Menelisik Tradisi dan Keyakinan Jatuhnya Lailatul Qadar di Maroko
Sabtu, 22 Maret 2025 | 19:00 WIB
Avika Afdiana Khumaedi
Kolomnis
Lailatul Qadar merupakan salah satu malam yang paling dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Dalam Al-Qur'an, malam ini dikatakan lebih mulia daripada seribu bulan, sehingga menjadi momen penuh berkah yang disambut dengan kekhusyukan di berbagai negara, termasuk Maroko. Bagi masyarakat Maroko, Lailatul Qadar bukan sekadar kesempatan untuk memperbanyak ibadah, tetapi juga bagian dari tradisi budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Mereka memiliki cara khas dalam menyambut malam suci ini, menggabungkan nilai-nilai keislaman dengan kearifan lokal yang telah menjadi bagian dari identitas mereka. Uniknya, masyarakat Maroko meyakini bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan, meskipun waktu pastinya sebenarnya dirahasiakan.
Tradisi Maroko dalam Menyambut Lailatul Qadar
Baca Juga
Waktu dan Ciri-ciri Lailatul Qadar
Dilansir dari Morocco World News, Maroko memiliki tradisi unik dalam menyambut Lailatul Qadar. Salah satunya adalah perayaan puasa pertama bagi anak-anak. Meskipun mereka belum diwajibkan berpuasa, anak-anak didorong untuk mencoba berpuasa sebagai bentuk latihan. Pada malam ke-27 Ramadhan, anak perempuan dihias oleh Negafa dengan riasan, pakaian tradisional, perhiasan emas, serta henna di tangan mereka. Sementara itu, anak laki-laki mengenakan djellaba dan balgha, pakaian khas Maroko yang melambangkan keistimewaan malam tersebut.
Tradisi ini mencerminkan bagaimana masyarakat Maroko menggabungkan unsur agama dan budaya dalam perayaan Lailatul Qadar. Selain sebagai waktu untuk beribadah, malam ini juga menjadi pengalaman berkesan bagi anak-anak, menandai langkah awal mereka dalam mengamalkan ajaran Islam.
Meyakini 27 Ramadhan sebagai Malam Lailatul Qadar
Baca Juga
Sambutlah Ramadhan dengan Riang Gembira
Selain berbagai tradisi khas dalam menyambut Lailatul Qadar, masyarakat Maroko juga memiliki keyakinan yang kuat bahwa malam istimewa ini jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Keyakinan ini begitu mengakar dalam budaya mereka, sehingga banyak kegiatan ibadah dan perayaan difokuskan pada malam tersebut. Masjid-masjid di seluruh negeri dipenuhi jamaah yang berbondong-bondong melaksanakan shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan berdoa dengan penuh harapan. Bahkan, momen ini menjadi puncak spiritual Ramadhan di Maroko, di mana banyak keluarga berkumpul untuk memperbanyak ibadah dan berbagi sedekah, demi meraih keberkahan malam yang diyakini penuh kemuliaan.
ولقد جرت العادة عند المغاربة أن تعرف جل المساجد ختم القرآن الكريم ليلة 27 من شهر رمضان، إذ هناك اعتقاد كبير أن تلك الليلة تصادف ليلة القدر، فيما يحرص المصلون على الحضور لأداء صلاة التراويح التي تتبع في الغالب الأحيان بدعاء ختم القرآن الكريم.
Artinya: “Sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Maroko bahwa sebagian besar masjid menyelenggarakan khatam Al-Qur'an pada malam ke-27 Ramadhan. Hal ini disebabkan oleh keyakinan yang kuat bahwa malam tersebut bertepatan dengan Lailatul Qadar. Para jamaah berusaha menghadiri shalat tarawih, yang biasanya diakhiri dengan doa khatam Al-Qur'an”.
Di Maroko, malam ke-27 Ramadhan memiliki makna khusus bagi masyarakatnya. Sebagian besar masjid di negara ini menggelar khatam Al-Qur'an pada malam tersebut, karena adanya keyakinan kuat bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam itu. Para jamaah berbondong-bondong menghadiri shalat tarawih dengan penuh kekhusyukan, yang kemudian diakhiri dengan doa khatam Al-Qur'an. Suasana masjid dipenuhi dengan lantunan doa dan harapan, menjadikan malam ini sebagai momen spiritual yang sangat dinanti oleh umat Islam di Maroko.
