NU Jateng Sebut Pendidikan di Pesantren Tiru Rasulullah
Kamis, 16 September 2021 | 07:00 WIB
Semarang, NU Online Jateng
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng HM Muzamil mengatakan, pesantren di Nusantara ini diilhami dari proses dakwah dan pendidikan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.
"Waktu itu dakwah dilakukan Rasulullah dari rumah ke rumah, kemudian di tempat umum secara terbuka, juga di masjid. Pada waktu itu terjadi pendidikan interaktif dengan masyarakat setempat, dialog atau tanya jawab. Kemudian para sahabat juga mengaji di masjid dekat kediaman Nabi," ujarnya.
Hal itu disampaikan dalam acara Webinar 'Pesantren dalam perspektif historis dan filosofis' yang diselenggaran Universitas Sains Al-Qur'an (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo secara online, Selasa (14/9).
Dijelaskan, tradisi pendidikan tersebut dilanjutkan para sahabat kepada tabi'in hingga masuk di tanah air Indonesia. "Islam masuk di Indonesia sejak abad ke-7 masehi. Dan Islam mulai diterima secara massif mulai abad ke-13 dengan aqidah ahlussunah wal jama'ah," terangnya.
"Awal kegiatan pesantren adalah di masjid, kemudian banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah kemudian dibangun asrama oleh kiai, santri dan, masyarakat setempat," sambungnya.
Pada perkembangannya, pesantren merupakan sarana informasi dan komunikasi timbal balik secara kultural dengan masyarakat. "Tradisi keilmuan adalah tradisi mengikuti atau itba kepada Nabi, para sahabatnya, dan para ulama terdahulu yang shalih dengan mengkaji kitab kuning, serta adanya inovasi dari waktu ke waktu," ucapnya.
Menurutnya, dengan mengutip dari KH Abdurrahman Wahid, dalam sejarah terdapat dua gelombang peletak tradisi keilmuan pesantren. Pertama, para mubaligh yang datang di nusantara pada abad ke-13, dengan mengajarkan Ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf.
"Dan kedua, orang-orqng nusantara yang belajar di Hijaz dan kembali ke tanah air. Hal ini terjadi pendalaman fiqh secara tuntas," pungkasnya.
Pengasuh Pesantren Al-Anwar-3 Sarang, Rembang KH Abdul Ghafur Maimoen mengatakan, model pendidikan Nabi Muhammad di masjid tidak boleh ditinggalkan, yakni sistem halaqah, duduk lesehan melingkar. "Ini juga dilakukan oleh generasi sahabat, tabi'in, juga dipraktekkan di ulama di Indonesia," bebernya.
Disampaikan, Rasullah pernah mengangkat guru-guru non muslim, kemudian materinya berkembang seperti ilmu matematika, sejarah, kedokteran, dan sebagainya. "Semua ilmuwan seperti ibnu Khaldun berkembang ilmunya di masjid," ujarnya.
Jadi betapa luar biasanya pendidikan pesantren yang berbasis di masjid. Karyanya ibnu shina di bidang kedokteran dimulai dengan Bismillah, Tahmid dan shalawat. "Namun sekarang ini karya ilmiah tidak diawali dengan kalimat thayibah tersebut," ucapnya dengan nada prihatin.
Rais Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia New Zealand Prof Nadirsyah Hoesen menyampaikan, ulama terdahulu selain belajar juga mengajar.
"Dengan kelebihan pesantren, sebenarnya banyak universitas ternama di dunia yang mengadopsi model pendidikan di pesantren. Saya banyak menulis di jurnal internasional tentang hukum Islam, dan banyak peminat pembacanya," ungkapnya.
Karena itu ia mengharap agar para santri membaca dengan kritis, membaca secara cermat dan mengaitkan khasanah keilmuan Islam yang pernah dipelajari di pesantren.
Kontributor: Atsnal Lathif
Editor: M Ngisom Al-Barony
Terpopuler
1
Abu Sampah Disulap Jadi Paving, Inovasi Hijau LPBI NU dan Banser Trangkil
2
Khutbah Jumat: Pelajaran Yang Tersirat Dalam Ibadah Haji
3
Semarak Harlah ke-75, Fatayat NU Wonogiri Gali Potensi Kader dengan Semangat Kartini
4
Kasus Pneumonia Jamaah Haji Meningkat, dr Alek Jusran Imbau Jaga Kesehatan
5
Muslimat NU DIY Gelar Bakti Sosial dan Pasar Murah Guna Ringankan Beban Masyarakat
6
NU Care-LAZISNU Dukung Penyelenggaraan Workshop Jurnalisitik Filantropi di Cilacap Jateng
Terkini
Lihat Semua