• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 19 Mei 2024

Dinamika

Menelisik Kegiatan Keagamaan di Tiongkok, Ini Pengamatan PCINU Tiongkok

Menelisik Kegiatan Keagamaan di Tiongkok, Ini Pengamatan PCINU Tiongkok
Potret kebersamaan masyarakat muslim di Tiongkok. (Foto: Istimewa)
Potret kebersamaan masyarakat muslim di Tiongkok. (Foto: Istimewa)

Semarang, NU Online Jateng

Menelisik bagaimana kehidupan di Tiongkok merupakan suatu hal yang menarik. Sebab, selama ini masyarakat dijejali oleh kabar komunisme tak berketuhanan yang bahkan anti terhadap aktivitas keagamaan.

 

Ihwal inilah yang coba dijelaskan oleh Wakil Katib Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok Sugiarto Pramono yang mengambil gelar Doktor pada jurusan Politik Internasional di Shandong University, Kota Jinan, Provinsi Shandong saat ditemui redaksi NU Online Jateng.

 

"Tiongkok mayoritas komunis, bukan berarti tidak religius. Faktanya mereka beragama dan sangat religius,” kata Pramono, Senin (16/11).


“Ada banyak agama yang dianut oleh masyarakat Tiongkok, terutama agama besar seperti Hindu, Budha, Islam, Katolik, dan Kristen," tambahnya.

 

Meski demikian, menurutnya mencari makanan yang halal tidak semudah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena umat Islam harus mencari restoran yang tertera tulisan halal, dan itu jumlahnya tidak banyak. Karena itu, bagi mahasiswa yang baru datang harus mencari restoran atau tempat-tempat makanan halal sambil menikmati wisata yang ada.

 

"Kita sangat terbantu adanya label halal di restoran. Biasanya di akhir pekan kita manfaatkan untuk jalan-jalan sekaligus memetakan restoran halal yang bisa dijadikan langganan," ungkap Dosen Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) ini.

 

Salah satu potret kebersamaan warga muslim di Tiongkok. (Foto: Istimewa)

 

Dijelaskan, sebagaimana negara-negara maju, Pemerintah Tiongkok menerapkan kebijakan kebebasan beragama, akan tetapi hal tersebut merupakan wilayah privat atau pribadi. "Masyarakat bebas menjalankan agama, namun tidak bisa memaksa orang lain untuk memeluk dan menjalankan suatu agama," urainya.

 

Peribadatan bisa dengan leluasa dilakukan di rumah ibadah seperti Masjid, Gereja, dan sebagainya. Akan tetapi tidak bisa dilakukan di fasilitas umum. "Jangan beribadah di tempat umum, sebab tidak seperti di Indonesia yang bisa Shalat Ied di jalan atau lapangan, atau tiba waktunya terus shalat di sudut-sudut tempat fasilitas publik," ujarnya.

 

Pun demikian dengan aktivitas dakwah keagamaan seperti peringatan hari besar keagamaan dilakukan secara pribadi atau berkelompok di rumah ibadah. Maka tidak ada izin khusus karena itu memang tempat yang dikhususkan untuk kegiatan peribadatan. Menariknya, ritual tahunan menjadi destinasi wisata seperti Shalat Ied.

 

"Masyarakat Tiongkok berkunjung untuk sekedar menyaksikan Shalat Ied. Bahkan sebelum Shalat Ied ada seremonial sambutan dari Pemerintah setempat dan juga foto bersama. Shalat Ied menjadi semacam wisata religi yang hanya terjadi setahun sekali," bebernya.

 

Peran penting kader NU di Tiongkok

Hal senada diungkapkan Itsna Rachma Fitriani, kader Nahdlatul Ulama (NU) Kota Semarang yang belajar di Jiangxi University of Finance and Ekonomic, Kota Nanchang Provinsi Jiangxi, Tiongkok. Kepada NU Online Jateng ia mengatakan bahwa kader NU memiliki peran penting dalam menginformasikan hal ihwal tentang Islam di Tiongkok, juga sebaliknya. Salah satunya klarifikasi penting tentang beredarnya kabar Islam tertindas, masjd yang dihancurkan, dan sebagainya.

 

"Orang Indonesia kan menganggap Islam di China ditindas, kader-kader NU berperan banget menyampaikan informasi yang faktual, baik lewat seminar atau lewat tulisan," ucap gadis yang pernah ngetren sebagai vokalis andalan Jam'iyyatul Qurra' wal Huffadz (JQH) Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang (sekarang UIN Walisongo).

 

Bahkan, beberapa kegiatan NU juga digelar PCINU Tiongkok. Disebut di antaranya adalah acara Nihao Ramadhan, lomba Hari Santri, ngaji sebulan sekali, mengumpulkan dan menyalurkan zakat fitrah, dan sebagainya.

 

Berkebalikan dengan Pramono, putri pasangan aktivis Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Muslimat NU Kota Semarang ini justeru mengaku banyak menemukan restoran halal. "Restoran halal banyak, terutama punyanya orang Xinjiang atau lanzhou, sebab muslim terbanyak ada di dua daerah itu," jelasnya.

 

Selain itu, banyak pula makanan instan yang berlabel halal, salah satunya labelnya Haoyue. Haoyue itu produk halal terbesar. "Pokoknya gak sesulit yang dibayangkan, biasanya paling mudah kita lihat makanan kemasan 清真 itu artinya halal, dan hampir di setiap kampus ada resto muslim," jelasnya.

 

 

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Editor: Ahmad Hanan


Dinamika Terbaru