• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 16 Mei 2024

Regional

PMII Komisariat UIN Walisongo Bedah Buku Karya Ketua ISNU Kota Semarang

PMII Komisariat UIN Walisongo Bedah Buku Karya Ketua ISNU Kota Semarang
Komisariat PMII UIN Walisongo bedah buku karya Prof Syamsul Ma'arif (Foto: Istimewa)
Komisariat PMII UIN Walisongo bedah buku karya Prof Syamsul Ma'arif (Foto: Istimewa)

Semarang, NU Online Jateng

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat UIN Walisongo Semarang menggelar bedah buku 'Sekolah Harmoni; Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren' karya Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Semarang Prof KH Syamsul Ma'arif pada Ahad (18/4).


Selain penulis buku, kegiatan melalui moda daring dan luring ini menghadirkan Wakil Wali Kota Semarang Hj Hevearita Gunaryanti Rahayu sebagai keynote speaker. Hadir pula sebagai pembedah Ketua Umum MUI Kota Semarang Prof KH Moh. Erfan Soebahar, Satgas Penanggulangan FTF Densus 88 AT Polri Kombes Didik Novi Rahmanto, dan Waket I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan STAINU Temanggung Hamidulloh Ibda.


Wakil Wali Kota Semarang Hj Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi kegiatan tersebut dan mengucapkan selamat atas terbitnya buku karya Ketua FKPT Jateng tersebut. "Saya mengapresiasi kawan-kawan mahasiswa PMII Komisariat UIN Walisongo yang turut peduli mencegah radikalisme dan terorisme melalui kegiatan ini," katanya.


Dalam penyampaiannya Prof Syamsul mengatakan, gerakan radikalisme di Indonesia sangat kuat. Maka dibutuhkan strategi dalam membendung maupun mencegahnya.


Dalam bedah buku terbitan Pilar Nusantara dan BNPT itu, Prof Syamsul yang juga Dekan Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK)  UIN Walisongo menjelaskan bahwa gerakan ekstremisme telah tumbuh di semua lini kehidupan dan menyasar semua kelompok masyarakat. 


"Bahkan sekarang fakta membuktikan adanya gerakan-gerakan ekstremisme dan radikalisme masuk di sekolah," ucapnya. 


Dalam rilis yang diterima NU Online Jateng, Guru besar kelahiran Grobogan menyebut, terorisme sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan lintas negara yang bermotif ideologi dan politik sangat jauh dengan nilai-nilai agama manapun. 


"Masyarakat termasuk generasi muda banyak yang terpesona dengan propaganda mereka dan akhirnya masuk pada pusaran ekstremisme serta terjerumus pada tindakan-tindakan tidak beradab dan inkonstitusional," terangnya.


Lewat buku tersebut, Prof Syamsul berusaha keras menawarkan konsep pendidikan moderasi pesantren yang dapat diadopsi dalam lembaga pendidikan pada umumnya.


Ketua Umum PMII Komisariat UIN Walisongo Zuhud Muhammad menyampaikan, acara bedah buku merupakan salah satu kegiatan PMII dalam rangka turut mencegah radikalisme yang bertepatan pada Harlah PMII ke 61 pada 17 April 2021 kemarin.


Pihaknya juga menceritakan, suatu ketika ada mahasiswa bercadar di kampus yang pernah ditegur oleh Dewan Mahasiswa (Dema). Fenomena seperti itu menurutnya perlu solusi sehingga pihaknya meminta solusi kepada para pembicara dalam kegiatan tersebut.


Prof KHM Erfan Soebahar menyampaikan bahwa substansi agama Islam adalah agama yang damai, penuh rahmat atau rahmatal lillalamin. Maka pihaknya merekomendasikan, buku Sekolah Harmoni layak dibaca. 


"Buku sangat layak dibaca karena isinya sangat menarik," bebernya.


Pihaknya juga sedikit mengritik dari aspek tulisan dalam buku tersebut. "Saya mengenal Prof Syamsul ini memang orangnya banyak menulis dan banyak bicara sejak menjadi mahasiswa. Isi buku ini sangat menarik dan mendalam. Namun ada sedikit koreksi pada kesimpulan ini. Ada kata sehingga diulang dua kali. Maka kalau besuk direvisi itu bisa diperbaiki," sarannya.


Kombes Didik Novi Rahmanto menambahkan bahwa buku tersebut sangat bermanfaat bagi generasi muda khususnya kader-kader PMII. "Buku ini menambah informasi dan data bagi kami khususnya bagi Densus 88 AT Polri," katanya.


Pihaknya juga mengucapkan selamat atas terbitnya buku tersebut yang menjadi bagian dan literatur moderat sebagai kontra narasi buku-buku yang bermuatan radikal.


Sementara Hamidulloh Ibda menyoroti fenomena kehancuran suatu bangsa dari perspektif Al-Qur'an maupun teori Prof Thomas Lickona yang menjelaskan ada 10 tanda kehancuran suatu bangsa.


"Salah satu bentuk kehancuran itu adalah kekerasan. Ada lima poin tanda-tanda menurut Prof Thomas Lickona yang itu mengarah kepada radikalisme dan terorisme," bebernya.


Pihaknya juga memberikan masukan bahwa tawaran konsep pendidikan moderasi pesantren harus mengarah pada local knowledge, local genius, dan local wisdom. Di sisi lain, kehancuran bangsa ini perlu ada empat solusi mulai dari penguatan kompetensi, karakter, literasi, dan ideologi.


Editor: M Ngisom Al-Barony


Regional Terbaru