NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian di Timur Tengah dengan Humanitarian Islam
Sabtu, 23 November 2024 | 10:00 WIB
Jakarta, NU Online Jateng
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki potensi besar dalam upaya menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Organisasi ini telah aktif dalam berbagai forum global, mulai dari Konferensi Islam Asia Afrika tahun 1965 hingga inisiatif Religion of Twenty (R20) dalam kerangka kerja sama G20, guna menyuarakan perdamaian dunia.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi panel bertajuk Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah. Acara ini berlangsung di Aula Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Jumat (22/11/2024).
"PBNU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia harus me-lead dalam upaya perdamaian Timur Tengah, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama, melibatkan berbagai pihak," ujar Luhut.
NU sebagai Kekuatan Politik dan Ekonomi
Luhut menekankan bahwa dengan jumlah anggota yang mencapai lebih dari 100 juta orang, NU memiliki kekuatan politik yang besar, bahkan mencapai 18 kali lipat dari Ikhwanul Muslimin di Mesir. Dengan kekuatan ini, NU juga berperan penting dalam menentukan arah politik nasional.
Selain itu, Luhut mengingatkan bahwa konflik di Timur Tengah dapat berdampak serius pada perekonomian Indonesia. Ia menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi dunia akibat konflik dapat memengaruhi ekspor dan menyebabkan kenaikan impor, terutama minyak, yang pada akhirnya memicu inflasi.
"Inflasi berpotensi meningkat akibat kenaikan harga impor dan BBM. Konsumsi rumah tangga menurun akibat peningkatan inflasi. Meningkatnya ketidakpastian mendorong capital outflow dan menurunkan minat investasi global," ungkapnya.
Dampak dari konflik yang berkepanjangan, menurut Luhut, tidak hanya dirasakan oleh negara-negara di kawasan, tetapi juga berimbas pada ekonomi global, termasuk Indonesia. Hal ini mengancam pencapaian target pertumbuhan dan pembangunan, yang sangat diperlukan untuk mendukung visi Presiden Prabowo dan Indonesia Emas 2045.
"Upaya ini harus di-lead oleh NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia, dengan menggunakan pendekatan humanitarian Islam dan lintas agama dan melibatkan berbagai pihak," tegasnya.
Agama sebagai Faktor Utama Konflik
Diskusi ini juga dihadiri sejumlah narasumber, seperti Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), rohaniawan Katolik Franz Magnis Suseno, CEO Center for Shared Civilization Values (CSCV) C Holland Taylor, Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Muchsin Shihab, dan rohaniawan Protestan Martin Lukito Sinaga.
Dalam sesi diskusi, Gus Yahya mengungkapkan bahwa agama sering kali menjadi salah satu faktor utama dalam konflik. Meskipun ada faktor lain seperti ekonomi atau politik, agama tidak dapat diabaikan.
"Kita ingat bahwa zionisme itu mengklaim hak kepemilikan tanah itu berdasar wacana agama," kata Gus Yahya.
Menurutnya, penyelesaian konflik tidak cukup hanya dilakukan di tingkat pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat.Â
"Pemerintah Mesir dan Israel, misalnya, bisa saja menjalin kesepakatan sebagaimana pernah terjadi, tapi kalau masyarakatnya belum di-address, akan muncul perlawanan dari dalam terhadap pemerintah yang bersepakat itu," tambahnya.
Diskusi panel ini juga diikuti oleh Direktur Eksekutif Institute for Humanitarian Islam Yaqut Cholil Qoumas dan sejumlah pengurus PBNU. Forum ini menjadi langkah strategis dalam menyusun pendekatan lintas agama dan humanisme untuk menciptakan perdamaian yang lebih permanen di kawasan Timur Tengah.
Terpopuler
1
Inilah Lokasi Sholat Idul Adha Jumat 6 Juni 2025 Wilayah Semarang Jawa Tengah yang Dilansir LD PCNU Kota Semarang
2
3 Amalan di Hari Tasyrik
3
Gandeng Ulama, Juleha Demak Gencarkan Edukasi Kurban Sesuai Syariat
4
Kurban Kambing Lebih Utama dari Sapi? Ini Alasannya!
5
KH Maslahuddin dan Warisan GERBUHU: Amalan Seribu Kulhu di Hari Arafah
6
Pastikan Kurban Sesuai Syariat, PCNU Magelang Gelar Pelatihan Juru Sembelih Halal
Terkini
Lihat Semua