Keislaman

Teladani Keluarga Nabi untuk Bangun Ketahanan Keluarga

Sabtu, 7 Juni 2025 | 06:00 WIB

Teladani Keluarga Nabi untuk Bangun Ketahanan Keluarga

Musyafahah usai pelaksanaan shalat Idul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah. Jumat (6/6/2025)

Semarang, NU Online Jateng 

Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Semarang, H Zulkarnain, menyampaikan khutbah Idul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Jumat (6/6/2025). Dalam khutbahnya, ia mengajak umat Islam untuk meneladani kehidupan keluarga Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim 'alaihissalam dalam membangun ketahanan keluarga di tengah kompleksitas kehidupan modern.

 

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, namun sangat menentukan baik buruknya kondisi bangsa. Dari keluarga yang sakinah akan tumbuh masyarakat yang penuh mawaddah dan rahmah. Masyarakat seperti ini akan saling mengasah, saling mengasuh, dan saling mengasihi,” ujar Zulkarnain dalam khutbahnya.

 

Menurutnya, ketahanan keluarga adalah kunci untuk menghadapi berbagai tantangan zaman, baik yang datang dari dalam maupun luar. Sebab keluarga yang tangguh akan tetap mampu mempertahankan fungsinya sebagai tempat pendidikan, perlindungan, dan kesejahteraan bagi setiap anggotanya.

 

Zulkarnain menegaskan bahwa Al-Qur’an banyak memuat gambaran kehidupan berbagai keluarga, baik yang ideal maupun yang bermasalah. Semua itu ditampilkan sebagai pelajaran (ibrah) bagi umat Islam. 

 

“Bahkan jika kita mengalami masalah dalam keluarga, tidak perlu putus asa. Para nabi pun diuji dalam kehidupan keluarganya. Namun mereka terus berupaya menata dan memperbaiki, karena Allah ﷻ senantiasa membuka pintu taubat dan rahmat bagi hamba-Nya,” ungkapnya.

 

Dua keluarga yang patut diteladani secara khusus, lanjutnya, adalah keluarga Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim as. Keduanya diabadikan dalam shalawat yang selalu kita baca dalam setiap tahiyat. 

 

“Ini merupakan simbol bahwa kita dianjurkan meneladani kehidupan mereka dalam membangun keluarga. Baik sebagai suami, istri, maupun anak, keteladanan mereka sangat sempurna,” ucapnya.

 

Dirinya mengutip ayat yang sering digunakan dalam konteks menjaga keluarga adalah QS At-Tahrim: 6

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

 

Zulkarnain menjelaskan bahwa ayat ini bukan sekadar seruan, melainkan perintah operasional untuk menjaga dan membimbing keluarga dalam aspek akidah, ibadah, dan akhlak.

 

Dalam konteks ini, ia mengutip teladan Nabi Ya'qub ‘alaihissalam yang saat menjelang wafat mewasiatkan kepada anak-anaknya agar tetap memelihara ibadahnya.

 

Kisah ini diabadikan dalam QS. Al-Baqarah: 133. 

 

اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

 

Artinya: Apakah kamu (hadir) menjadi saksi menjelang kematian Ya‘qub ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu: Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan (hanya) kepada-Nya kami berserah diri.”

 

“Inilah pentingnya mewariskan ajaran agama kepada anak-anak, bukan hanya lewat nasihat, tapi juga teladan nyata,” paparnya.

 

Zulkarnain juga mengulas sejarah kurban yang bermula sejak zaman Nabi Adam as. Dikisahkan dua anaknya, Habil dan Qabil, diperintahkan untuk berkurban dalam rangka menentukan pasangan hidup. Kurban Habil diterima karena keikhlasannya, sementara kurban Qabil ditolak karena hatinya yang tidak bertakwa. 

 

“Kejadian ini menunjukkan bahwa niat dan ketakwaan sangat menentukan dalam ibadah,” tegasnya.

 

Ia menambahkan bahwa tragedi pembunuhan Habil oleh Qabil adalah bentuk kegagalan dalam mengendalikan nafsu. 

 

“Sebelumnya, Adam dan Hawa tergelincir karena nafsu perut (makan buah larangan), kemudian Qabil karena nafsu birahi. Kedua jenis nafsu inilah yang sering menjadi awal kerusakan manusia sebagai anggota keluarga,” ujarnya.

 

Zulkarnain menekankan bahwa nafsu perut membuat manusia tidak selektif dalam mencari nafkah, bahkan bisa merampas hak saudaranya. Sementara nafsu syahwat menjadikan manusia tidak peduli dengan batasan moral dalam pergaulan. 

 

“Inilah awal dari berbagai kerusakan pribadi yang berakibat pada keruntuhan keluarga dan masyarakat,” jelasnya.

 

Di khutbahnya, ia mengajak jamaah untuk menjadikan momentum Idul Adha sebagai saat muhasabah diri dan keluarga. 

 

“Mari kita teladani keluarga para Nabi, kuatkan ketahanan keluarga, dan jadikan rumah tangga sebagai tempat tumbuhnya nilai-nilai iman, kasih sayang, dan tanggung jawab,” pungkasnya.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.