• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 11 Mei 2024

Nasional

MUNAS-KONBES NU 2021

PBNU Minta Pemerintah Perbaiki Sistem Kesehatan

PBNU Minta Pemerintah Perbaiki Sistem Kesehatan
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj (foto: nu online)
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj (foto: nu online)

Jakarta, NU Online Jateng
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan bahwa wabah Covid-19 masih ada meskipun kondisinya sudah melandai. Hal itu merupakan kondisi penurunan gelombang kedua di Republik Indonesia. 

 

"Menurut keterangan epidomolog, berdasarkan pola kurva tiga-lima bulanan, lonjakan diperkirakan terjadi di akhir 2021. Dari sisi tengah, NU mendukung percepatan vaksinasi agar segera terbentuk herd immunity atau kekebalan komunitas," ujarnya.

 

Hal itu disampaikan Kiai Said Aqil saat memberikan sambutan dalam kegiatan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2021, Sabtu (25/9) di Jakarta.   

 

Kiai Said Aqil menyampaikan sejumlah hal penting yang perlu dilakukan pemerintah agar gelombang ketiga Covid-19 tidak terjadi di Indonesia. Meskipun sedang melandai, potensi gelombang ketiga masih mungkin terjadi. Oleh karena itu pemerintah segera berbenah di antara perbaiki sistem kesehatan.

 

Dari sisi hilir lanjut Kiai Said Aqil, NU merekomendasikan agar pemerintah memperbaiki sistem kesehatan nasional dengan meningkatkan rasio dan keandalan fasilitas kesehatan (RS dan Puskesmas), mengurangi kesenjangan distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan (dokter/dokter spesialis, perawat, dan bidan), serta memperkuat ekosistem kesehatan, mulai kemandirian farmasi, penambahan dokter dan nakes, kapasitas RS dan Puskesmas, dan produksi alkes (alat kesehatan). 

 

"Saat ini, sekitar 94 persen alkes yang beredar adalah produk impor. Dominasi alkes impor menandai rapuhnya sistem kesehatan nasional," tegas Kiai Said Aqil.  

 

Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Syahrizal Syarif menyampaikan beberapa pertimbangan agar Muktamar ke-34 NU dapat benar-benar terselenggara dengan aman di tengah situasi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali. 

 

Ia mengatakan, saat ini Indonesia sedang mengalami penurunan kasus setelah mencapai puncak gelombang kedua Covid-19, pada awal September lalu. Sementara gelombang pertama, terjadi pada akhir Januari dan awal Februari 2021. 

 

“Pada saat awal Februari rata-rata per minggu mencapai 12 ribu angka kasus. Kemudian, April ke sini (awal September) rata-rata 40 ribuan,” kata Syahrizal Syarif, Senin lalu. 

 

Namun sejak ada kebijakan pemerintah soal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan indikator berlevel mampu menekan laju Covid-19 hingga 3.000 kasus per minggu. Kebijakan ini membuat angka kasus Covid-19 secara konsisten terjadi penurunan. 

 

“Angka rata-rata 3000 kasus di Indonesia tentu menjadi kabar baik. Syukurnya penurunan itu tidak hanya di Jawa-Bali, tapi juga di seluruh wilayah se-Indonesia menunjukkan penurunan yang sama, sehingga bisa dibilang bahwa upaya penanggulangan Covid-19 dengan cara PPKM di tengah vaksinasi itu mampu untuk menurunkan kasus. 

 

Penurunan kasus Covid-19 itulah yang akhirnya membuat PBNU sepakat untuk menyelenggarakan Munas-Konbes NU pada 25-26 September 2021 secara luring atau tatap muka dengan pembatasan dan protokol kesehatan yang ketat. 

 

"Tentu saja panitia sudah menyiapkan semua persyaratan. Peserta harus sudah divaksin. Nanti juga akan ada tes antigen untuk memastikan peserta tidak sakit pada saat itu,” terang Ketua PBNU Bidang Kesehatan itu. 

 

Penulis: M Ngisom Al-Barony
Editor: Samsul Huda
 


Nasional Terbaru