• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 3 Mei 2024

Opini

Menyiapkan Santri sebagai Agen Perubahan

Menyiapkan Santri sebagai Agen Perubahan
Santri milenial (NU Online)
Santri milenial (NU Online)

Agen perubahan atau yang sering dikenal dengan Agent of Change adalah orang-orang yang bertindak sebagai pemicu terjadinya sebuah perubahan. Perubahan yang dimaksud di sini bisa berupa hal positif atau juga bisa berupa hal negatif. Ada yang menjadikan dunia lebih baik dan ada juga yang menjadikan dunia lebih buruk.

 

Mahasiswa sering disebut sebagai agen perubahan. Kenapa mahasiswa disebut agen perubahan? Di Indonesia, hal ini berawal dari adanya aksi terbesar yang terjadi di negeri ini, yaitu upaya untuk melengserkan Rezim Orde Baru. Aksi yang terjadi pada tahun 1998 ini dipelopori dan bahkan dilakukan oleh mahasiswa.

 

Beberapa hari lalu, mahasiswa Indonesia kembali melakukan aksi menolak UU Omnibus Law. Tak hanya terjun ke jalan, mahasiswa juga melakukan aksi di media sosial dengan tagar “Mosi Tidak Percaya”. Banyak mahasiswa yang mengikuti aksi, namun, banyak pula dari mereka yang sekadar ikut-ikutan dalam aksi tersebut. Mereka tidak tahu tujuan aksi, bahkan berdalih asal ramai, memberi dukungan moral kepada sesama mahasiswa, dan parahnya mereka ikut terpancing dengan sikap anarkis yang di lakukan oleh (mungkin) bukan  mahasiswa. Mahasiswa yang seperti ini justru bisa merusak bangsa, karena mudah terprovokasi.

 

Mahasiswa yang disebut juga sebagai kaum intelektual seharusnya memiliki jiwa yang kritis. Kritis terhadap negara, kritis terhadap diri sendiri, dan kritis terhadap apa pun yang ada di sekitarnya. Selain kritis, mahasiswa juga harus memiliki solusi untuk masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang ada di sekitarnya.

 

Apakah yang bisa menjadi agen perubahan itu hanya mahasiswa? Tidak. Agen perubahan bukan hanya mahasiswa. Santri juga bisa disebut agen perubahan. Selain belajar tentang ilmu-ilmu agama, santri juga mempelajari ilmu-ilmu umum. Harus diakui, banyak tokoh di negeri ini yang lahir dari perut pesantren.
Dewasa ini banyak pondok pesantren yang mengajarkan tentang teknologi kepada santri-santrinya. Selain teknologi, bahasa asing juga menjadi bahasa keseharian bagi santri di pondok modern. Bahkan mahasiswa bisa “kalah” berbahasa asing dengan santri.

 

Hal ini juga terjadi di pondok pesantren salaf, yaitu pesantren yang masih kental dengan tradisi pesantren cara “kuno”, baik literasi maupun sistem pengajarannya.. Pesantren salaf mengajarkan para santrinya kitab kuning. Kitab kuning inilah yang menjelaskan banyak hal, termasuk di antaranya ilmu politik politik, ekonomi, keluarga.

 

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang santri yang mampu melakukan perubahan di Indonesia. Banyak perubahan yang terjadi di Indonesia ketika masa kepemimpinannya. Tak hanya Gus Dur, ada juga KH Ma’ruf Amin, yang kini Wakil Presiden RI, dan tokoh-tokoh lain yang produks dari pesantren. Ini bukti bahwa santri juga mampu disebut agen perubahan layaknya mahasiswa.

 

Syubbannul yaum rijalul ghod”, sebuah maqolah yang berarti “pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan”. Dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa yang memimpin bangsa di masa mendatang adalah pemuda saat ini. Pemuda saat ini bukan hanya mahasiswa, ada para santri yang juga bisa disebut pemuda. Santri ada di dalamnya. Dan hakikatnya mereka siap untuk melakukan perubahan menuju kebaikan.

 

Karenanya elok sepertinya jika saat ini kita sudah menyiapka diri sebagai agen perubahan. memperdalam ilmu adalah sebuah keniscayaan. Sehingga terwujudnya baldatun thoyyibatun bukan sekadar mimpi. Semoga.

 

Naila Daris Salamah, Santri Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang
 


Opini Terbaru