• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 1 Mei 2024

Regional

Akademisi Undip: Pendidikan Pesantren Lebih Unggul

Akademisi Undip: Pendidikan Pesantren Lebih Unggul
Dosen FISIP Undip Hendra Try Ardianto (tengah) saat menjadi narasumber Suluk Senen Pahingan di MA Al-Wathaniyah (Foto: NU Online Jateng/Rifqi)
Dosen FISIP Undip Hendra Try Ardianto (tengah) saat menjadi narasumber Suluk Senen Pahingan di MA Al-Wathaniyah (Foto: NU Online Jateng/Rifqi)

Semarang, NU Online Jateng
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Hendra Try Ardianto menyebut, pendidikan pesantren memiliki keunggulan dalam memberikan manfaat lebih bagi masyarakat ketimbang pendidikan formal perguruan tinggi. 

 

"Orientasi pendidikan pesantren lebih bersifat aksiologi sedangkan pendidikan di perguruan tinggi hanya berkutat pada teori. Mahasiswa hanya diajarkan tentang epistemologi dan ontologi,"  kata Hendra saat menjadi narasumber Suluk Senen Pahingan di Pendopo Madrasah Aliyah (MA) Al-Wathaniyah Bugen, Pedurungan, Kota Semarang, Ahad (17/10).

 

Dikatakan, tidak heran lulusan pesantren itu mengurusi dari bayi lahir, bahkan belum lahir sampai orang mati. Dari titik ini, menurutnya pendidikan pesantren menunjukkan efektif dalam perspektif moral. 

 

"Berbeda dengan perguruan tinggi, semakin tinggi dia belajar maka semakin kecil lingkupnya, dan membuat jarak semakin lebar dengan masyarakat," urainya.

 

Dijelaskan, jarak yang ia maksud yakni terkait penggunaan istilah kebahasaan yang semakin sulit masyarakat pahami. Dalam kesempatan itu, Hendra juga mengungkapkan tabiat orang yang ingin menjadi penguasa di level apapun. Tidak merujuk pada jabatan kepala negara, menteri, kepala daerah, rektor, dan sebagainya. Kekuasaan akan bermuara pada kepentingan pribadi dan kelompoknya. 

 

"Uang negara pasti akan diambil untuk kepentingan pribadinya, kepentingan kelompoknya. Sejak dulu selalu begitu. Orang mengelola negara pasti ingin mengambil keuntungan dari negara," ujarnya.

 

Dirinya mencontohkan, setelah Soekarno lengser dari kursi Presiden Republik Indonesia (RI), dalam waktu tidak lebih dari 3 bulan terjadi konferensi antarnegara yang berujung dengan munculnya sejumlah peraturan perundangan. Dari investor yang merugikan negara datang. 

 

"Setelah itu ada freeport. Kita gak kebayang kalau ini (PT Freeport Indonesia) jadi milik kita (negara) betapa kerennya. Hal serupa terjadi setelah pelengseran Gus Dur (KH Abdurrahman Wachid)," urainya.

 

Mahasiswi aktivis Walhi Jateng Aditya Primadira juga merefleksikan tentang keserakahan manusia. Perempuan yang akrab disapa Dira itu menyontohkan adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan sawit, lahan produktif menjadi pemukiman, dan sebagainya. Hal itulah yang menurut dia menjadi penyebab berbagai virus bermutasi dan berkembang. 

 

"Di luar itu takdir Tuhan, keangkuhan manusialah yang menyebabkan pandemi covid ini terjadi," ungkapnya.

 

Meski begitu lanjutnya, masyarakat masih mengabaikan pelestarian lingkungan. Bahkan, pendidikan pun tidak ramah terhadap masyarakat dalam hal adanya komersialisasi pendidikan dengan ragam fasilitas dan prospek yang menjanjikan. Dia sebut adanya kasus mahasiswa yang meminta keringanan biaya pendidikan sebagai dampaknya.

 

"Kita tidak banyak belajar, bagaimana pendidikan kita masih bersifat komersial, komersialisasi pendidikan masih tetap terjadi," tukasnya.

 

Dira juga menyoroti kader Nahdlatul Ulama (NU) yang lebih efektif daripada mahasiswa yang lebih efektif bergerak di masyarakat. Dia sebut kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang berbasis pelajar. 

 

"Kader-kader IPNU-IPPNU yang ada di daerah lebih bisa memberikan dampak kepada masyarakat karena berada di akar rumput," ujarnya.

 

Sebagai informasi, Suluk Senen Pahingan merupakan kegiatan yang diprakarsai para seniman dan budayawan yang mengikuti pengajian rutin Al-Hikam di Pesantren Al-Itqon. Kegiatan yang terselenggara untuk keempat kalinya ini mengangkat tema 'Pandemi Momentum Berefleksi'.

 

Pengasuh Pesantren Al-Itqon KH Ubaidillah Shodaqoh yang juga Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mengatakan, visi yang dia emban sama dengan para narasumber yakni langsung berinteraksi dengan masyarakat. 

 

"Visinya sama dengan yang kami bangun di masyarakat bawah. Jadi bagaimana NU ini bergerak tidak hanya mengurusi seremonial di kalangan atas, tapi mengurusi langsung di maayarakat bawah," ungkapnya.

 

Ubaidillah juga merasakan keresahan yang sama di dunia pendidikan yang terus membenahi sistem dan layanan fasilitas. "Sekarang ini sudah tidak ada tukang sapu sekolah, bagaimana memberikan pendidikan yang menyentuh anak untuk peduli lingkungan? Saat ini, pendidikan itu murni berorientasi pada prospek orientasi kerja. Bahkan, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pun hanya menghasilkan tenaga kerja bagi investor," keluhnya.

 

Untuk itu dirinya pun berharap para narasumber dapat terus bergerak dan memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. "Kami harap adik-adik yang ada di depan (narasumber) ini bisa terus menularkan virus-virus yang bagus kepada teman-teman. Karena yang bakal jadi pemimpin itu tidak mungkin dari kami kalangan pesantren, santri itu tidak dicetak untuk jadi kepala dinas atau mengisi jabatan-jabatan tertentu di kepemerintahan," pungkasnya.

 

Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
Editor: M Ngisom Al-Barony
 


Regional Terbaru