Keamanan dan Persatuan di Atas Segalanya: Pelajaran Besar dari Sayyidina Umar dan Syaikh al-Buthi.
Senin, 1 September 2025 | 15:00 WIB
Fahmi Burhanuddin
Kolomnis
Dalam lintasan sejarah Islam, sayyidina Umar bin Khattab adalah sosok pemimpin besar yang selalu dijadikan teladan. Ketegasan, keadilan, dan kepeduliannya terhadap rakyat membuat pemerintahannya dikenal sebagai masa keemasan. Dia bukan hanya seorang khalifah, melainkan juga pelayan umat. Prinsipnya sederhana: negara hanya akan tegak dengan keadilan dan keamanan.
Mengutip dari Musnad al-Faruq, Khalifah Umar mengatakan:
وَٱللَّهِ مَا أُرْسِلُ عُمَّالِي إِلَيْكُمْ لِيَضْرِبُوا ظُهُورَكُمْ، وَلَا لِيَأْخُذُوا أَمْوَالَكُمْ، وَلَكِنْ أُرْسِلُهُمْ إِلَيْكُمْ لِيُعَلِّمُوكُمْ دِينَكُمْ وَسُنَنَكُمْ، فَمَنْ فُعِلَ بِهِ شَيْءٌ سِوَى ذَلِكَ، فَلْيَرْفَعْهُ إِلَيَّ، فَوَٱللَّهِ ٱلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِذًا لَأَقُصَّنَّهُ فِيهِ.
Artinya: “Aku tidak mengutus para gubernur untuk memukul punggung kalian atau merampas harta kalian, tetapi untuk mengajarkan agama dan menegakkan keadilan di tengah kalian. Barang siapa berbuat sebaliknya, laporkan kepadaku, niscaya aku akan menegakkan hukum atasnya.” (Musnad Al-Faruq hlm. 2/543)
Ungkapan ini menunjukkan bahwa dalam pandangan sayyidina Umar bahwa kekuasaan bukan alat untuk menindas, tetapi amanah untuk melindungi rakyat. Karena itu, keamanan dan keadilan menjadi pilar utama kepemimpinannya.
Stabilitas Negara: Pesan Penting Syaikh al-Buthi
Ulama besar Suriah, Syekh Ramadhan al-Buthi rahimahullah, juga menekankan pentingnya stabilitas negara. Syaikh al-Buthi dikenal sebagai ulama yang konsisten menolak provokasi, kerusuhan, dan perpecahan yang mengatasnamakan agama.
Dalam bukunya yang berjudul Dhawabit al-Maslahah, ia berkata:
ٱلْمَنْفَعَةُ هِيَ ٱللَّذَّةُ أَوْ مَا كَانَ وَسِيلَةً إِلَيْهَا، وَٱلْمُرَادُ بِٱلْإِبْقَاءِ ٱلْحِفَاظُ عَلَيْهَا بِدَفْعِ ٱلْمَضَرَّةِ وَٱلْأَسْبَابِ إِلَيْهَا.
Artinya: “Manfaat adalah kenikmatan, atau sesuatu yang menjadi sarana untuk mencapainya. Yang dimaksud dengan al-ibqā’(memelihara) adalah menjaga manfaat itu dengan menolak bahaya dan segala sebab yang dapat merusaknya.” (Dhawabit al-Maslahah hlm. 23)
Dalam Dhawabit al-Maslahah Syaikh al-Buthi mendefinisikan bahwa manfaat (al-manfa‘ah) adalah sesuatu yang menghadirkan kenikmatan atau menjadi sarana untuk meraihnya.
Sedangkan memelihara manfaat (al-ibqa’) artinya menjaga nikmat tersebut dengan menolak segala bahaya (madharat) dan sebab-sebab yang bisa merusaknya.
Dengan kata lain, syariat bukan hanya menghadirkan kebaikan, tetapi juga menutup pintu kerusakan yang bisa menghancurkan kebaikan itu termasuk menolak provokasi dan kerusuhan.
