Keislaman

Idul Adha Jatuh pada Hari Jumat, Apakah Masih Wajib Shalat Jumat?

Rabu, 28 Mei 2025 | 16:00 WIB

Idul Adha Jatuh pada Hari Jumat, Apakah Masih Wajib Shalat Jumat?

Ilustrasi Shalat id (Freepik)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengikhbarkan Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1446 H jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Hal ini menyusul laporan rukyatul hilal Lembaga Falakiyah (LF) PBNU yang berhasil melihat hilal. Karenanya, awal Dzulhijjah 1446 H jatuh pada, Rabu, 28 Maret 2025. 



Sering menjadi pembicaraan mengenai lebaran yang jatuh pada hari Jum'at bahwa ketika kita sudah melaksanakan shalat id, tidak perlu melaksanakan shalat Jum'at karena mendapatkan rukshah. Seperti hadist mengenai rukhsah yang diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam sebagai berikut:


قال: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمْعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ


"Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan rukhshah untuk tidak menjalankan shalat Jumat, kemudian beliau bersabda," Siapa ingin shalat Jumat, Silakan!" (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Darami serta Ibnu Khazimah dan Al-Hakim).

 

Tidak ada diskusi secara khusus tentang pembahasan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, yang jatuh pada hari Jumat. Hari raya adalah sesuatu yang berbeda dari hari Jumat.  Namun, jika kita berbicara tentang seseorang yang rumahnya jauh dari masjid, apakah ia harus kembali ke masjid untuk shalat Jumat setelah melaksanakan shalat hari raya di pagi hari?

 

Ustadz A Khoirul Anam dalam artikel berjudul Ketika Idul Fitri dan Idul Adha Jatuh dihari Jumat yang dikutip oleh NU Online Jateng, Selasa (28/05/2025) menjelaskan bahwa, ada kisah sahabat yang rumahnya jauh dari Madinah, sejauh 4 km atau mungkin lebih, dan harus ditempuh dengan jalan kaki melalui padang pasir, seperti di zaman awal Islam.  



Apakah ia harus membawa kendaraannya kembali ke Madinah untuk shalat Jumat? Sungguh dirasa melelahkan jika ia harus kembali menempuh perjalanan dari rumah ke masjid dan sebaliknya.  Selanjutnya, apakah Islam tidak menawarkan solusi?



Di sinilah perselisihan muncul. Ustadz Khoirul Anam menjelaskan dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa orang dapat melakukan shalat Jumat di rumah dan menggantinya dengan shalat Dzuhur tanpa harus kembali ke masjid.  Rukhshah, atau keringanan agama, adalah salah satunya.



Pendapat kedua mengatakan bahwa kasus di Madinah pada awal Islam dapat diterima, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami hal yang sama?  Bagi masyarakat di Indonesia, yang mayoritas adalah kaum warga NU, hampir disetiap dusun memiliki masjid, yang biasanya hanya berjarak kurang dari 1 km dan tidak melewati padang pasir.



Karena itu, orang Muslim harus kembali ke masjid untuk mengerjakan shalat Jumat setelah shalat hari raya atau shalat Id di pagi hari, pendapat kedua itulah yang dipilih sebagian besar orang NU di Indonesia khususnya.



Meskipun demikian, banyak yang mengikuti jejak orang-orang dari golongan pertama. Tidak harus ada alasan, seperti perbedaan geografis dan cuaca, untuk mengajukan kasus di Madinah. Rukhshah jelas harus disambut.



Shalat hari raya atau shalat Id yang jatuh dihari jumat memiliki landasan masing-masing dalam melaksanakannya, Imam Syafii seperti dikutip dalam kitab Al-Mizan lis Sya’rani Juz I  mengatakan, jika kebetulan hari raya jatuh pada hari Jumat maka bagi masyarakat yang tinggal didaerah perkotaan kewajiban menjalankan shalat Jumat tidak gugur dikarenakan telah menjalankan shalat Id. Lain halnya dengan masyarakat pedesaan (yang amat jauh), kewajibannya mengerjakan shalat Jumat gugur, mereka diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat di siang harinya.



Didalam kitab yang sama, pendapat Imam Syafii dan Abu Hanifah sama.  Menurut Imam Ahmad, orang-orang di desa dan kota tidak perlu melakukan shalat Jumatan karena mereka telah melakukan shalat Id; namun, beda halnya menurut Imam Atha', ia mengatakan bahwa kewajiban shalat dzuhur juga ikut gugur seperti halnya shalat jumat, dan pada hari itu tidak ada shalat setelah shalat Id kecuali shalat ashar.