Perjuangan Mbah Ismail Godo Dapat Dijadikan Nasehat dan Pegangan Berjuang Generasi Penerusnya
Sabtu, 28 Juni 2025 | 21:00 WIB
Samsul Huda
Penulis
Demak, NU Online Jateng
Biografi atau riwayat hidup almarhum Mbah kiai Ismail yang dimakamkan di Dukuh Godo Desa Jamus Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak hendaknya dijadikan teladan bagi umat Islam dalam melanjutkan perjuangan para kiai terdahulu yang gigih dan sukses dalam menyebarluaskan ajaran Islam di lingkungannya.
Hal itu disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Haris Shodaqoh saat memberikan mauidlah hasanah dalam peringatan haul ke-105 Mbah Ismail di Masjid Dusun Godo, Desa Jamus, Mranggen, Demak, Jumat (27/6/2025).
"Kegigihan para kiai terdahulu, seperti Mbah Ismail, tidak hanya membuat Islam diterima di lingkungan sekitar mereka, tetapi juga menyebar luas ke berbagai daerah melalui santri dan kader yang dididik," tutur Kiai Haris.
Ia menegaskan, melalui peringatan haul dan penggalian kembali jejak perjuangan para ulama, umat Islam diingatkan untuk meneladani semangat dan keikhlasan mereka dalam menyiarkan agama.
Perjuangan Mbah Ismail, kata Kiai Haris, tetap relevan sebagai nasihat hidup bagi dzuriyah, santri, dan masyarakat luas.
Namun, lanjutnya, kepada semuanya diingatkan agar kehebatan tokoh-tokoh yang setiap tahun diperingati haulnya itu jangan sampai menjadikan lupa diri atau terjebak dengan hanya membangga-banggakan kehebatan pendahulunya.
Mbah Ismail yang ahli ilmu, ahli ibadah dan ahli berjuang harus disyukuri keberadaan dan kiprahnya, keturunan dan dzuriyah almarhum Mbah Ismail telah meneladaninya, buktinya bisa dilihat banyak anak keturunannya yang menjadi tokoh masyarakat dan orang-orang yang saleh.
"Jangan sampai kita terjebak sekadar membanggakan jasa para pendahulu, tetapi tidak meneladani laku perjuangan dan keteladanan mereka. Kita wajib mensyukuri keberadaan tokoh seperti Mbah Ismail dengan melanjutkan perjuangannya," ujarnya.
Diketahui, sebelum penyampaian mauidlah hasanah, dibacakan manaqib Mbah Ismail yang bersumber dari dokumen Masjid Godo Jamus. Tercatat, Mbah Ismail lahir pada tahun 1810 sebagai putra Mbah Mangun, seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang juga masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Mataram Islam (Ki Ageng Pamanahan).
Semasa mudanya, Mbah Ismail menimba ilmu dari berbagai kiai, termasuk di Banten. Ia kemudian menikah dengan Mbah Asiyah, putri Mbah Thohir bin Mbah Irsyad bin Mbah Shodiq Jago Wringinjajar, Mranggen.
Dalam membangun akhlak masyarakat, Mbah Ismail yang juga seorang mursyid Thariqah Qodiriyah Naqsyabandiyah turut mengajarkan amalan tarekat kepada masyarakat.
Saat melakukan perjalanan ke Makkah untuk mencari iparnya, Mbah Hadi Giri Kusumo Banyumeneng Mranggen Demak (Mursyid Thariqah Khalidiyah Naqsabandiyah) bertemu dengan KH Soleh Darat Semarang.
Setelah ketemu Mbah Hadi, keduanya mengajak KH Sholeh Darat agar pulang ke Jawa untuk membina masyarakat dan mengembangkan Islam di tanah air.
Mbah Ismail meninggal tahun 1920, salah satu peninggalannya adalah musholla yang dikemudian dikembangkan menjadi masjid Godo.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyambut Tahun Baru 1447 Hijriah
2
Awal Muharram 1447 H Jatuh pada Jumat Kliwon, 27 Juni 2025, Baca Doa Pergantian Tahun Ini
3
Mengenal Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo, Tempat Berlangsungnya Pelantikan JATMAN 2025–2030
4
Doa dan Hikmah Minum Susu Putih di Malam 1 Muharram
5
Khutbah Jumat: Bahaya Narkoba dan Tanggung Jawab Umat Islam Menjaga Generasi
6
Fatayat NU Banyumanik Gelar Khitanan Massal Gratis untuk Wujudkan Generasi Sehat dan Berakhlak
Terkini
Lihat Semua