• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 19 April 2024

Regional

Polemik SE Menag, Akademisi IAIN Kudus: Tanggapi dengan Cerdas dan Santun

Polemik SE Menag, Akademisi IAIN Kudus: Tanggapi dengan Cerdas dan Santun
Akademisi IAIN Kudus H Kisbiyanto (Foto: Dok)
Akademisi IAIN Kudus H Kisbiyanto (Foto: Dok)

Kudus, NU Online Jateng
Surat Edaran (SE) No 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala oleh Menteri Agama RI H Yaqut Cholil Qoumas mendapat respons yang beragam. 


Setidaknya ada 2 respons yaitu pihak yang menerima SE dengan baik karena pengaturan memang diperlukan sebagai penataan untuk harmoni sosial. Pihak yang menolak karena pengaturan itu dianggap tidak perlu dan biar masyarakat saja yang mengatur penggunaan pengeras suara, dan pihak yang mempolitisasi atas SE tersebut sehingga ada kesan kontroversi dan membahayakan kehidupan beragama di Indonesia.


Terkait dengan SE tersebut akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus H Kisbiyanto menyatakan, muslimin di Indonesia sudah dinobatkan sebagai umat muslim terbesar di dunia. Sudah sepatutnya bersikap cerdas dan santun dalam berbagai hal, termasuk dalam merespons SE Menag No 05/2022 tersebut. 


“Cerdas berarti menggunakan ilmu yang  berisi teori dan kaidah-kaidah kebenaran dengan akal dan pikiran supaya sikap dan perilaku kita menjadi benar, atau setidaknya tidak asal-asalan alias ngawur dalam berkata, bersikap, dan bertindak," ujarnya. 


"Saya berharap masyarakat yang menolak silakan baca dengan seksama isi dari SE tersebut, jangan terburu-buru terhanyut oleh isu yang dikontoversialkan,” sambung dosen program pascasarjana IAIN Kudus ini. 


Menurutnya santun berarti kebenaran yang kita perjuangkan melalui pikir, sikap, dan tindakan itu harus dihiasi oleh akhlak yang mulia. “Jangan sedikit pun kita lengah untuk selalu berakhlak sebagaimana Rasul Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak,” terangnya kepada NU Online Jateng, Senin (7/3).  


Dikemukakan, SE bukanlah yang pertama, jauh di masa lalu 17 Juli 1978 sudah pernah ada Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/I/78 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. 


“Jadi, perdebatan SE itu boleh saja, tetapi jangan lupa bahwa itu bukan hal baru dan bukan pula Islam di Indonesia ini sedang dalam bahaya atas SE itu. Sebaliknya, muslim terbesar di Nusantara ini harus move on untuk memperjuangkan kemajuan umat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan, dan kemuliaan akhlak,” lanjut Sekretaris PCNU Kudus ini. 


Dirinya mengimbau dan mengajak untuk mengakhiri mengumbar kata-kata jorok seperti ada orang yang mengupload video melafalkan adzan diikuti suara anjing menggonggong dari suaranya dia sendiri karena itu akan menghinakan keislaman sendiri. 


“Juga tidak perlu lagi mengumbar kata-kata penistaan agama karena ada SE itu sama sekali tidak ada larangan untuk menggunakan pengeras suara, yang ada hanya pengaturannya,” pungkasnya.


Kontributor: Syaiful Mustaqim
Editor: M Ngisom Al-Barony
 


Regional Terbaru