• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Keislaman

Menahan Amarah

Menahan Amarah
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Hadits Arbain karya Imam Nawawi membahas tentang larangan untuk marah. Abu Hurairah Ra atau Abdurrahman bin Shakrin meriwayatkan:


أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبيِّ صلى الله عليه وسلم: أَوصِنِيْ، قَال: لاَ تَغْضَبْ


“Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, ‘Berilah wasiat (nasihat) kepadaku!’ Beliau pun bersabda, ‘Kamu jangan marah’.”


Hadits ini statusnya shahih dan bisa diamalkan. Selain Bukhari ada juga yang meriwayatkan seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bazzar, Abu Syaibah dan lain-lain dengan sedikit tambahan.


Secara umum hadits ini menyampaikan pesan Nabi agar bisa mengendalikan diri dari amarah. Di sini nama orang bertanya tidak disebutkan karena pelajaran yan terkandung di dalamnya juga ditujukan kepada siapa saja. Yang menjadi fokus bukanlah kapan dan siapa yang ada dalam kejadian, tapi pelajaran apa yang bisa diambil darinya.


Mengapa di sini dilarang marah? Karena dalam riwayat lain disebutkan bahwa marah merupakan batu yang dilempar setan ke dalam hati manusia. Jika ada yang terkena, maka akan mendidih hatinya dan memerah wajahnya.


Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengatakan bahwa marah adalah termasuk dari pintu setan. Jadi, ketika orang marah, berarti dalam waktu yang sama dia telah mempersilakan setan mempermainkan hatinya sehingga bisa diajak mengikuti langkah-langkahnya.


Dilansir dari laman indonesiainside.id, Syekh Utsaimin memaknai larangan marah di sini menjadi dua, Pertama, kontrol atau kendalikan jiwamu ketika ada sebab atau faktor yang menyulut amarahmu agar kamu tidak marah. Kedua, jangan meluapkan amarahmu. Misalnya ada seorang suami yang ingin menceraikan istrinya pada saat sedang marah, maka konteks makna dalam hadits ini adalah: “Bersabarlah! Tenanglah!”


Hadits ini, meski pendek mengandung banyak pelajaran. Pertama, besarnya antusias sahabat dalam mendapatkan hal yang bermanfaat yang dalam hal ini meminta wasiat atau nasihat kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua, berbicara dengan seseorang sesuai situasi dan kondisi. Pada hadits ini, nasihat ditujukan oleh Nabi kepada orang yang emosional, sehingga yang paling tepat adalah jangan marah. Ketiga, larangan meluapkan amarah. Karena, akibat yang ditimbulkannya banyak yang negatif. Keempat, marah adalah akhlak yang tercela, sehingga di sini Islam melarang akhlak tercela.


Bagaimana agar terhindar dari marah? Nabi punya solusi. Suatu hari –sebagaimana penjelasan riwayat dalam kitab Adabu al-Mufrad– ada dua orang yang bertengkar dan saling mencela di hadapan Nabi.


Salah satunya naik pitam hingga wajahnya memerah bermuram durja, maka Nabi bersabda, “Aku tahu ada satu kalimat jika diungkapkan akan hilang amarahmu, yaitu berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk.”


Adapun solusi praktisnya adalah ketika marah dalam kondisi berdiri, maka duduk. Kalau duduk masih marah, maka berbaring. Jika masih marah, segera berwudhu. Wallahu a'lam bis shawab


Keislaman Terbaru