• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 28 Maret 2024

Taushiyah

Berdoa Bagian dari Ibadah

Berdoa Bagian dari Ibadah
KH Ahmad Bahauddin Nursalim
KH Ahmad Bahauddin Nursalim

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa doa merupakan intisari ibadah (ad-du’au mukhkhul ibadah). 

 

Alasan yang pertama, berdoa sama halnya dengan menjalankan perintah Allah. Kedua, doa mampu memutus pengharapan kepada selain Allah. Keterangan ini sekaligus menunjukkan betapa pentingnya seorang hamba memanjatkan doa kepada Allah.

 

Mengutip pendapat Sayyid Abdullah Al-Haddad yang menyatakan bahwa doa itu tidak penting mustajab (diijabahi) atau tidak, karena doa itu sudah ibadah. Doa juga sudah bentuk penghambaan diri kepada Allah dan menjadi bukti bahwa hamba itu lemah sehingga meminta kepada Allah.

 

Jika setiap orang yang berdoa kepada Allah hanya berdasar keinginan hati, maka ia juga berharap supaya yang dipanjatkan dikabulkan oleh Allah. Berbeda halnya apabila doa juga didasari dengan ilmu.

 

Orang berilmu tatkala berdoa akan sadar bahwa ia sekadar hamba dan sudah selayaknya jika hamba itu memohon pada Zat yang bisa memberi. Dengan landasan ilmu itu, diberi atau tidak diberi, dikabulkan maupun tidak, maka yang dilakukannya adalah kebenaran, karena ia hanya meminta pada Zat yang benar.

 

Dalam Kitab Al-Hikam, berkenaan dengan doa seorang hamba yang dekat dengan Allah. Dikisahkan ada seorang hammal (kuli panggul) yang biasa mengangkut barang di suatu pasar. Dengan mengangkat barang dari kendaraan atau menurunkannya itu, maka ia mendapat upah sebagaimana mestinya.

 

Begitu mendapat upah yang sekiranya cukup untuk biaya makan dirinya sendiri hari itu, maka ia mencukupkan pekerjaannya dan memutuskan pulang. Hari-hari pun berlalu seperti yang ia jalani biasanya.

 

Pernah suatu waktu setelah ia menjalani pekerjaannya, ia merasakan mengeluh dengan yang ia jalani. Sehingga ketika pulang, ia bergumam sembari memanjatkan doa kepada Allah. "Ya Allah, saya ini hamba-Mu. Fokus saya itu hanya ibadah. Tetapi karena saya miskin, maka saya harus tersibukkan dengan bekerja. Ya Allah, saya ingin mendapatkan rezeki tanpa harus bekerja, supaya dapat memanfaatkan waktu untuk beribadah kepada-Mu."

 

Singkat cerita, Allah ternyata benar-benar mengabulkan doa yang ia panjatkan, tetapi dengan cara yang unik dan mungkin tak pernah ia duga. Suatu saat ia mendapat musibah, yakni dituduh mencuri. Hingga menyebabkannya dipenjara sebab tuduhan yang mengarah kepadanya. Di penjara itu, ia setiap hari mendapatkan makanan tanpa perlu susah payah mencari uang untuk makan.

 

Karena kejadian yang menimpanya itu, ia pun kembali bermunajat kepada Allah dengan mempertanyakan mengapa ia dipenjara. Setelah beberapa waktu tinggal di penjara, ia teringat bahwa pernah meminta kepada Allah supaya diberi rezeki tanpa perlu bekerja.

 

Ia lupa bahwa salah satu cara mendapatkan rezeki tanpa bekerja ialah dengan dipenjara. Di penjara pula, ia akhirnya bisa fokus beribadah tanpa perlu sibuk memikirkan dunia. Sejak saat itu, hamba yang dekat dengan Allah tadi menjadi lebih berhati-hati ketika berdoa.

 

Jadi khayalan manusia itu memang terkadang repot kalau dituruti. Ketika ada orang yang berdoa meminta dijadikan kaya supaya dapat merawat ribuan anak yatim, fakir, dan miskin. Doa seperti itu jika dituruti tentu repot.

 

Memang di satu sisi niatnya baik untuk menolong orang lain. Tetapi di sisi lain, Allah harus membunuh ribuan bapak atau harus menciptakan ribuan orang fakir dan miskin.

 

Doa yang aman dan paling baik untuk dipanjatkan itu ialah doa yang warid atau ada sanadnya hingga Rasulullah SAW.

 

 

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengasuh Pesantren Al-Qur'an di Kragan, Narukan, Rembang.  


Taushiyah Terbaru