Nasional

KH Said Aqil Siroj Tegaskan NU Kaya Modal Sosial dan Peradaban

Selasa, 9 Juli 2024 | 11:00 WIB

KH Said Aqil Siroj Tegaskan NU Kaya Modal Sosial dan Peradaban

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat memberikan tausiah pada Haul Ke-13 KH Masruri Abdul Mughni di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Ahad (7/7/2023) sore.  (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Alhikmah Dua).

Brebes, NU Online Jateng

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan bahwa NU adalah jam’iyah yang kaya akan modal sosial dan kaya peradaban kebudayaan. Hal tersebut disampaikan saat memberikan tausiyah kepada ribuan santri saat menghadiri haul pendiri KH Masruri bin Abdul Mughni ke-13 dan Nyai Hj Adzkiyah bin Miftah ke-28. Acara digelar di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Ahad (7/7/2023) sore. 


Kiai Said, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa modal sosial NU sangatlah kuat. Hanya saja, hal tersebut belum bisa diatur dengan baik.“Sosial kapital. Kita kaya dengan masyarakatnya, dengan warganya yang luar biasa. Hanya kita belum mampu memanage (dengan baik),” katanya.


Kekayaan sosial yang dimiliki NU ini, menurutnya, perlu dirawat dengan baik, di antaranya salah satunya melalui temu penyelenggaraan haul dan temu alumni. “Karena kita kita merupakan kekuatan civil society, kekuatan masyarakat yang bisa mempertahankan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan NKRI,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Jagakarsa, Jakarta Selatan itu.


Selain kekayaan modal sosial, NU juga kaya akan peradaban kebudayaan. Hal tersebut tecermin dengan ragam keilmuan yang dipelajari warga NU, khususnya dalam pesantren. Sebab, masyarakat santri tidak hanya mempelajari materi agama yang sudah jadi, melainkan juga turut mempelajari metodologi yurisprudensi dan penafsiran dengan kelengkapan keilmuan yang cakap, mulai dari tata bahasa Arab, teori-teori penafsiran, hingga yurisprudensi hukum.


Ia menyebut ilmu fiqih itu ibarat masakan yang sudah jadi, sedangkan cara memasaknya adalah ushul fiqih. Maksudnya, keilmuan kedua itu digunakan untuk memahami ayat-ayat Al Quran dan hadits sebagai sumber pedoman Islam.


Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 KH Sholahuddin Masruri menyampaikan bahwa haul merupakan sebuah momen untuk mengingat kembali keteladanan para ulama. Pengingat itu menjadi landasan jalan menuju kehidupan yang penuh kebahagiaan dan keberkahan.


“Hari ini, keteladanan 13 tahun yang lalu merupakan sebuah inspirasi ruhul ilmi hidupnya ilmu karena mengikuti keteladanan ini merupakan jalan menuju sebuah kesuksesan,” katanya.


Lahir tahun 1911, KH Masruri Abdul Mughni mengkhidmahkan dirinya untuk keilmuan dan pesantren sampai akhir hayatnya. Bagi Gus Sholah, sapaan akrabnya, itu semua karena kecintaan, cinta kepada siapapun dan tidak memelihara hasud.


“Orang yang hasud itu tidak mungkin akan menjadi pemimpin. Seorang pemimpin tentu mempunyai jiwa sebagaimana al-ulama waratsatul anbiya,” ujar Gus Sholah.


Pengirim: Baqi Maulana Rizqi