• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Opini

Harlah 53 Kopri: Dari Perjuangan Kesetaraan, Menuju Pemberdayaan Kompetensi

Harlah 53 Kopri: Dari Perjuangan Kesetaraan, Menuju Pemberdayaan Kompetensi
salah satu kegiatan KOPRI PMII di Jawa Tengah. (dok. website KOPRI Jateng)
salah satu kegiatan KOPRI PMII di Jawa Tengah. (dok. website KOPRI Jateng)

25 November mendatang, seluruh kader putri yang tergabung dalam Korps PMII Putri (KOPRI) akan merasakan euforia hari lahir KOPRI. Selisih 7 tahun apabila dibandingkan dengan lahirnya PMII, ini mengingatkan kembali terkait dinamika gerakan dalam KOPRI.

 

Perbedaan umur lembaga bagi penulis juga menunjukkan perbedaan arah gerak organisasi. Bila PMII sudah mulai merambah peran pada berbagai isu global seperti industri digital, perdamaian dunia, mitigasi bencana, kemaritiman, konsep pertanian di perkotaan, serta pertumbuhan ekonomi dalam bentuk diaspora kader melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya ekonomi. Lalu dimana posisi gerakan KOPRI saat ini?

 

Berdasarkan pengamatan terhadap program kerja KOPRI, mulai tingkat pusat hingga tingkatan paling bawah, masih ditemui kejumudan arah gerak. Sebagai contoh komitmen KOPRI PB PMII dalam mendorong ekonomi kreatif di masing-masing cabang. Realitanya produk kreatif dalam bentuk jilbab, kaos, mukena, gantungan kunci, tempat minum, peci, tas, bantal dan sebagainya telah muncul di kalangan pengurus cabang.

 

Akan tetapi ide besar tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan wadah pemasaran produk serta pelatihan manajemen usaha kreatif. Sehingga produk kreatif yang awalnya di gadang-gadang guna kemandirian ekonomi tidak menemui keberlanjutan usaha. Narasi ekonomi kreatif yang menjadi salah satu perhatian gerakan KOPRI juga belum mampu menjangkau pemberdayaan ekonomi perempuan melalui usaha kreatif. 

 

Kejumudan arah gerak selaras dengan permasalahan yang dihadapi oleh gerakan kaum perempuan. Dari masa ke masa masalah yang dirasa cukup berat oleh kaum perempuan ada yang sama, terus menerus dijumpai, namun ada pula yang tidak sama.

 

Awal abad ke 20 terdapat permasalahan yang diidentifikasi paling sukar dirasakan kaum perempuan di antaranya adalah (a) pendidikan untuk perempuan, (b) penghapusan perkawinan anak dan poligami, (c) menentang pelacuran, (d) memberi kesempatan luas bagi perempuan untuk tampil di muka umum, (e) pendidikan seks, (f) upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, (g) perbaikan penghidupan petani, (h) pendidikan untuk perempuan tani. Apabila diidentifikasi, permasalahan pada awal abad ke 20 dengan permulaan abad 21 masih terdapat beberapa isu sentral yang tidak mengalami perubahan.

 

Terdapat beberapa penelitian yang secara khusus membahas gerakan kaum perempuan yang terhimpun dalam organisasi. Beberapa kesimpulan di antaranya adalah organisasi perempuan di Indonesia mengalami kemajuan dalam kuantitas, namun mengalami kemunduran dalam kualitas, terutama sejak zaman orde baru berkuasa.

 

Kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan pemecahan persoalan global dan peningkatan kesetaraan semakin pudar, karena lebih menitikberatkan pada kegiatan seremonial yang menekankan peran perempuan sebagai ibu. Konsep “ibu-isme” dalam organisasi perempuan telah berhasil menempatkan organisasi perempuan sebagai pranata yang melestarikan ideologi dominan dari budaya patriarki.

 

Permasalahan di atas sebenarnya telah direspon dalam visi besar KOPRI yang di antaranya mewujudkan masyarakat berkeadilan gender. KOPRI dengan semangat kesetaraan gender dapat diartikan sebagai upaya agar laki-laki dan perempuan didefinisikan, dinilai, dipersepsikan, dan diharapkan untuk bertingkah laku sesuai porsinya. 

