• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 27 April 2024

Regional

Lakpesdam NU Kudus Ungkap Moderasi dalam Tradisi dan Budaya

Lakpesdam NU Kudus Ungkap Moderasi dalam Tradisi dan Budaya
Ketua PC Lakpesdam NU Kudus Nur Sais (Foto: Dok Lakpesdam NU Kudus)
Ketua PC Lakpesdam NU Kudus Nur Sais (Foto: Dok Lakpesdam NU Kudus)

Kudus, NU Online Jateng
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lapesdam NU) Kudus Nur Said menerangkan, moderasi dalam tradisi dan budaya yang ada di Kudus. “Jadi yang lama dan baik kita lestarikan, yang baru yang lebih baik kita ambil. Ini metode yang sangat strategis dan relevan sampai kapanpun,” ujarnya.

 

Hal ini diungkapkan dalam acara Forum Santai Yayasan Ohsem Malaysia seri ke-17, Jumat (12/2). 

 

Ia menjelaskan, prinsip almuhafadhotu ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, sebagai prinsip yang harus di jaga hingga saat ini.

 

Pengasuh Pesantren Riset Prisma itu juga mengungkapkan, di Jawa khususnya memiliki tradisi masing-masing dari lahir hingga meninggal dunia. "Tradisi itulah yang membuat ajaran ahlussunnah menjadi eksis dan bertahan hingga sekarang," ucapnya.

 

Kepada NU Online Jateng, Ahad (14/2) Nur Said menerangkan, hadirnya NU menjadi lanjutan spirit dakwah Wali Songo. Seperti tradisi yang dibawa sunan Kudus.

 

“Menara kudus dibuat seperti Hindu karena saat itu Islam belum masuk di Kudus dan masyarakatnya banyak beragaman Hindu dan Budha. Sehingga sebagai strategi dakwah Sunan Kudus, dibangunlah bangunan yang mirip bangunan Hindu sebagai bentuk akomodasi budaya,” terangnya. 

 

Ia menambahkan, supaya umat Hindu merasa satu budaya maka dibangun menara dengan nuansa Hindu, namun saat itu digunakan untuk adzan, sebelum ada speaker. Termasuk tempat wudhu diberikan ornamen arca agar umat Hindu tidak asing dengan budayanya.

 

“Arca itu tidak disembah, namun digunakan untuk berwudhu,” papar Nur.

 

Nur Said juga menjelaskan, tradisi tidak menyembelih sapi di Kudus hingga saat ini karena sapi disakralkan umat Hindu. “Ini bentuk toleransi Sunan Kudus terhadap umat Hindu, agar umat hindu tertarik dengan ajaran-ajaran Islam,” ungkapnya.

 

“Bahkan hingga sekarang kuliner yang ada di Kudus terkenal dengan masakan berbahan kerbau, bukan sapi. Misalnya soto kerbau dan sate kerbau. Jadi dibalik semangkok soto kerbau ada nilai-nilai toleransi dari Sunan Kudus,” sambungnya.

 

Dalam acara yang disiarkan langsung melalui Zoom dan Facebook Yayasan Ohsem Malaysia, Nur Said juga menjelaskan, moderasi kemasyarakatan dapat dibangun dari mabadi khaira ummah, yaitu as-shidqu atau menjaga kebenaran, al-adalah atau adil dan obyektif, al-taawun atau tolong menolong dan solidaritas, dan al-istiqamah atau menjalankan kebaikan dengan konsisten.

 

“Selain itu ada juga moderasi dalam pendidikan melalui pesantren, madrasah, masjid, jamiyah, dan tradisi,” imbuhnya.

 

Menurutnya, dari segi kebangsaan ada empat sistem nilai, yaitu ruhul tadayyun atau spirit agama yang tidak setengah-setengah. Kemudian ruhul insaniyyah atau semangat kemanusiaan, ruhul wathaniyyah atau semangat tanah air, dan ruhul taaddudiyyah atau semangat pluralitas.

 

Ia menerangkan, strategi kedamaian dunia telah dilakukan Wali Songo, seperti di Kudus jejak dakwah dengan Al-Quds Palestina sudah terbangun sejak jaman Sunan Kudus. 

 

“Maka Kota Kudus dinamai Kudus karena mengadopsi al-quds Palestina, dan itu dibawa Sunan Kudus, juga di Kudus ada Masjid Al-Aqsa seperti di Palestina.” ungkapnya.

 

Ia menambahkan, di Palestina memiliki lembah muria, begitupun di Kudus juga ada Gunung Muria. Sehingga spirit itu sudah dibawa sejak zaman Wali Songo. “Termasuk sekarang ada PCINU diberbagai negara untuk menyebarkan spirit wasathiyah  kepada dunia dengan misi wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin,” pungkasnya.

 

Kontributor: Afina Izzati

Editor: M Ngisom Al-Barony


Regional Terbaru