• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 5 Mei 2024

Nasional

Munas Alim Ulama NU Bahas Siapa Otoritas Penentu Pelaku Penodaan Agama

Munas Alim Ulama NU Bahas Siapa Otoritas Penentu Pelaku Penodaan Agama
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Jakarta, NU Online Jateng
Para kiai dan cendekiawan NU yang pada Sabtu-Ahad (25-26/9) mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2021 di Jakarta akan membahas siapa otoritas penentu penodaan agama dalam kasus-kasus penodaan agama di Indonesia.

 

Ketua SC Konbes dan Munas Alim Ulama NU KH Ahmad Ishomudin mengatakan masalah ini sudah ada pijakan regulasinya, yakni UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. Agenda ini akan dibahas dalam sidang Komisi Bahtsul Masail  Qanuniyyah Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021 yang akan dipimpin KH Najib Hasan (ketua) didampingi H Sarmidi Husna sebagai sekretaris komisi.

 

"Masalah ini diangkat dalam forum bahtsul masail karena yang terjadi para ahli agama sering berbeda pendapat terkait siapa sebenarnya pemegang otoritas penentu yang berhak menilai adanya unsur penodaan agama dalam sebuah persoalan," kata kiai Ishom di Jakarta, Jumat (24/9).

 

Ketua sidang Komisi Bahtsul Masail Qanuniyyah Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021 KH Najib Hasan mengatakan, dalam Putusan No 140/PUU-VII2009, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan perlunya revisi terhadap UU Pencegahan Penodaan Agama agar memiliki unsur-unsur materiil yang lebih jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.

 

"Sayangnya, rekomendasi MK untuk merevisi UU ini belum direspons baik oleh pemerintah maupun legislatif. Oleh karena itulah, maka pembahasan tentang tentang UU Penistaan/Penodaan Agama menjadi amat penting dilakukan untuk dapat memberikan rekomendasi penyelesaian masalah tersebut," kata kiai Najib Hasan.

 

Disampaikan, komisi ini juga akan membahas dua tema lagi, meliputi pembahasan pajak karbon. Hal ini terkait dengan upaya pemerintah yang mengajukan RUU Perubahan kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang di dalamnya terdapat klausul soal pajak karbon (Pasal 44G RUU KUP).

 

"Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Sederhananya, penerapan pajak karbon akan mengenakan pajak dari penggunaan bahan bakar ini. Pajak ini bertujuan dan merupakan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global," terangnya.

 

Dia menambahkan, forum Munas Alim Ulama akan membahas soal pandangan fiqih tentang pajak dan perdagangan karbon, efektivitas aturan pajak dan perdagangan karbon dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan pemasukan negara, serta dampak pajak karbon bagi perusahaan dan masyarakat yang akan menjadi objek pajak.

 

"Tema ketiga tentang RUU Larangan Minuman Beralkohol, secara formal forum Munas Alim Ulama berangkat dari dua landasan sekaligus, yakni yuridis konstitusional dan fiqih. Seperti diungkap dalam draf Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan minuman beralkohol, seperti UU 5/1984 tentang Perindustrian dan UU 25/2007 tentang Penanaman Modal," jelasnya.

 

Selain itu juga terdapat UU 36/2009 tentang Kesehatan, UU 18/2012 tentang Pangan, Keputusan Presiden 3/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, dan UU 39/2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.

 

Dikatakan, rencananya NU akan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah agar segera menetapkan undang-undang tentang pelarangan minuman beralkohol. Diharapkan, dengan disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol, aspek produksi, distribusi, dan konsumsi menjadi lebih terkendali.

 

"Agenda pembahasan masalah ini dilakukan secara luring terbatas. Sesuai dengan keadaan pandemi Covid-19, PBNU beradaptasi untuk tetap melakukan acara tersebut, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.

 

Penulis: Samsul Huda
Editor: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru