• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 7 Mei 2024

Fragmen

Masjid Aulia Sapuro Pekalongan yang Terlupakan

Masjid Aulia Sapuro Pekalongan yang Terlupakan
Masjid Aulia Sapuro Kota Pekalongan (Foto: Istimewa)
Masjid Aulia Sapuro Kota Pekalongan (Foto: Istimewa)

Belum banyak yang familiar dengan masjid yang satu ini. Padahal masjid ini merupakan masjid tertua di wilayah Pekalongan. Dilihat secara fisik, bentuknya tidak jauh beda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang dibangun abad 16an.

 

Bangunan masjid yang terletak sekitar 50 meter sebelah barat Kali Kupang atau sisi timur komplek pemakaman Sapuro Pekalongan terlihat tidak begitu tampak bahwa bangunan ini merupakan bangunan yang memiliki nilai sejarah yang cukup penting. Apalagi letak bangunan bukan di tepi jalan raya, sehingga banyak masyarakat di luar Kota Pekalongan hampir tidak mengenalinya.

 

Konon Masjid Aulia Sapuro Pekalongan ini dibangun pada tahun 1035 H atau 1614 M oleh empat utusan Demak, yakni Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Nyai Kudung. Jika tahun berdirinya benar, maka Demak saat itu sudah berstatus kadipaten dan menjadi bagian Kesultanan Mataram dibawah Sultan Agung yang memerintah pada periode 1613 – 1645 M. Jadi sudah sangat tua umur masjid jami’ Aulia ini hampir setara dengan berdirinya Kabupaten Pekalongan.

 

Masjid ini sarat dengan nilai sejarah yang penting bagi masyarakat pekalongan. Bahkan, diyakini masjid ini menjadi salah satu titik awal perkembangan Islam di Pekalongan yang dibawa oleh 4 orang utusan dari Kerajaan Demak Bintoro tersebut.

 

Pada awalnya, nama masjid ini bukan Masjid Jami Aulia seperti sekarang, melainkan Masjid Galuh Rantai. Oleh karena di sekitar masjid terdapat makam-makam dari sejumlah ulama, pejabat, tokoh masyarakat, dan pendiri dari masjid ini. Singkatnya, makam para Aulia, maka pada 1980 an masjid ini resmi berganti nama menjadi Masjid Jami Aulia yang terus dipakai hinga sekarang.

 

Menurut penuturan KH Dananir sebagai takmir masjid Aulia, dahulu ada utusan dari demak, yaitu Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Kiai Kudung. Mereka berempat pada awalnya ingin membangun masjid di kawasan alas roban. 

 

Saat hendak mendirikan masjid di sana, bahkan sudah membuat fondasi dan tempat wudu. Tetapi muncul petunjuk melalui shalat istikharah yang membuat mereka tahu bahwa area tersebut tidak akan ada penghuninya. Karena itu, mereka pun mengganti lokasi masjid ke daerah Sapuro, yang merupakan bantaran kali kupang.

 

Masjid yang didirikan pada 1035 H atau 1614 M itu diyakini berhubungan dengan Masjid Agung Demak. Pasalnya, kayu-kayu bangunan Masjid Aulia Sapuro ternyata merupakan sisa pembangunan Masjid Agung Demak yang lebih dahulu dibangun pada 1479 M oleh Walisongo.

 

Tampak muka depan dari serambi Masjid Aulia Sapuro Pekalongan yang terlihat kekar dengan ditopang tiang-tiang besar. Serambi masjid bisa dicapai dengan menapaki sejumlah undakan. Di atas atap serambi terdapat sepasang menara pendek yang mengapit tulisan dalam huruf Arab gundul. Di ujung kiri serambi menggantung bedug cukup besar, dengan badan warna hijau. Tak terlihat ada kentongan menemaninya.

 

Masjid dengan panjang 34 meter dan lebar 29 meter ini merupakan masjid tertua di wilayah karesidenan pekalongan. Hal ini dibuktikan dengan adanya empat prasasti yang berada didalam masjid.

 

Dan setiap satu abad atau 100 tahun sekali masjid ini mengalami perbaikan, tetapi tidak banyak mengubah bentuk bangunan aslinya, dan dalam setiap perbaikan selalu ditandai dengan prasasti.

 

1. Perbaikan pertama dilakukan pada 1035 H atau 1614 M
2. Perbaikan kedua dilakukan pada 1143 H atau 1722 M
3. Perbaikan ketiga dilakukan pada 1208 H atau 1787 M
4. Perbaikan keempat dilakukan pada 1208 atau 1884 M
5. Perbaikan kelima dilakukan pada tahun 2010 M

 

Yang menarik dari pesona masjid ini adalah menjadi tempat tujuan ziarah wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini karena di dekat masjid terdapat makam sejumlah makam ulama besar dan tokoh kerajaan, seperti Habib Ahmad Alatas, Habib Hasyim bin Yahya, dan Pangeran Adipati Aryo Notodirjo yang wafat pada 1899 serta bupati Pasuruan Raden Tumenggung Amongnegoro yang wafat pada 1666 yang dimakamkan di Sapuro.

 

Hal yang istimewa dan menarik di Masjid Aulia Sapuro Pekalongan adalah adanya Al-Qur’an berukuran raksasa yang menempel pada dinding ujung sebelah kiri masjid. Al-Qur’an itu berukuran 1,2 x 2 meter, berisi juz 30 yang terdiri atas 17 surat termasuk tambahan surat Al Fatihah, pemberian Mohammad Aswantari pada tahun 1970-an.

 

Al-Qur'an raksasa di Masjid Jami Aulia Pekalongan ini sebetulnya hanya tiruan. Yang asli hilang setelah dipinjam orang. Karena lama tidak dikembalikan si peminjam dan dianggap hilang, maka dibuatlah Al-Qur'an tiruan yang kini menjadi koleksi Masjid Jami Aulia. Al-Qur'an ini ditulis oleh seorang warga Pekalongan bernama Ali, kemudian ditempatkan di masjid pada tahun 2000-an.

 

Keberadaan masjid tua di Kota Pekalongan ini bukan hanya menjadi peninggalan bersejarah islam semata. Melainkan juga menjadi bukti sejarah peradaban Islam di kota batik. Oleh karena itu Masjid Aulia Sapuro ini merupakan cagar budaya yang harus dipelihara bersama, agar anak cucu kita kelak bisa melihat bukti sejarah dari peradaban islam masa lalu di kota tercinta.

 

Arif Dirhamsyah, sejarawan tinggal di Kota Pekalongan  


Fragmen Terbaru