Keislaman

Waketum PBNU: dari Takbir ke Takwa, Renungan Pasca Ramadhan dan Idul Fitri

Selasa, 1 April 2025 | 08:00 WIB

Waketum PBNU: dari Takbir ke Takwa, Renungan Pasca Ramadhan dan Idul Fitri

Prof KH Nizar Ali saat memberikan sambutan dalam Seminar Nasional bertema Indonesia, China dan Barat dalam Geopolitik Timur Tengah di UIN Walisongo Semarang. 14/5/2024. Foto: Firdaus

Semarang, NU Online Jateng

Puasa Ramadhan, dengan segala ibadah dan amal yang terkandung di dalamnya, bukan sekadar ritual menahan diri dari makan dan minum. Lebih dari itu, Ramadhan adalah momen untuk memperkokoh iman, mempererat kebersamaan, dan meningkatkan kualitas ibadah agar mencapai derajat takwa. Tiga fungsi utama yang terkandung dalam ibadah puasa Ramadhan ini, pertama-tama, adalah untuk memperteguh nilai-nilai keimanan. Tak mungkin seseorang mampu menahan diri selama sebulan penuh tanpa dilandasi oleh keyakinan dan iman yang kokoh.

Kedua, puasa menggalang semangat kebersamaan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam ibadah bersama di masjid atau mushola. Di sinilah momen-momen seperti buka bersama, tarawih, dan tadarus Al-Qur'an menjadi wadah untuk mempererat tali persaudaraan antar sesama umat Islam. Ketiga, puasa adalah sarana untuk meningkatkan amal ibadah, dengan tujuan utama agar kita dapat meraih takwa, seperti yang ditekankan dalam Al-Qur'an: 'la’allakum tattaqun' (agar kalian bertakwa).

Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Nizar Ali, dalam khutbah Idul Fitri 1446 H di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang pada Senin, 31/3/2025, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube MAJT TV dan diakses oleh redaksi NU Online Jateng.

Dalam khutbahnya, Prof. KH Nizar Ali menekankan pentingnya semangat berbagi dan beribadah yang hadir selama bulan Ramadhan dan pada malam Idul Fitri, dengan berbagai amalan seperti takbir, tahlil, tahmid, istighfar, sedekah dan lain-lain.

Rektor UIN Walisongo ini juga mengingatkan kita akan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibn Majah:

من قام ليلتي العيد محتسبا لم يمت قلبه يوم تموت القلوب

Artinya, "Barang siapa yang menghidupkan dua malam hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah SWT demi mengharap Ridla-Nya, maka hatinya tidak akan mati, di mana hati manusia mati." (HR. Ibn Majah. Lihat, Audlah Al Bayan, Ishom Hadziq, Halaman 50).

Pria kelahiran Jepara, 21 Maret 1964 ini menguraikan makna takbir, tahlil dan tahmid yang dilantunkan oleh umat Islam secara berkelanjutan sejak terbenamnya matahari pada malam hari atau lebih familiar dengan kata takbiran.

“Takbir, yang berbunyi Allahu Akbar, merupakan wujud ekspresi lahir batin dari ikrar dari kebesaran Allah Swt. Sementara tahlil yang berbunyi La ilaha illallah yang diucapkan umat Islam mengikuti takbir merupakan bentuk ekspresi dan pengakuan terhadap keesaan Allah Swt yang dikenal dalam ilmu akidah dengan tauhidun dzat, tauhid esensi,” ujarnya.

Dan tahmid yang berbunyi Wa lillahilhamd adalah yang didendangkan umat Islam pada akhir dalam rangkaian takbir tahlil tahmid merupakan ekspresi rasa syukur mereka terhadap kenikmatan dan karunia serta anugerah yang dilimpahkan oleh Allah Swt kepada umat Islam sehingga Allah-lah yang patut dipuja dan dipuji, lanjutnya.

Rangkaian kalimat takbir tahlil tahmid, yang lebih populer dengan istilah takbiran ini menandai datangnya bulan Syawal, bulan kemenangan bagi umat Islam setelah sebulan penuh berpuasa. Namun, meskipun hati bersuka cita menyambut Idul Fitri, ada perasaan yang tak bisa dihindari, yaitu rasa kehilangan dan kesedihan karena perpisahan dengan bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang penuh keberkahan, di mana setiap amal dilipatgandakan pahalanya. Hari-hari dalam bulan Ramadhan memberi kesempatan emas bagi umat Islam untuk mendekatkan diri pada Allah, mengejar keutamaan amal, dan meraih ampunan-Nya.

“Dengan kedatangan bulan Syawal, kita dihadapkan pada dua perasaan yang saling bertentangan: kegembiraan karena merayakan kemenangan, tetapi juga kerinduan dan kesedihan karena berpisah dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah. Namun, melalui perasaan ini, umat Islam diajak untuk terus menjaga semangat ibadah dan meningkatkan kualitas keimanan serta amal shaleh dalam setiap waktu yang diberikan. Sehingga, meskipun Ramadhan telah berlalu, semangat ibadah dan takwa yang tumbuh di bulan suci ini tetap dapat dirasakan sepanjang tahun,” tandas Prof Nizar.