Nazlal Firdaus Kurniawan
Penulis
Kendal, NU Online Jateng
Perjuangan perempuan Indonesia tidak pernah berhenti pada halaman-halaman sejarah. Raden Ajeng Kartini telah meletakkan tonggak awal tentang pentingnya pendidikan dan kemerdekaan berpikir bagi kaum perempuan. Dalam surat-suratnya, Kartini menginginkan perempuan Jawa bangkit, tidak hanya sebagai pendamping, tetapi juga sebagai pelaku perubahan. Semangat itu kini banyak diwarisi oleh generasi perempuan muda Nahdlatul Ulama yang terus bergerak, mencerdaskan, dan memberdayakan masyarakat.
Di antara banyak kisah perempuan inspiratif itu, ada dua nama yang menarik perhatian di Kabupaten Kendal, tepatnya di Kecamatan Ringinarum: Budi Lestari dan Budi Rahayu. Mereka bukan hanya saudari kembar secara lahir, tetapi juga “kembar” dalam semangat perjuangan di jalan Nahdlatul Ulama, khususnya melalui Fatayat NU. Silih berganti memimpin, saling mengisi, dan saling menguatkan, mereka menjadi simbol estafet perjuangan perempuan muda di akar rumput.
Awal Kiprah: IPPNU dan Tantangan di Era Pemekaran
Budi Lestari dan Budi Rahayu lahir pada 26 Agustus 1980 di Desa Tejorejo dari pasangan Suradi dan Jamiah. Masa muda mereka diwarnai dengan semangat mengabdi melalui Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Kala itu, wilayah Ringinarum masih bergabung dengan Kecamatan Gemuh. Namun pemekaran wilayah tak menjadi halangan. Justru, keduanya tampil sebagai kader awal yang membangun pondasi organisasi di kecamatan baru.
Bu Tari, sapaan akrab Budi Lestari, sejak dini menunjukkan semangat menonjol dalam keorganisasian. Ia menapaki proses kaderisasi dengan mengikuti Makesta, Lakmud, hingga Lakut. Sementara sang kembaran, Bu Tayu (Budi Rahayu), meski awalnya tampak lebih tenang, kemudian tumbuh menjadi figur organisatoris yang andal—mewarisi peran saat saudari kembarnya saat melanjutkan kuliah di Purwokerto.
Masa itu penuh tantangan. Mayoritas warga Ringinarum adalah petani, dan di musim tanam tembakau para remaja lebih banyak membantu keluarga. Kegiatan “nganjang” (menata tembakau untuk dijemur) bahkan berlangsung hingga malam. Namun kader IPNU-IPPNU tak menyerah. Mereka membentuk Tim Gentayangan, tim gerilya yang menyapa langsung para remaja, mengajak bergabung ke organisasi. Perlahan, kepercayaan masyarakat pun tumbuh.
Usai menyelesaikan studi, Bu Tari kembali aktif di Fatayat NU. Ia menjadi Ketua Ranting Tejorejo selama dua periode (2017–2023), membentuk enam anak ranting baru, dan menjadi pengganti ideal di berbagai kegiatan PAC Fatayat Ringinarum saat sang kembaran, Bu Tayu, menjabat sebagai ketua dua periode (2015–2023).
Keduanya saling menopang. Dalam kegiatan Fatayat, Bu Tari tak segan turun tangan ketika pengurus lain belum siap tampil. Ia juga dipercaya mewakili Ringinarum dalam ajang Miss Fatayat NU Kendal tahun 2015. Meski tampil sederhana dan awalnya enggan dirias, ia memenangkan lomba berkat penguasaannya dalam bidang pendidikan, sesuai profesinya sebagai pendidik.
Pada Konferensi VI PAC Fatayat NU Ringinarum, Minggu, 18 Februari 2024 di MDTU NU Miftahul Huda Pagerdawung, nama Budi Lestari kembali dipercaya memimpin. Dari 12 ranting yang hadir, semuanya secara aklamasi menunjuk Bu Tari sebagai Ketua PAC periode 2024–2028. Sebuah bentuk kepercayaan yang tumbuh dari rekam jejak panjangnya.
Harmoni di Rumah, Harmoni di Organisasi
Menariknya, rumah kedua saudari kembar ini hanya terpaut beberapa rumah saja. Tak jarang rumah mereka menjadi pusat diskusi dan konsolidasi kader-kader NU di Ringinarum. Kolaborasi yang terjalin tak hanya dalam struktur organisasi, tetapi juga dalam irama kehidupan sehari-hari.
Bu Tayu menikah dengan Saikhul Huda, sahabat seperjuangan sejak IPNU-IPPNU, dan dikaruniai dua anak: Daffa Zulfikar Fahmi dan M. Faiq Murtaja. Sementara Bu Tari menikah dengan Arief Rakhman Muttaqien, anggota KPU Kendal. Meski suaminya bukan aktivis, ia memberikan dukungan penuh selama tanggung jawab istri sebagai ibu rumah tangga tetap terjaga. Bu Tari dikaruniai tiga anak: Azmi Haydar Arrazi, Fakhry Hanifan Assidqi, dan Zaya Faisal Akhsani.
Bagi keduanya, organisasi bukan sekadar tempat berkegiatan, tetapi medan pengabdian. Mereka berpesan kepada kader-kader muda NU agar terus berperan, berkontribusi, dan mengikuti kaderisasi secara utuh. “Agar ketika suatu saat kita diamanahi, kita sudah siap dan syaratnya sudah terpenuhi,” ujar Bu Tari penuh keyakinan.
Seperti Kartini yang tak pernah berhenti menulis dalam keterbatasan, si kembar Ringinarum ini terus bergerak dalam diam, membentuk masa depan yang lebih cerah bagi Fatayat dan masyarakat sekitarnya.
Penulis: Nazlal Firdaus Kurniawan
Pengurus LTN PWNU Jawa Tengah 2024-2029
Terpopuler
1
PCNU Purworejo Masa Khidmat 2024-2030 Resmi Dilantik, PBNU Tekankan Dua Khidmah NU: Diniyah dan Wathoniyah
2
PC IPNU IPPNU Kudus Masa Khidmat 2024-2026 Resmi Dilantik, Siap Cetak Pelajar Visioner dan Berkarakter
3
PCNU Pati: Kebijakan Lima Hari Sekolah Jangan Matikan TPQ dan Madin
4
Program Kambing Bergulir LAZISNU Pati Resmi Diluncurkan, Margorejo Jadi Lokasi Perdana
5
Badko LPQ Kabupaten Tegal Gelar Workshop Kurikulum Perdana di Kecamatan Talang
6
RMI PCNU Temanggung Matangkan Sinergi Program, Usung Visi Pesantren Maju, Modern, dan Maslahat
Terkini
Lihat Semua