Keislaman

Isra dan Mi’raj: Penghibur, Petualangan Intelektual, dan Tradisi Kenabian

Selasa, 28 Januari 2025 | 06:00 WIB

Isra dan Mi’raj: Penghibur, Petualangan Intelektual, dan Tradisi Kenabian

Ilustrasi Isra' Mi'raj

Isra dan Mi’raj merupakan peristiwa luar biasa yang dialami Nabi Muhammad saw. Kejadian ini menjadi bagian dari penghiburan Allah swt kepada Nabi setelah berbagai cobaan berat yang beliau alami, termasuk wafatnya dua tokoh penting dalam hidupnya, Khadijah ra dan Abu Thalib, yang menjadikan tahun tersebut dikenal sebagai ‘Amul Huzni (Tahun Kesedihan). Selain menjadi pelipur lara, Isra dan Mi’raj juga mengandung perjalanan spiritual dan intelektual yang sarat hikmah. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam syariat Islam, khususnya dalam konteks turunnya perintah salat lima waktu.


Makna dan Hikmah Isra dan Mi’raj

Isra dan Mi’raj mengandung sejumlah pelajaran penting, di antaranya:

Pengajaran Intelektual Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad sawdiperkenalkan kepada tradisi dan ajaran para nabi sebelumnya. Beliau mampu menjelaskan dengan rinci karakter dan sifat para nabi terdahulu, jumlah pintu Masjidil Aqsa, serta perilaku nabi-nabi besar seperti Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw merupakan pewaris ilmu kenabian yang diturunkan Allah swt secara berkesinambungan.
 

Pengesahan Tradisi Kenabian Peristiwa ini menegaskan bahwa ajaran Nabi Muhammad saw adalah kelanjutan dari ajaran para nabi sebelumnya. Hal ini tampak dalam simbol-simbol kenabian yang diperkenalkan dalam Isra dan Mi’raj, seperti tempat menambatkan Buraq yang juga digunakan oleh nabi-nabi terdahulu.
 

Pemberian Salat sebagai Ibadah Utama Salat lima waktu yang diperintahkan dalam Mi’raj menjadi inti ibadah umat Islam. Ibadah ini merupakan media penghubung langsung antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana perjalanan Nabi dalam Isra dan Mi’raj menjadi simbol kedekatan dengan Allah swt.
 

Jawaban atas Keraguan Kaum Quraisy dan Yahudi Setelah peristiwa Isra dan Mi’raj, Nabi Muhammad swt mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kaum Quraisy dan Yahudi dengan detail, termasuk menggambarkan secara akurat Masjidil Aqsa. Hal ini mematahkan keraguan mereka terhadap kebenaran kenabian beliau.


Isra: Perjalanan Malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa


Isra adalah bagian pertama dari perjalanan Nabi Muhammad saw, yang dimulai dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dalam perjalanan ini, Rasulullah saw menaiki Buraq, makhluk istimewa yang diciptakan Allah untuk perjalanan luar biasa tersebut. Di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad saw menjadi imam salat bagi para nabi, menegaskan kepemimpinan beliau atas seluruh nabi dan umat manusia.


Isra juga menyampaikan pesan penting tentang keutamaan Masjidil Aqsa sebagai salah satu tempat suci dalam Islam. Selain itu, perjalanan ini menegaskan kesinambungan ajaran Islam dengan tradisi kenabian yang telah ada sebelumnya.


Mi’raj: Pendakian ke Langit dan Pertemuan dengan Allah


Mi’raj adalah bagian kedua dari perjalanan ini, di mana Nabi Muhammad saw naik ke langit hingga mencapai Sidratul Muntaha, tempat tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh beliau. Dalam perjalanannya, Nabi bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, seperti Nabi Adam as, Nabi Isa as, Nabi Yusuf as, hingga Nabi Ibrahim as. Setiap pertemuan ini memberikan pelajaran mendalam tentang hubungan antar nabi dan pengakuan mereka terhadap keistimewaan Rasulullah saw.


Proses Turunnya Perintah Salat


Perintah salat awalnya ditetapkan sebanyak 50 kali sehari. Atas saran Nabi Musa as, Nabi Muhammad saw memohon keringanan kepada Allah swt, sehingga jumlah salat dikurangi hingga menjadi lima kali sehari. Meski jumlahnya hanya lima, Allah swt menjanjikan pahala setara dengan 50 kali salat. Hal ini menunjukkan kasih sayang Allah swt kepada umat manusia.


Perjalanan Isra dan Mi’raj menegaskan pentingnya salat sebagai ibadah utama. Salat tidak hanya menjadi kewajiban ritual tetapi juga simbol hubungan langsung antara hamba dengan Tuhannya. Dalam salat, terkandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan pengakuan terhadap kebesaran Allah swt.


Penulis: Intan Diana Fitriyati Dewan Pengasuh PP. Al Masyhad Manbaul Falah Walisampang Pekalongan.