• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Regional

Rawat Tradisi, NU Sondakan Solo Gelar Ngaji Budaya

Rawat Tradisi, NU Sondakan Solo Gelar Ngaji Budaya
Ranting NU Sondakan Surakarta gelar ngaji budaya (Foto: NU Online Jateng/Bib Rohim)
Ranting NU Sondakan Surakarta gelar ngaji budaya (Foto: NU Online Jateng/Bib Rohim)

Surakarta, NU Online Jateng
Ngaji dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan kedua hal tersebut menjadi bagian penting. Kemasan budaya dalam dakwah tidak hanya mencerminkan toleransi dan keragaman sosial masyarakat, tetapi juga menjunjung tinggi nilai luhur pelestarian budaya itu sendiri. Apalagi budaya dan adat istiadat merupakan cermin jati diri bangsa dimata dunia.


Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta Sudrajat Kentas Pribadi mengatakan, kegiatan ngaji budaya adalah bentuk sinergitas antara Ranting NU Sondakan, Lesbumi NU Surakarta, dan Takmir Mushala Al-Fath.


"Kegiatan ngaji budaya ini adalah kegiatan perdana di awal tahun dan ke depan akan diadakan secara rutin,” kata Sudrajat kepada NU Online Jateng, Kamis (20/1).


Disampaikan, sebagai pemuda generasi penerus dakwah para wali, pemuda NU Sondakan harus bisa memaknai 'Nilai-Nilai Luhur Serat Wedatama' karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegaran IV.


"Diambilnya tema 'Memaknai Nilai-Nilai Luhur Serat Wedatama' karya  KGPAA Mangkunegara IV karena selain jamaah dikenalkan tentang peradaban sejarah di Nusantara, di dalam serat tersebut juga banyak memuat nasehat-nasehat luhur yang selaras untuk pendidikan karakter generasi muda,” ungkapnya.


Selain itu lanjutnya, jamaah juga diajak untuk belajar tetembangan yang terdapat dalam serat tersebut. Kajian nilai fiqih dan tasawuf yang disampaikan juga akan menambah khazanah keilmuan bagi para jamaah yang hadir.


"Kegiatan ngaji budaya diawali dengan tetembangan dan diiringi oleh tabuhan gendang dari Lesbumi, kemudian dilanjutkan kajian bedah serat wedatama yang dilihat dari kacamata fiqih dan tasawuf," terangnya. 
 




Kiai Zainal Ashom dalam kajianya menyampaikan, jika syiar dakwah harus memiliki korelasi dengan jamannya, pesan yang disampaikan KGPAA Mangkunegara IV yang dikemas dalam bentuk tembang, sebenarnya agar mudah dipahami dan diingat nasehat-nasehatnya oleh masyarakat. 


“Sehingga melalui serat Wedatama, KGPAA Mangkunegara IV mengambil serapan Qur'an dan hadits yang ditulis dalam bentuk tembang-tembang Jawa harapanya agar masyarakat lebih mudah memahami ilmu agama. Hal itu juga dilakukan oleh Wali Songo dalam lakon 'jimat kalimosodo' yang sebenarnya adalah kalimat syahadat,” jelasnya.


Senada dengan Kiai Zainal, dosen Sejarah di Universitas Surabaya yang juga didapuk menjadi pemateri ngaji budaya Riyadi memaparkan isi materi serat wedatama dalam kacamata sejarah.


“Serat wedatama adalah salah satu kurikulum pada tahun 1840 sampai 1860an, karena pada masa itu belum ada pendidikan formal maka orang jaman dulu jika menuntut ilmu dikenal dengan istilah 'Nyantrik' kalau sekarang istilahnya berubah menjadi mondok di pesantren,” Jelas Riyadi.


Pengirim: Bib Rohim 
Editor: M Ngisom Al-Baroy


Regional Terbaru