR XVIII, Muzaky Syah Ali Terpilih Sebagai Ketua Masa Khidmah 2025–2026
5
Lakpesdam Weleri Masa Khidmah 2025-2028 Resmi Dikukuhkan, Berikut Ini Susunan Pengurusnya
6
Terjadi Kekosongan Kepemimpinan, PCNU Kota Pekalongan Bakal Segera Gelar Konferensi Cabang
Terkini
Lihat Semua