Regional

Bedah Buku, Ansor Karangdadap Belajar Keteladanan Kiai

Ahad, 21 Juli 2024 | 09:00 WIB

Bedah Buku, Ansor Karangdadap Belajar Keteladanan Kiai

MDS Rijalul Ansor Karangdadap Pekalongan Bedah Buku di Mushalla Rohmatullah Karangsari, Jrebengkembang, Karangdadap, Batang, Jawa Tengah, Jumat (19/7/2024). (Foto: istimewa)

Pekalongan, NU Online Jateng

 

Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Karangdadap Pekalongan menggelar acara bedah buku "Dunia Kiai: Sehimpun Keteladanan Orang Pesantren".

 

Buku karya Gus Zaimuddin Ahya itu dibedah Mushalla Rohmatullah Karangsari, Jrebengkembang, Karangdadap, Pekalongan, Jawa Tengah pada Jumat (19/7/2024).

 

Sebagaimana judulnya, buku ini berisi tentang keteladanan dan pemikiran para kiai. Menurut Gus Zaim, buku ini merupakan catatan reflektifnya ketika berinteraksi dengan para kiai, baik ketika di pesanten, melalui sowan, maupun interaksi lewat pembacaan atas karya yang ditulis para kiai.

 

"Banyak keteladanan para kiai, dan pemikiran beliau-beliau yang khas, yang bisa kita jadikan teladan," jelas Wakil Sekretaris Pimpinan Cabang (PC) GP Ansor Batang itu.

 

Salah satu keteladanan kiai yang diangkat dalam buku tersebut adalah KH Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim), pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Menurut Gus Zaim, selain Resolusi Jihad, perlawanan Mbah Hasyim terhadap penjajah juga ada tanpa mengangkat senjata, yang oleh Gus Dur disebut perlawanan kultural.

 

"Perlawanan model ini tampak ketika Mbah Hasyim menolak untuk melakukan seikeirei atau membungkukkan badan timur laut, tempat Kaisar Jepang dikebumikan di Tokyo," jelas Gus Zaim. 

 

Selain Mbah Hasyim, Gus Zaim juga mengangkat tentang Kiai Anwar Batang dan kitabnya yang berjudul Aiysul Bahri. Kata Gus Zaim, kitab yang ditulis Kiai Anwar ini menarik lantaran membahas mengonsumsi hewan-hewan yang akrab dengan masyarakat pesisir. "Ada hukum mengomsumsi kepiting, belut, lele, dan lain sebagainya," terangnya.

 

Gus Zaim juga menyebut cara yang ditempuh oleh Kiai Anwar dalam menetapkan hukum hewan seperti kepiting sangat menarik. Pasalnya, ia mendasari keputusannya pada pengamatannya secara langsung.

 

"Selain bersandar pada pemahamannya atas ayat al-Quran tentang kehalalan hewan yang hidup di laut (air), Kiai Anwar juga bersandar pada pengamatannya secara langsung atas kepiting, yang menurut beliau termasuk katagori hewan yang hidup di air saja, bukan di dua alam, karenanya hukumnya halal," jelas Pengajar di Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon, Limpung, Batang ini.

 

Pengirim: Viona dan Adib Fajri