 

Melalui wadah gerakan KOPRI, kader KOPRI yakin mampu memberdayakan dirinya. Mengingat pemberdayaan secara organisasi dianggap efektif. Dengan mengikuti kegiatan organisasi, baik sebagai anggota, terlebih-lebih sebagai pengurus, akan membuat seseorang perempuan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan akses terhadap sumber, baik sumber ekonomi, politik, informasi, dan lainnya.
 

KOPRI dalam kegiatannya mencoba berbagai upaya sosialisasi kesetaraan gender, kampanye wawasan gender, serta pemetaan kekuatan organisasi perempuan, terutama dalam kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan advokasi. Dalam beberapa pengawalan isu seperti pengesahan RUU PKS semisal KOPRI turut andil sebagai wujud perjuangan kesetaraan. Melalui kaderisasi dan lokakarya, KOPRI lebih aktif dalam literasi kesetaraan baik di kalangan mahasiswa maupun masyarakat.

 

Menata Kembali Gerakan KOPRI

Perjuangan kesetaraan bertujuan tidak lain untuk memberikan posisi tawar baik laki-laki maupun perempuan yang ter-subordinasi di lingkungan sosialnya. Perjuangan kesetaraan melalui advokasi seringkali melupakan bagaimana memberdayakan perempuan dengan kompetensi atau kelebihan khusus.

 

Kelebihan khusus yang dimaksud di sini ialah keahlian dalam bidang tertentu berbasis kompetensi. Pemberdayaan berbasis kompetensi merupakan upaya penghapusan subordinasi perempuan. Kendati perjuangan kesetaraan berupa perlawanan tetap harus dijalankan. Pemberdayaan sebagai upaya lanjutan guna mencapai posisi tawar perempuan.

 

Kerangka pemberdayaan menurut Sarah Longwe meliputi lima tahapan di antaranya: pemerataan tingkat kesejahteraan, pemerataan tingkat akses, pemerataan tingkat penyadaran, pemerataan tingkat partisipasi aktif, pemerataan tingkat kontrol. Kelima tahap pemberdayaan perempuan harus dilihat sebagai bagian yang saling berkaitan dari suatu siklus.

 

Pengalaman membuktikan bahwa upaya pemberdayaan perempuan akan dapat dicapai apabila dilakukan dalam kegiatan “Aksi Afirmatif”, yakni memberikan porsi keutamaan, prioritas, kuota untuk kaum perempuan agar dapat terlibat dalam berbagai kegiatan yang mempunyai dampak meningkatkan posisi tawarnya dalam kehidupan sosial.

 

Selain aktif dalam perjuangan kesetaraan, perlawanan diskriminasi dan kekerasan seksual. KOPRI juga harus mempersiapkan diri dengan bidang keilmuan khusus yang sebenarnya telah diperoleh dalam perkuliahan. Namun acapkali kesibukan dalam berorganisasi membuat kader melupakan bahwa KOPRI juga harus diwarnai dengan keilmuan rumpun sains maupun sosial. Kesadaran bahwa organisasi hanya mengajarkan dan menghantarkan ke ranah politik harus mulai digeser perlahan. 

 

Melalui kompetensi keilmuan ini para kader ini yang harus dibentuk dalam suatu wadah naungan KOPRI berbasis komunitas. Mengingat pemberdayaan berbasis komunitas akan jauh lebih efektif. Selain itu tidak kalah penting juga untuk menggeser pola kaderisasi menjadi berbasis output. KOPRI tentu membutuhkan kader yang militan, loyal, dan dialektis. Akan tetapi apa arti itu semua jika menjawab kebutuhan SDM saja kita masih kelabakan?

 

Terakhir sebagai penutup, perjuangan perlawanan dan kesetaraan harus dan terus dilakukan. Akan tetapi pemenuhan kader dengan kompetensi khusus sesuai bidang keilmuan juga tidak layak untuk dihiraukan. KOPRI PMII dalam ulang tahun yang ke-53 harus memperpanjang langkah gerakan. Perjuangan perlawanan harus dan masif dilakukan sebagai respon atas ketidakadilan. Penguatan kompetensi kader berbasis komunitas di bawah naungan KOPRI serta memasukkan kurikulum kaderisasi berbasis output menjadi langkah jangka panjang KOPRI untuk menyiapkan kader di posisi strategis. Salam pergerakan!

 

Habsyah Fitri Aryani, Sekretaris Umum Kopri PKC PMII Jawa Tengah 2020-2022


Opini Terbaru