• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Dinamika

Pesantren Al-Badriyyah Mranggen Demak Khatamkan Kitab Fathul Muin

Pesantren Al-Badriyyah Mranggen Demak Khatamkan Kitab Fathul Muin
Pengajian rutin Kitab Fathul Muin di pesantren Al-Badriyah Mranggen, Demak (Foto: Dok)
Pengajian rutin Kitab Fathul Muin di pesantren Al-Badriyah Mranggen, Demak (Foto: Dok)

Demak, NU Online Jateng
Setelah berlanjut secara istiqamah setiap bakda Subuh selama kurang lebih empat tahun, pengajian kitab Fathul Muin di Pesantren Al-Badriyyah Mranggen, Kabupaten Demak akhirnya khatam pada Kamis (31/3).


Pengajian kitab Fathul Muin bertempat di Mushala Pesantren ini dibaca Ahmad Dliya’uddin Zabidi yang juga sebagi Pengawas Pesantren Al-Badriyyah 2 Rayungkusuman, Mranggen diikuti oleh santri kelas Madrasah Aliyah dan santri huffadz Pesantren Al-Badriyyah Suburan Mranggen.


Selaku pembimbing pengajian kitab, Ahmad Dliyauddin Zabidi bersyukur dapat mengkhatamkan kitab Fathul Muin walaupun melalui berbagai macam hambatan dan rintangan dalam mengkaji kitab ini seperti adanya pandemi Covid-19 dua tahun lalu.


“Alhamdulillah, bersama-sama dengan para santri kita dapat mengkhatamkan kitab Fathul Muin ini walaupun beberapa kali libur karena santri pulang di awal-awal pandemi,” ucapnya.


Dirinya mengungkapkan, Kitab Fathul Muin masuk dalam fan (mata pelajaran) fiqih untuk santri tingkat menengah, biasanya setelah khatam kitab Fathul Qorib.


“Bila Fathul Qorib hanya berisi fasal (pembahasan pokok), maka di Fathun Muin selain ada fasal, juga dilengkapi far’un, mas’alah, tanbih, khatimah, dan tatimmah. Itu artinya, Fathul Muin menjelaskan fiqih secara panjang lebar, lebih dari sekadar konsep-konsep dasar fiqih,” jelasnya.


Menurutnya, kitab ini mengandung banyak jebakan. Siapa yang membacanya tanpa memperhatikan kata demi kata yang berbaris di dalamnya dengan jeli, akan keliru memahaminya. Kadang-kadang dalam satu rangkaian kalimat, maudhu (subjek) dan ma’mul (predikat) tidak berada di satu halaman yang sama.


Kerumitan-kerumitan dalam memahami Fathul Muin lanjutnya, biasanya akan terurai dengan membaca hasyiyahnya. Di antara hasyiyahnya yang paling terkenal adalah kitab I’anatu ath-Thalibin karya as-Sayyid al-Bakri. 


“Bahkan di pesantren ada ungkapan  ‘membaca Fathul Muin tanpa membaca I’anatu ath-Tholibin, niscaya akan kesasar’. Insyaallah nanti kita akan lanjutkan dengan kitab tersebut,” jelasnya.


Salah seorang santri senior Hasyim Ahmad kepada NU Online Jateng, Ahad (3/4) menjelaskan, banyak sekali keunggulan yang dimiliki oleh kitab Fathul Muin yang hingga sekarang setelah melewati beberapa abad, masih dikaji di banyak pesantren di Indonesia. 


“Contoh-contoh permasalah fiqih waqi’iyyah yang ditampilkan di dalam Fathul Muin banyak sekali yang masih relevan di masyarakat Indonesia saat ini,” tuturnya.


Sedangkan Abdul Fattah, santri asal Semarang mengungkapkn rasa bahagianya bisa mengikuti khataman Kitab Fathul Muin bersama teman santri lainnya. “Saya sangat berbahagia dan senang hari ini. Semoga kami semuanya dapat berkahnya muallif kitab Fathul Muin,” harapnya. 


Fathul Muin adalah kitab syarah (komentar) atas kitab Qurrotul Ain. Uniknya, pengarang kedua kitab itu adalah satu orang yang sama. Sang pengarang itu bernama Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin bin Ali al-Ma’bari al-Malibari al-Fanani al-Syafi’i. Di bagian akhir kitab Fathul Muin tanggal kitab tersebut selesai ditulis pada 24 Ramadhan 982 H. Jadi, dapat dipastikan beliau adalah ulama yang hidup di abad ke-10 hijriah.


​​​​​​​Pengirim: Abdul Ghoffar


Dinamika Terbaru