Nasional

Ini Kunci Kesiapsiagaan dalam Tanggap Bencana

Rabu, 31 Juli 2024 | 11:00 WIB

Ini Kunci Kesiapsiagaan dalam Tanggap Bencana

Ilustrasi tanggap bencana. (Foto: LTNNU Batang)

Semarang, NU Online Jateng 

Kepercayaan, kesetaraan, dan aksi lokal merupakan kunci dalam kesiapsiagaan dalam menanggapi bencana dan menghadapi risiko yang ditimbulkan darinya. Hal itu diungkapkan Koordinator Program Health and Water Sanitation Higiene (WASH) dari International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) Dwi Handayani dalam webinar bertema "Integrasi Layanan Epidemi atau Pandemi dalam Penanggulangan Bencana" pada Selasa (30/7/2024).


Dwi menegaskan bahwa relawan perlu menyampaikan pesan tepercaya dengan melibatkan aspirasi masyarakat. Setelah itu, relawan harus menggunakan prinsip kesetaraan sampai menjangkau populasi paling rentan seperti ibu hamil, anak, disabilitas dan kelompok akar rumput. Tidak berhenti di situ, relawan juga membutuhkan gerak bersama komunitas lokal sebagai aksi dini dari tingkat terkecil.


Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa PMI fokus melakukan pendekatan terhadap masyarakat tentang respon dini peristiwa bencana. Hal tersebut tertuang dalam tiga pandangan kesiapsiagaan epidemi dan pandemi, yakni kesiapan masyarakat, kesiapsiagaan dan respons nasional, serta koordinasi kerja sama kesiapsiagaan pemangku kepentingan utama.


"Dari pandangan itu fokus tentang bagaimana cara menghubungkan ketiganya," jelas Dwi.


Dwi menegaskan bahwa semua elemen masyarakat perlu bersatu untuk menjaga tetap aman, sekarang dan di masa mendatang. Karenanya, IFRC bertugas membekali masyarakat dan petugas tanggap darurat melalui pengenalan ancaman kesehatan masyarakat yang bekerja sama dengan otoritas nasional, sektor swasta, pemimpin agama dan bisnis, serta media.


Senada dengan IFRC, Sekretaris Jendral PMI Pusat Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan seluruh elemen harus senantiasa bekerja sama, berkolaborasi serta bersinergi dalam menghendaki ancaman bencana alam maupun bencana akibat manusia. Bahwa kesiapsiagaan dimulai dari informasi terkait potensi sehingga sudah memiliki pendekatan yang melengkapi antar satu sama lain.


"Tidak kalah penting, kesiapsiagaan bencana harus terpenuhi. Dilakukan dengan meningkatkan kapasitas di antaranya kompetensi, alat perlengkapan, hingga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM)," jelas Fachir.


Menurut Fachir, dalam waktu enam jam bencana terjadi, relawan beserta alat perlengkapan sudah harus berada di lokasi. Ia mengatakan masyarakat merupakan target yang dijadikannya sebagai objek sekaligus subjek kemanusiaan.


Oleh karena itu, mereka harus disiapkan melalui edukasi pelatihan kesadaran potensi bencana. Hal tersebut merupakan inti serial webinar bahwa pernyataan persepsi dan menyatukan sikap menjadi upaya mengurangi resiko bencana yang sangat tidak diharapkan terjadi.


Webinar ini merupakan kegiatan dalam rangka memperingati bulan Peringatan Resiko Bencana (PRB) dan 20 tahun tsunami Aceh. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Palang Merah Indonesia (PMI) berkolaborasi dengan Politeknik Akbara.