NU Online

Kebijakan Cleansing Guru Honorer Dinilai Tidak Manusiawi

Ahad, 21 Juli 2024 | 11:00 WIB

Kebijakan Cleansing Guru Honorer Dinilai Tidak Manusiawi

Pakar pendidikan Unnes, Edi Subkhan. (Foto: instagram/@edi_subkhan)

Jakarta, NU Online

Bergulirnya program pemerintah untuk mengurangi tenaga honorer melalui program cleansing mendapat tanggapan beragam dari dunia Pendidikan. Pengamat Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan, menilai tindakan tersebut tidak berperikemanusiaan.


"Perusahaan yang sifatnya profit saja kalau mau pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah diberitahukan jauh-jauh hari. Jadi karyawan paham dan dapat mempersiapkan mental dan ekonominya. Ini di institusi pendidikan kok malah tidak manusiawi," tutur Edi kepada NU Online, Sabtu (20/7/2024).


Namun, Edi juga menilai pengangkatan guru honorer oleh sekolah selama ini relatif problematis. Banyak kasus menunjukkan bahwa proses seleksi tidak proper dan cenderung nepotis karena kedekatan dengan kepala sekolah.


Akibatnya, kata Edi, banyak guru honorer yang memiliki kualifikasi tidak standar walaupun ada juga yang berkualifikasi tinggi namun hal ini kasuistik.


"Apa yang dilakukan oleh pemerintah mestinya sesuai skenario awal yakni guru honorer yang di sekolah-sekolah negeri diberi kesempatan jadi PNS dan jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) jadi tetap ada seleksi untuk jaga mutu guru," kata dia.


Edi juga mengusulkan agar pemerintah memberikan batas waktu yang jelas bagi guru honorer untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jika tidak tertampung, pemerintah dapat membantu menyalurkan mereka ke sekolah lain yang membutuhkan, baik negeri maupun swasta terutama di daerah yang kekurangan guru termasuk remote area.


"Tidak mudah memang, karena guru honorer biasanya sudah tinggal di tempat yang terjangkau ke sekolahnya, jadi agak sulit untuk pindah tempat, apalagi biasanya orang memang cenderung mencari kemapanan karir dan tempat tinggal," jelasnya.


Selengkapnya klik di sini.