Nasional

Kontributor NU Online Harus Percaya Diri saat Wawancara

Senin, 26 April 2021 | 11:00 WIB

Kontributor NU Online Harus Percaya Diri saat Wawancara

Pemimpin Umum NU Online Jateng, Syamsul Huda (paling kanan) (Foto: dok NU Online Jateng)

Semarang, NU Online Jateng

Kontributor NU Online Syamsul Huda menegaskan, menjadi wartawan khususnya di NU Online harus yakin dan percaya diri saat melakukan tugas liputan, khususnya saat melakukan ttugas wawancara dengan narasumber. Pasalnya, jika tidak memiliki rasa percaya, maka hasil wawancara tidak bagus.


"Berjurnalistik adalah membangun kepercayaan diri. Mentalitas yang kuat penting dimiliki oleh seorang wartawan. Harus percaya diri. Supaya tidak seperti robot. Dengan begitu, pertanyaan yang disuguhkan tidak kaku, bisa berkembang," tegasnya. 


Hal itu ditegaskan Syamsul Huda saat menjadi pemateri 'Teknik Wawancara' dalam Tadarus Jurnalistik sesi ketiga yang diadakan NU Online secara virtual Ahad (25/4).   


Menurutnya, di samping menjaga penampilan dengan baik dan selalu wangi, wartawan mesti selalu mengasah wawasannya. Wartawan wajib menambah wawasan tiap hari. Jangan sungkan buka portal untuk dibaca, supaya tidak ketinggalan bahan informasi.   


"Untuk membangun kepercayaan diri saat wawancara, naluri jurnalisme kita harus diasah dengan mengetahui banyak hal. Sering membaca, terlibat aktif dalam sebuah diskusi, ikut seminar, halaqah, dan sejenisnya. Wartawan yang memiliki banyak jam terbang dalam hal mengasah wawasan, tidak akan kesulitan membangun kepercayaan dirinya," terang Syamsul yang juga Pemimpin Umum NU Online Jateng tersebut.   


Mantan wartawan ekonomi tersebut menambahkan, media-media besar saat ini kerap mengandalkan wartawannya yang berwawasan luas dan jago dalam bertanya atau melakukan wawancara, bisa menyajikan informasi-informasi mendalam dan lugas.    


"Itu diperoleh pasokannya dari wartawan yang piawai dalam menggali berita. Pisaunya wartawan itu, terletak pada Why and How. Kedua pertanyaan tersebut harus dikejar. Karena itu, wartawan barus punya bahan untuk ditanyakan dan didiskusikan. Jika menjadi wartawan tapi malas mendengarkan dan tidak semangat update informasi, mending berhenti jadi wartawan. Sebab, tidak akan pernah berkembang," tegasnya.   


Syamsul Huda berbagi pengalamannya saat dihadapkan dengan narasumber yang memberi jawaban mengambang yang menjurus pada bohong. Karena punya kepercayaan diri dengan pengetahuan yang memadai serta memahami pokok persoalan, jawaban bohong tersebut dapat diluruskan.   


"Saat itu saya menjadi wartawan desk ekonomi. Liputan neraca keuangan bank. Ketika ditanya laba, narasumber mengaku masih mau menghitung. Saya jawab: di neraca keuangan yang dipublis di media, begini pak. Akhirnya narasumber tersebut mau terbuka terkait laba neraca keuangan bank yang dipimpinnya," ungkapnya.


Selain itu, menurut dia biasanya ada narasumber menguji wartawan dengan tidak langsung memberikan jawaban yang benar. Di situlah manfaatnya jika wartawan mengetahui suatu hal lebih banyak dan lebih luas daripada sekadarnya. 


Syamsul Huda menekankan agar wartawan mesti menyimpan baik data hasil wawancara. Hal itu agar nantinya bisa membandingkan data sekarang dengan sebelumnya. Menguasai persoalan, tidak harus mengetahui semua persoalan. Tapi, memahaminya.    


"Kuasai persoalan sebelum wawancara, supaya tidak dikibuli narasumber, agar narasumber bisa diarahkan ketika berkelit. Kalau tidak menguasai persoalan, pasti hasil wawancaranya jelek. Kuasai persoalan kunci," ucapnya.   


Penulis: M Ngisom Al-Barony

Editor: Ajie Najmuddin