Salah satu masjid yang selalu dipadati jamaah sepanjang Ramadhan, terutama di sepuluh malam terakhir, adalah Masjid Hassan II di Casablanca. Imam masjid ini, Sheikh Omar Al-Qazabri, memiliki kemampuan untuk menarik ratusan ribu jamaah, khususnya pada malam-malam terakhir Ramadhan. Masjid ini menjadi destinasi utama bagi umat Islam, tidak hanya dari Casablanca, tetapi juga dari kota-kota lain, termasuk Rabat yang berjarak sekitar 80 km.
Keistimewaan shalat tarawih di masjid ini terletak pada atmosfer spiritualnya yang khas, didukung oleh lantunan merdu dan penuh penghayatan dari Sheikh Al-Qazabri, yang telah menjadi imam atas perintah kerajaan selama lebih dari satu dekade. Keistimewaan masjid ini semakin terlihat ketika Raja Maroko beserta jajaran kerajaan turut menghadiri shalat tarawih pada malam ke-27 Ramadhan. Fenomena ini mencerminkan semangat luar biasa masyarakat Maroko dalam menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan, demi meraih sebanyak mungkin keberkahan dari malam penuh kemuliaan tersebut.
Selain mengisi malam Lailatul Qadar dengan ibadah seperti shalat malam dan membaca Al-Qur'an, masyarakat Maroko juga memiliki tradisi khusus lainnya. Beberapa keluarga menyempatkan diri untuk berziarah ke makam kerabat yang telah wafat, serta bersedekah atas nama mereka. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi arwah mereka, dengan harapan mendapatkan keberkahan di malam yang penuh kemuliaan ini.
Namun, penting untuk dicatat bahwa terdapat fenomena negatif yang terjadi pada malam ke-27 Ramadhan di Maroko. Beberapa individu memanfaatkan keyakinan masyarakat terhadap malam Lailatul Qadar untuk melakukan praktik perdukunan dan sihir. Sheikh Abdul Bari Zamzami, anggota Rabithah Ulama Maroko dan ketua Asosiasi Maroko untuk Studi dan Penelitian dalam Fiqih Nawazil, mengkritik keras fenomena ini.
Ia menegaskan bahwa praktik semacam itu bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat merusak kesucian bulan Ramadhan. Zamzami juga menekankan bahwa semua pelaku praktik perdukunan dan mereka yang mendukungnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Darisinilah malam Lailatul Qadar di Maroko bukan hanya sekadar momen spiritual, tetapi juga peristiwa budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakatnya. Tradisi-tradisi yang dilakukan, mulai dari perayaan puasa pertama anak-anak, pelaksanaan khataman Al-Qur'an, hingga kunjungan ke makam keluarga, mencerminkan kesungguhan masyarakat Maroko dalam menghidupkan malam penuh berkah ini. Meskipun ada beberapa praktik yang menyimpang, semangat utama dari malam ini tetaplah ibadah, doa, dan pencarian keberkahan. Dengan perpaduan antara tradisi dan nilai-nilai keislaman, masyarakat Maroko terus menjaga kekhusyukan Lailatul Qadar sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Terpopuler
1
Tari dan Tayu, Sosok Kartini Kembar Fatayat NU dari Kendal
2
Darul Amanah FA Jaring Bintang Lapangan Lewat Seleksi Terbuka SSB dan Beasiswa 2025/2026
3
6 Fakta Sejarah RA Kartini yang Jarang Diketahui Publik
4
Peringati HKBN 2025, LPBINU Kudus Gelar Pelatihan Driver Perahu Karet untuk Perkuat Kesiapsiagaan Bencana
5
Kemandirian Kader Jadi Sorotan Ketua PW Ansor Jateng dalam Halal Bihalal PAC Ansor Gringsing
6
Tumbuhkan Jiwa Mandiri dan Disiplin, Santri Pesantren Salafiyah Kangkung Kendal Semarakkan Ekstrakurikuler Pramuka
Terkini
Lihat Semua