Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagai penyucian jiwa dan bentuk kepedulian sosial menjelang Idul Fitri. Zakat ini diberikan kepada yang berhak menerimanya, yang disebut delapan asnaf, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an (QS. At-Taubah: 60). Di antara mereka adalah amil zakat, yaitu orang yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Peran amil sangat penting agar zakat fitrah dapat tersalurkan dengan baik dan memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Dalam beberapa kitab fiqih misalnya kitab dasar seperti Fathul Qarib disebutkan bahwa Amil merupakan petugas yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengumpulkan zakat dari para muzakki dan menyalurkannya kepada mustahiq yang berhak menerimanya.
Baca Juga
Kapan Zakat Fitrah Dibayarkan?
وَالْعَامِلُ مَنِ اسْتَعْمَلَهُ الْإِمَامُ عَلَى أَخْذِ الصَّدَقَاتِ وَدَفْعِهَا لِمُسْتَحِقِّيهَا
Artinya: “Amil adalah orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk menarik zakat dan menyalurkannya kepada yang berhak menerima”( Abu Abdullah Syams al-Din Muhammad bin Qasim al-Gazzi, Fath al-Qarib al-Mujib, [Beirut: Darul-Hazm: 2005] halaman. 133.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa seseorang tidak dapat disebut sebagai amil zakat jika tidak diangkat oleh pemerintah, melainkan hanya dianggap sebagai panitia zakat yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat. Amil berhak menerima bagian dari zakat sebagai upah atas pekerjaannya, sedangkan panitia zakat tidak memiliki hak tersebut.
Baca Juga
Zakat sebagai Ibadah Sosial
Masalah yang sering muncul adalah banyak pihak yang mengumpulkan zakat dari muzakki dan mengklaim diri sebagai amil, bahkan mengambil bagian dari zakat yang dikumpulkan atas nama amil. Fenomena ini sering terjadi di berbagai masjid, sekolah, dan lembaga lainnya. Pertanyaannya, apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan? Pada dasarnya, zakat dapat dikelola oleh siapa saja, baik amil resmi maupun panitia zakat.
Namun, karena zakat merupakan ibadah, pengelolaannya harus mengikuti ketentuan syariat agar tetap sah. Jika ketentuan tersebut diabaikan, dikhawatirkan zakat yang dikelola menjadi tidak sah dan berpotensi menimbulkan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.
Panitia zakat yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat tidak termasuk dalam kategori amil yang berhak menerima bagian dari zakat. Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak berwenang yang mewakili pemerintah dalam urusan zakat. Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat tiga jenis pengelola zakat, yaitu: pertama, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten. Kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah mendapatkan izin dari BAZNAS, misalnya di lingkungan Nahdlatul Ulama ada LAZISNU dan ketiga, pengelola zakat perseorangan atau kelompok masyarakat di wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, namun tetap diakui oleh BAZNAS atau LAZ kabupaten.
Syaikh Mahfudz Termas dalam Hasyiah At-Tarmasi menjelaskan sebagai berikut:
قَوْلُهُ وَالْعَامِلُوْنَ عَلَيْهَا أَيْ الزَّكَاةِ يَعْنِى مَنْ نَصَبَهُ الْإِمَامِ فِى أَخْذِ الْعُمَالَةِ مِنَ الزَّكَوَاتِ….إلى أن قال….وَمُقْتَضَاهُ أَنَّ مَنْ عَمِلَ مُتَبَرِّعًا لاَيَسْتَحِقُّ شَيْئًا عَلىَ الْقَاعِدَةِ
Artinya: “Amil zakat ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menarik harta zakat.....Menurut tuntunan redaksi pengarang, sesungguhnya orang yang melaksanakan tugas menarik zakat secara tabarru’ (sukarelawan) maka tidak masuk dalam sebuah kaidah/peraturan di atas” (Muhammad Mahfudz At-Turmusi, Hasyiah At-Tarmasi, [Jedah, Darul Minhaj: 2011] jilid. Halaman 404)
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa seseorang yang bekerja secara sukarela tanpa diangkat oleh pemerintah tidak berhak menerima bagian zakat sebagai amil. Mengambil zakat dengan mengatasnamakan amil tanpa status yang sah dianggap sebagai tindakan yang tidak adil dan dapat menyebabkan zakat seseorang menjadi tidak sah.
Dalam hal ini, panitia zakat berperan sebagai perwakilan muzakki, sedangkan amil adalah perwakilan mustahiq. Jika zakat diserahkan kepada amil yang sah, maka kewajiban zakat muzakki dianggap telah terpenuhi. Sebaliknya, jika zakat diberikan kepada panitia zakat, kewajiban muzakki belum gugur hingga panitia tersebut benar-benar menyalurkannya kepada mustahiq. Hal ini karena panitia zakat bukanlah amil secara syar’i, melainkan hanya bertindak sebagai perantara untuk menyalurkan zakat kepada yang berhak.