Keislaman

Dalil Al-Qur’an dan Hadis Membahagiakan Anak Yatim

Sabtu, 20 Juli 2024 | 21:00 WIB

Dalil Al-Qur’an dan Hadis Membahagiakan Anak Yatim

Ilustrasi anak yatim. (Foto: NU Online/Freepik)

Bulan Muharram sering dikaitkan dengan kegiatan penyantunan anak yatim atau lebaran anak yatim. Banyak kegiatan yang dilakukan di langgar, masjid, bahkan secara khusus menggelar pengajian dalam rangka santunan anak yatim.

 

Al-Qur’an telah memberikan perhatian khusus terhadap anak yatim. Hal ini tampak dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang memperjuangkan kemaslahatan dan memberikan perlindungan kepada mereka. Sebab, ada potensi kerentanan psikis dan sosial bagi mereka karena tidak memiliki orang tua yang lengkap sebagaimana anak-anak pada umumnya.

 

QS Al-Baqarah: 220 

 

فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ 

 

Artinya: “Tentang dunia dan akhirat. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.” Jika kamu mempergauli mereka, mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

 

Ayat ini menjelaskan untuk selalu memberikan perhatian kepada anak yatim, karena keterkaitan dengan dunia dan akhirat. Ayat ini menjadi sebuah renungan untuk umat Muslim agar tidak hanya memikirkan perkara duniawi saja, tetapi juga ukhrawi, termasuk menolong anak yatim. Jika hanya mementingkan perkara dunia, maka kemungkinan membantu mereka tidak akan terlaksana. Namun, jika akhirat juga menjadi tujuan, maka anak yatim pun akan ikut terpikirkan keadannya.(Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Juz 1: 471).

 

Sementara itu, Buya HAMKA dalam Tafsir Al-Azhar menegaskan bahwa bergaul dengan anak yatim harus tidak membeda-bedakannya. Jangan sampai bersikap tidak menyenangkan bahkan menakutkan. Memisahkan makanan karena takutnya memakan harta anak yatim, misalnya ia mencontohkan. Justru hal tersebut, menurutnya, adalah sikap yang merendahkan. Ayat ini mengingatkan agar manusia selalu menebar kasih sayang, berusaha sebaik mungkin dalam merawat anak yatim dan tidak menyulitkan sesame (Tafsir Al-Azhar 1: 191).

 

QS An-Nisa’: 36

 

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ 

 

Artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri."

 

Ayat ini mengarah pada katakwaan, terutama untuk tidak menyekutukan Allah. Wujud dari ketakwaan juga dengan meraih kebaikan, seperti berbuat baik keapada orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga, teman, ibnu sabil serta hamba sahaya baik laki-laki maupun perempuan (Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Juz 2: 436). 

 

Anak yatim menjadi salah satu yang ditekankan atau disebutkan, karena Allah akan melimpahkan rahmat dan sayang-Nya untuk siapapun yang menyayangi anak yatim.

 

QS Al-Insan: 8

 

وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا 

 

Artinya, “Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.”

 

Kebaikan kepada anak yatim juga bisa diwujudkan dengan memberikan makanan. Tafsir al-Misbah memberikan penafsiran "ala” dengan “hubbihi” yang mengisyaratkan betapa makanan yang diberikan sebenarnya adalah makanan yang justru sangat diinginkan oleh yang memberi. Namun karena mungkin kuantitasnya yang sangat sedikit, kemudian atas kemurahan hati akhirnya mendahulukan orang lain, salah satunya diberikan kepada anak yatim. (Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Juz 14: 660).

 

Ayat ini menggambarkan tidak hanya dalam hal makanan, namun bisa dalam bentuk lainnya, seperti kebutuhan pangan, harta, pelayanan, pendidikan atau apapun yang bisa meringankan beban mereka. 

 

QS Al-Maun: 1-3

 

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ 

 

Artinya: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim."

 

Surat Al-Ma’un juga berisikan tentang ancaman bagi seseorang yang berkemampuan, tetapi tidak memiliki perhatian kepada mereka yang membutuhkan. Ayat ini juga mengingatkan agar kita tidak berasumsi bahwa bantuan apapun yang diberikan kepada anak yatim akan sia-sia atau tidak akan menghasilkan apapun. Karena apabila seseorang berfikir demikian, artinya tidak mempercayai adanya hari pembalasan. (Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Juz 15: 107)

 

Dalil hadits 

 

Tradisi santunan anak yatim di bulan Muharram berangkat dari bulan itu sendiri. Keistimewaan bulan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan amalan-amalan baik, salah satunya santunan anak yatim, seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi berikut.

 

الزّمان قد اسْتدار كهيْئته يوْم خلق السَّموات والأرْضَ، السَّنة اثنا عشر شهْرا، منها أرْبعة حرم، ثلاثة متواليات ذو القعْدة وذو الْحجة والْمحرّم، ورجب مضر الَذى بين جمادى وشعبان

 

 “Zaman berputar seperti hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya empat bulan Haram, tiga bulan berurutan, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Sementara Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhar, berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

 

Di dalam bulan Muharram terdapat satu hari istimewa yang jatuh pada 10 Muharram, yaitu hari Asyura. Nabi Muhammad menganjurkan untuk menyantuni anak yatim. Perintah memuliakan anak yatim juga disebutkan didalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muhammad bin ash-Shabah bin Sufyan memberitahu kami, ‘Abdul ‘Aziz, yakni Ibnu abi Hazim memberitahu kami, ayahku pernah memberitahuku tentang sahl, yakni Ibnu Sa’id, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

 

أنا وكافل اليتيم كهاتين في أجنة

 

Artinya, "Aku dan pengasuh anak yatim adalah seperti ini di surga (sembari menunjukkan dua jari yang ditempelkan)." (Tafsir Ibnu Katsir Juz VIII: 468) 

 

Dari dasar dalil-dalil di atas, dapat ditarik benang merah bahwa dalam ajaran Islam, anak yatim begitu diperhatikan. Islam juga peduli pada nasib anak yatim, mulai dari tatacara bergaul bahkan dalam hal harta. Islam menganjurkan untuk memikirkan nasib mereka dan bulan Muharram menjadi salah satu bulan yang mulai untuk melakukan amalan tersebut. 

 

Berbuat baik kepada sesama sudah menjadi keharusan bagi umat muslim, apalagi kepada anak yatim yang terus disebutkan dalam Al-Qur’an. Jangan sampai sebagai umat Nabi Muhammad justru melakukan hal-hal yang buruk, baik itu menganiaya, mengganggu ataupun tidak bersahabat dengan mereka. Jaminan berbuat baik kepada anak yatim adalah surga.

 

Ustadzah Lailiyatun Nafisah, alumnus Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo, Kudus.