• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 19 Mei 2024

Dinamika

Piagam Watugong, Merangkai Agama dalam Kebinekaan

Piagam Watugong, Merangkai Agama dalam Kebinekaan
FKUB berfoto bersama usai acara yang menghasilkan Piagam Watugong di Vihara Watugong Semarang, Jawa Tengah. (Foto: NU Online Jateng/Rifqi Hidayat)
FKUB berfoto bersama usai acara yang menghasilkan Piagam Watugong di Vihara Watugong Semarang, Jawa Tengah. (Foto: NU Online Jateng/Rifqi Hidayat)

Semarang, NU Online Jateng

Merawat kerukunan antar pemeluk agama harus dilakukan untuk menjaga iklim demokrasi dan kedamaian hidup di negara yang plural. Piagam Watugong berusaha merangkai kehidupan beragama sebagai bagian dari kebinekaan di Indonesia. Melalui piagam tersebut, elemen aktivis Nahdlatul Ulama (NU) berjuang di dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jateng.

 

"Kami sudah siapkan Gerakan Silaturrahmi dan Solidaritas Kebangsaan (GASSIK) di Jawa Tengah. Ini merupakan kelanjutan dari Piagam Watugong," kata Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) KH Taslim Syahlan kepada NU Online Jateng, Senin (16/11).

 

Dijelaskan, Piagam Watugong yang disepakati di Vihara Watugong Semarang, Jawa Tengah merupakan buah dari adanya kesadaran bersama untuk mengakomodir elemen organisasi dan aliran yang tidak bisa diakomodir oleh FKUB.

 

"Ada banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan aliran penghayat kepercayaan yang harus digandeng untuk berkegiatan bersama, menggerakkan umatnya agar hidup berdampingan secara damai sebagai sesama warga negara (Indonesia)," ungkapnya.

 

Penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME difasilitasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sementara FKUB difasilitasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Namun menurut Taslim golongan penghayat merupakan bagian dari keragaman agama di Indonesia.

 

"Mereka ini mungkin agama yang original dari Nusantara ini sebelum mengenal agama-agama yang ada saat ini. Kita perlu menghargai hal itu sebagai kearifan lokal, jadi harus diakomodir," urainya.

 

Penyerahan Piagam Watugong kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam acara Deklarasi Cinta Damai di Mapolda Jawa Tengah. (Foto: NU Online Jateng/Rifqi Hidayat)

 

Piagam Watugong diserahkan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo acara Deklarasi Cinta Damai yang digelar Kepolisian Daerah (Polda) Jateng di Mapolda Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu, Ganjar hanya mengatakan terima kasih sembari tersenyum dan mengacungkan jempol.

 

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat memimpin Kirab Kebangsaan Merah Putih di Lapangan Pancasila, kawasan Simpang Lima, Kota Semarang mengatakan, toleransi antar umat beragama berupa sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan sudah ada sejak zaman nabi serta Wali Songo.

 

"Keberagaman itu sudah menjadi sunatullah, kebinekaan di Tanah Air sudah termaktub di lauhul mahfudz. Maka, para ulama telah mewanti-wanti, dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu," kata Ganjar kala itu di hadapan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Wakil Gubernur Jateng KH Taj Yasin Maimoen dan sejumlah tokoh lintas agama Jawa Tengah.

 

Bahkan, Ganjar mengisahkan toleransi yang dicontohkan oleh Rasulullah. "Bahkan, karena luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau seminggu tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi dengan suapan yang sangat lembut, padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah," ujarnya.

 

Ganjar juga mengatakan Sunan Kudus telah memberikan contoh toleransi dalam dakwahnya menyebarkan Islam di tanah Jawa, khususnya di daerah Kudus, Jawa Tengah. "Semua tahu, jika membicarakan perpaduan agama dan budaya, Sunan Kalijaga adalah ahlinya, juga Kanjeng Sunan Kudus yang demi menghormati orang Hindu, beliau melarang muridnya untuk menyembelih sapi," ungkapnya.

 

Ganjar berharap dengan adanya kirab kebangsaan ini, akulturasi agama dan budaya bisa menjadi semangat untuk memperkukuh kebangsaan. "Mudah-mudahan pawai ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kirab dengan peserta yang berbeda-beda suku, agama, ras, dan golongan ini makin menyadarkan bahwa bangsa ini beragam namun tetap satu," pungkasnya.

 

 

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat

Editor: Ahmad Hanan


Dinamika Terbaru