Keteguhannya dalam menjaga persatuan membuatnya menjadi target kelompok ekstrem. Syaikh al-Buthi wafat syahid dalam sebuah pengajian di masjid akibat ledakan bom. Itu menjadi bukti nyata konsistensi dalam menjaga keamanan dan keutuhan umat di atas kepentingan politik semata.
Keamanan Sebagai Nikmat Besar dalam Syari’at
Al-Qur’an menegaskan bahwa keamanan adalah salah satu nikmat terbesar bagi manusia. Allah ﷻ berfirman:
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
Artinya: “(Allah) yang memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar, dan memberi mereka keamanan dari rasa takut.” (QS. Quraisy ayat 4)
Ayat ini menegaskan bahwa selain rezeki, keamanan adalah kebutuhan mendasar. Tanpa keamanan, pembangunan tidak berjalan, ibadah terganggu, bahkan ukhuwah bisa runtuh.
Di era digital saat ini, salah satu ancaman terbesar adalah provokasi dan adu domba. Media sosial sering dijadikan alat untuk menyebarkan kebencian, fitnah, dan hasutan. Padahal Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan:
لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.
Artinya: “Janganlah kalian kembali kafir setelah aku wafat, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain.”(HR. Bukhari no. 6868, dan Muslim no. 65)
Imam al-Ghazali rahimahullah juga mengingatkan:
وبِالجُمْلَةِ، إِنَّما فَسَدَتِ الرَّعِيَّةُ بِفَسادِ المُلوكِ، وَفَسادُ المُلوكِ بِفَسادِ العُلَماءِ، فَلَوْلا القُضَاةُ السُّوءُ وَالعُلَماءُ السُّوءُ لَقَلَّ فَسادُ المُلوكِ خَوْفًا مِنْ إِنْكارِهِم.
Artinya: secara umum, rusaknya rakyat berasal dari rusaknya para penguasa, dan rusaknya para penguasa berasal dari rusaknya para ulama. Seandainya tidak ada para qadhi (hakim) yang buruk dan ulama yang buruk, niscaya sedikitlah kerusakan para penguasa karena mereka takut terhadap pengingkaran (nasihat dan kritik) para ulama.” (Ihya Ulumuddin, kitabu al-halal wal haram, hlm. 106)
Pesan Imam al-Ghazali ini menegaskan bahwa ulama memiliki posisi kunci dalam menjaga lurusnya pemimpin dan masyarakat. Bila ulama menjaga integritasnya, maka pemimpin akan takut berbuat zalim, dan rakyat pun akan ikut lurus.
Artinya, menjaga persatuan dan menjauhi provokasi adalah kunci bagi tegaknya negara.
Kepemimpinan Sayyidina Umar bin Khattab dan nasihat Syaikh Ramadhan al-Buthi sama-sama menegaskan bahwa keamanan dan persatuan bangsa adalah prioritas utama. Keadilan tanpa keamanan akan pincang, dan pembangunan tanpa persatuan akan sia-sia.
Karena itu, kita harus senantiasa merawat ukhuwah, tidak mudah terhasut isu, serta menempatkan keselamatan umat dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
Para ulama telah menegaskan kaidah penting:
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
Artinya: “Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada meraih kemaslahatan.”
Dengan demikian, menjaga keamanan dan persatuan adalah ibadah besar yang harus diutamakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallohu a’lam.
Penulis: Fahmi Burhanuddin (Alumni Ponpes An-Nawawi Berjan & STAI Imam Syafi’i Cianjur)
Terpopuler
1
Situasi Terkini Demo Lanjutan di Depan Mapolda Jateng
2
PC PMII Pemalang Audiensi dengan Wakil Bupati, Bahas 13 Poin Tuntutan Rakyat
3
PBNU Serukan Istighatsah dan Konsolidasi Hadapi Dinamika Unjuk Rasa
4
Para Mahasiswa-Pelajar Demak Gelar Aksi Lilin, Tuntut Keadilan untuk Affan
5
Presiden Prabowo Dialog dengan 16 Ormas Islam, Gus Yahya: Bersatu Atasi Tantangan Bangsa
6
PWNU Jateng Imbau Semua Pihak Jaga Kedamaian di Tengah Dinamika Sosial
Terkini
Lihat Semua