• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Fragmen

MAULID NABI 1444 H

Mengungkap Peninggalan Islami Sunan Tegalwangi

Mengungkap Peninggalan Islami Sunan Tegalwangi
Makam Sunan tegalwangi di kompleks makam yang berlokasi di Dusun Pakuncen, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal (Foto: Istimewa)
Makam Sunan tegalwangi di kompleks makam yang berlokasi di Dusun Pakuncen, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal (Foto: Istimewa)

Susuhunan Amangkurat I atau Sunan Tegalwangi atau Sunan Amangkurat Tegalarum merupakan raja penerus Dinasti Mataram Islam setelah Sultan Agung. Nama Sunan Tegalwangi mengacu pada makamnya yaitu daerah Tegalwangi yakni kompleks makam yang berlokasi di Dusun Pakuncen, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Gelar sunan yang tersemat pada dirinya mirip dengan gelar para Wali Songo yang terkenal sebagai penyebar Islam di Tanah Jawa. Apakah ada bukti bahwa Sunan tegalwangi adalah sosok yang peduli pada penyebaran Islam sehingga mendapatkan gelar Sunan?


Meskipun Amangkurat I memiliki beberapa peninggalan yang islami, belum banyak masyarakat yang mengetahuinya. Pemberitaan sejarah tentangnya lebih banyak diungkap melalui sumber dokumen kesejarahan kolonialisme yang tidak lepas dari politik adu domba. Oleh karena itu, sebagai bagian dari kaum muslimin yang menghormati perjuangan pendahulunya perlu mengenali peninggalan raja yang satu ini dari sumber sejarah lokal.


Pada Bulan Maulid, sebagian keluarga keturunan Amangkurat I merawat benda-benda peninggalan Sunan Tegalwangi. Salah satu tempat yang menjadi penyimpanan peninggalan islami Sunan Tegalwangi adalah sebuah langgar di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas. Kalisalak menjadi salah satu rute perjalanan Sunan Amangkurat Tegalarum menjelang wafatnya (Supriyadi, 2000, Jurnal Humaniora No.1 halaman 127).


Uniknya, di antara peninggalan yang bernilai islami di Kalisalak adalah adanya naskah bertuliskan lafaz Allah dan alat perkusi rebana kuno. Lafaz Allah itu tertulis di atas daun lontar, sedangkan bentuk alat perkusi rebana adalah sama dengan alat musik 'terbang' yang dikenal saat ini (Cahya dkk, 2015, Jimat Kalisalak, Fakultas Psikologi UMP, Purwokerto).


Lafaz Allah dalam huruf arab yang tertulis pada naskah kuno sebagai peninggalan Amangkurat mencerminkan tauhid. Tauhid yang mencerminkan keimanan kepada Allah rupanya dipegang kuat oleh Sunan Tegalwangi. Tidak hanya dalam naskah lontar, refleksi tauhid Beliau terapkan bersama pengikutnya dengan bukti adanya peninggalan berupa Masjid Pekuncen Tegal Arum di Kabupaten Tegal dan beberapa masjid lainnya di wilayah eks Karasidenan Banyumas sebagai sarana dakwah. Sunan Tegalwangi juga melestarikan nilai-nilai tauhid ini melalui berbagai cara, termasuk ketika menjaga tradisi agar tawanan Belanda di pusat kerajaan Mataram masuk Islam dan berperilaku islami. 


Dalam buku Islamic States in Java 1500-1700, terungkap kondisi yang dialami oleh tawanan Belanda saat Amangkurat I bertahta sejak 1646 sebagai berikut, sejumlah tawanan (orang Belanda anggota VOC) yang dipenjara di Mataram selama bertahun-tahun telah masuk Islam, disunat dan menikahi wanita Jawa. Laporan Rijcklof van Goens menyebutkan hal ini sebagai informasi yang menarik dan terjadi di ibu kota Jawa waktu itu pada tahun 1646-1651. (Pigeaud dan de Graaf, Islamic States in Java 1500-1700, Chapter The Reign of Sunan Mangku Rat I, Seda-ing-Tegal Wangi, King of Mataram 1646-1677, Brill collaborating with JSTOR)


Pada kurun waktu tersebut, Amangkurat I menjadi Raja Mataram dan mendakwahkan Islam kepada tawanan yang merupakan anggota VOC dengan strategi yang humanis. Tawanan tersebut tentunya memiliki hak-hak personal yang dihormati. Bentuk penghormatan atas hak-hak kemanusiaan tersebut diarahkan dengan tawaran masuk Islam dan dinikahkan dengan wanita-wanita Jawa. Hal ini merupakan salah satu bentuk dakwah tauhid yang dilestarikan oleh Amangkurat I.


Benda unik yang menjadi peninggalan islami Amangkurat I adalah alat musik perkusi rebana/terbang. Alat musik ini tidak asing bagi kaum muslimin untuk mengiringi lantunan kasidah, termasuk kasidah shalawat ketika peringatan maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Meskipun hanya berupa alat musik sederhana, rebana atau 'terbang' merupakan simbol kesenian islami. Apalagi bila penggunaannya mengiringi lantunan kasidah dan shalawat sebagai cerminan rasa cinta kepada Nabi.


Momentum Maulid mengungkapkan fakta bahwa beberapa peninggalan Sunan Tegalwangi memiliki ciri khas islami. Tidak hanya benda-benda peninggalan, dengan membaca secara utuh sejarah Amangkurat I kaum muslimin akan menemukan kisah-kisah dakwah Islam yang diusung Sunan Tegalwangi bersama dengan pengikutnya pada masa Mataram. Sudah selayaknya sebagai bagian dari kaum muslimin kita mengetahui peran dakwahnya di balik gelar sunan yang disandangnya.


Pengirim: Yuhansyah Nurfauzi 


Fragmen Terbaru