• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Nasional

Gelar Silatnas III di Semarang, Para Bu Nyai NU Bahas Ragam Masalah di Pesantren Putri 

Gelar Silatnas III di Semarang, Para Bu Nyai NU Bahas Ragam Masalah di Pesantren Putri 
Foto: Ulustrasi
Foto: Ulustrasi

Semarang, NU Online Jateng
Akhir-akhir ini banyak peristiwa buruk mencuat dari pesantren. Di antaranya kekerasan seksual pada santri putri, namun perhatian publik cenderung kepada pelaku. Pelaku dihujat, pemerintah turun tangan, norma hukum ditegakkan. Ketika pelaku dijatuhi hukuman berat, masyarakat merasa sudah puas. 


Padahal yang harus lebih diperhatikan adalah korbannya. Si korban sudah pasti menjadi terganggu kegiatan belajarnya, kacau jadwal ngajinya. Juga menderita tekanan batin alias trauma kejiwaan yang sangat berat. 


Para pengasuh pesantren putri (disebut Bu Nyai) dalam naungan Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), yaitu lembaga NU yang mengurusi pesantren akan membahas segala persoalan pesantren putri dan peran Bu Nyai sebagai ulama perempuan dalam acara Silaturahim Nasional Ketiga (Silatnas III) Bu Nyai Nusantara, di Hotel Patra Semarang, Senin-Selasa (7-8/11/2022). 


Wakil Ketua Panitia Silatnas III Bu Nyai Nusantara Nyai Hajjah Royannach Ahal mengatakan, tanggung jawab mengasuh santri putri jauh lebih berat dari santri putra. "Santri putri punya masalah lebih banyak, dan penanganannya lebih sulit  daripada santri putra," ujar Pengasuh Pesantren Putri Permata, Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah ini. 


Bu Nyai asal Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon Jabar yang yang akrab dipanggil ning Yannah ini memberi contoh ketika terkena perundungan (bulliying), butuh waktu lama menyembuhkan trauma korbannya. 


“Kalau santri putra, ada yang diejek sampai berkelahi, mudah selesai rukun kembali. Sedangkan santri putri, diejek temannya, bisa ngambek tak mau mengaji berhari-hari bahkan memutuskan keluar dari pesantren,” terang istri Kiai Mujibur Rachman Ma’mun Kajen, Pati ini. 


Dikatakan, terkadang ditemukan santri putri melanggar aturan atau nakal misalnya, mengatasinya tidaklah mudah. Bisa tidak mempan ditakzir (diberi sanksi oleh pengurus). Harus memakai pendekatan khusus yang hanya bisa dilakukan oleh wanita kepada wanita, ibu kepada putrinya.


“Santri putri bermasalah di pondok, kerapkali setelah ditelusuri sumber masalah awalnya dari rumah, karena bapak dan ibunya tidak rukun atau broken home. Di situlah kemudian bu nyai ikut serta berperan mengisi kekosongan untuk santri putri yang merasa kehilangan kasih sayang orang tuanya," ucapnya dalam siaran pers yang diterima redaksi NU Online Jateng, Jum’at, (4/11/2022). 


Disebutkan, Silatnas III juga akan dimeriahkan pameran produk usaha kecil baik berupa makanan, minuman, desain pakaian muslimah, dan jilbab hasil karya para pengasuh perempuan pesantren atau para Ibu Nyai.


"Dari bazar dan ekshebision perempuan pesantren tersebut diharapkan akan menjadi awal yang baik sehingga terjalin program berkelanjutan bagi ekonomi kreatif mandiri perempuan pesantren di bawah naungan RMINU, sehingga itu dianggap bagian penting untuk penguatan ekonomi kreatif yang perlu dibahas dalam salah satu halaqah yang ada dalam rangkaian acara silatnas 3 Bu nyai nusantara. (*)
 


Nasional Terbaru