• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Dinamika

Tak Hanya Beladiri, Pendekar Pagar Nusa Juga Harus Bisa Ngaji

Tak Hanya Beladiri, Pendekar Pagar Nusa Juga Harus Bisa Ngaji
Pembacaan Asma Nabi dan tembang Pangkur Warawedha, pada prosesi Ijazahan Kenaikan Tingkat II Pagar Nusa Padepokan Jabalahad. (dok. PN Jabal Ahad)
Pembacaan Asma Nabi dan tembang Pangkur Warawedha, pada prosesi Ijazahan Kenaikan Tingkat II Pagar Nusa Padepokan Jabalahad. (dok. PN Jabal Ahad)

Boyolali, NU Online Jateng

Ilmu pencak silat merupakan salah satu kekhasan yang dipelajari oleh para pendekar PSNU Pagar Nusa. Selain bela diri, ciri khas lain yang mestinya dimiliki oleh para pendekar Pagar Nusa, yakni mengaji. Hal tersebut disampaikan pengasuh Pagar Nusa Padepokan Jabalahad, Iman Widodo (Gus Iman), dalam prosesi Ijazahan Kenaikan Tingkat II Pagar Nusa Padepokan Jabalahad yang diselenggarakan di Masjid Al-Istighfar, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, beberapa hari yang lalu (29/11).

 

“Disebut pendekar NU, berarti santri yang sampai kapanpun merupakan sosok yang mengerti ngaji serta memiliki akhlak dan sosial yang baik, baru kemudian mengerti bagaimana kemampuan silat yang baik,” tutur Gus Iman.

 

Tanpa itu, lanjut dia, banyak pendekar yang justru membuat keresahan dalam masyarakat. “Sedangkan kita, memiliki semboyan Karta Tata Manjing Nagari yang maknanya di mana ada pendekar Pagar Nusa, maka sudah seharusnya negeri menjadi tenteram. Dengan syarat pendekar tersebut paham ngaji, berakhlak baik, ngabdi pada kiai dan berkehidupan sosial yang baik,” imbuhnya.


Dalam rangkaian kegiatan kenaikan tingkat tersebut, terdapat sesi mujahadah dengan pembacaan Asma Nabi yang dikutip dari kitab Dalailul Khairat dan nyekar (pelantunan) tembang Pangkur Warawedha, yang merupakan tembang warisan dari Wali Songo.

 

Dipaparkan lebih lanjut oleh Gus Iman, bahwa di tengah situasi sosial, alam dan ekonomi yang sedang gonjang-ganjing, maka perlu dipanjatkan pula doa yang terangkum dalam tembang Jawa yang dikenal dengan tembang Pangkur Warawedha atau Gedhong Kuning

 

“Tembang ini merupakan Puji Pangruwatan, sekaligus doa untuk menghilangkan parasit di dalam diri kita dan masyarakat, yang menyebabkan adanya sifat jahat atau virus yang kemudian membuat orang menjadi tidak sesuai dengan jati dirinya,” ungkapnya.

 

Dijelaskan dia, bahwa tembang Pangkur Warawedha ini merupakan tradisi warisan Sunan Kalijaga. Salah satu isi tembang ini menganjurkan untuk membaca surah Al-Ikhlas yang diisyaratkan dalam bait qulhu balik bolak balik.

 

“Anjuran membaca surat qulhu atau Al-Ikhlas ini dimaksudkan sebagai penawar segala sesuatu yang mengganggu manusia, sehingga membuat manusia menjadi tidak pada jati dirinya,” terang Gus Iman.

 

Tradisi pembacaan tembang tersebut, menurut Gus Iman, telah berlangsung sejak zaman Majapahit di masa akhir, Demak, Pajang, dan sekarang masih ditradisikan di Keraton Surakarta.

 


Kontributor: Arindya
Editor: Ajie Najmuddin


Dinamika Terbaru