Mengawal Gerakan Akar Rumput Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki anggota atau jamaah yang banyak, mudah dihimpun dan diarahkan oleh para kiai atau ulama yang merawatnya. Dalam sudut pandang politik praktis, NU dalam hal ini dapat diibaratkan seperti gadis cantik yang menggoda sehingga membuat semua pihak yang berkepentingan terpikat, terpesona untuk meminangnya.
Namun demikian, dalam dinamika organisasi NU dewasa ini tidak seindah yang diharapkan. Oleh sebab banyak pihak yang ingin meminangnya untuk kepentingan tertentu. Sehingga NU kurang mendapat perhatian yang serius dalam gerakannya sebagai organisasi kemasyarakatan keagamaan berbasis umat Islam (Ormas Islam).
Sebab, kepentingan pribadi atau kelompok tertentu tersebut hanya memberikan pesona dan harapan palsu (PHP) saja. Meski mendapat PHP, nampaknya punggawa NU masih menunjukkan kesetiaan.
Di lain sisi, banyak pula yang menganggap NU laksana laki-laki yang gagah perkasa, berotot kawat, balung wesi yang mampu memberikan kekuatan besar. Maka digunakanlah kekuatan besar NU itu untuk mendorong mobil mogoknya agar kembali berjalan lancar tanpa hambatan, dan lalu ditinggalkan.
Gerakan Akar Rumput NU
Kita sebagai penggerak NU perlu belajar dari dinamika politik tersebut agar NU tidak lagi seperti gadis cantik lugu atau seperti laki-laki perkasa yang hanya dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat. Tidak boleh tidak, NU harus ‘cancut taliwanda'. Setiap kita yang telah mengikuti kaderisasi di NU maupun badan otonomnya harus bersama orang orang yang merasa memiliki dan handarbeni terhadap NU, terutama para pemangku kebijakan dalam organisasi NU.
NU harus berani berhijrah dan merevitalisasi cara berfikir agar NU tidak lagi menjadi obyek pemberi harapan palsu. Menurut penulis, beberapa hal yang harus kita benahi diantaranya sebagai berikut:
NU harus menjadi rumah besar yang adem dan nyaman bagi semua strata apapun dan dari aliran politik manapun, walaupun sebetulnya NU punya anak kandung yang harus merawat ibu yang melahirkannya, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Maka jika ingin birrul walidain, sudah selayaknya politisi PKB tahu dan faham apa yang harus dilakukannya. Meminjam istilah dari bahasa yang terkandung dalam Al-Qur’an, ibu telah melahirkan dengan susah di atas susah (وهنا على وهن ). Sebagai bentuk bakti anak kandung yang telah melahirkannya, kader NU yang berpolitik di PKB harus paham cara menempatkan NU.
Selain itu, NU harus memiliki kemandirian yang kokoh sebagai penopang gerakan NU. Dal hal ini, NU harus berani berkreasi dan berinovasi dalam cipta dan karsa dalam kemandirian ekonomi agar tidak lagi menggunakan proposal sebagai basis produksi ketika hendak melakukan even atau hajatan tertentu.
NU perlu memperhatikan banyaknya kader yang memiliki kompetensi khusus untuk mengembangkan NU. Berawal dari gerakan kaderisasi, NU tak hanya berperan untuk menangkal gerakan islam yang intoleran dan bermuara pada radikalisme.
Memperhatikan hal itu. NU harus memperhatikan kompetensi, dan perjuangan pengurus yang ada di tingkat bawahnya, terutama di level akar rumput. Sedangkan di level atas, pengurus NU harus meningkatkan kompetensi manajerial dalam mengelola jamaah untuk berorganisasi di NU. Sehingga NU dapat menempatkan orang yang tepat dalam mengurai persoalan dan mengambil keputusan.
Mengambil dari pengalaman dalam kegiatan turun ke bawah (Turba), penulis temukan banyak persoalan yang mengharuskan NU hadir secara struktur maupun kultur. Sebagai contoh kecil persoalan perwakafan tanah masjid dan ustadz yang berdakwah menjaga amaliyah. Peran vital NU dalam mendistribusikan santri yang mumpuni untuk membina jamaah dan menjaga tanah wakaf dari sengketa di kemudian hari sangat dibutuhkan.
Rofiul Khafidz Muthohar Ketua LDNU Kota Semarang, dan anggota Dai Kamtibmas
