• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Rabu, 26 Juni 2024

Keislaman

Idul Adha dan Ketauhidan Total Nabi Ibrahim 

Idul Adha dan Ketauhidan Total Nabi Ibrahim 
Ilustrasi Nabi Ibrahim as. (Foto: NU Online)
Ilustrasi Nabi Ibrahim as. (Foto: NU Online)

Pendidikan aqidah Nabi Ibrahim adalah menjadikan manusia sebagai hamba Allah yang seutuhnya, totalitas tunduk dan berserah diri kepada sang Maha Pencipta serta memiliki akhlak yang mulia.


Kisah Nabi Ibrahim dan peristiwa Idul Adha adalah salah satu contoh paling kuat tentang ketauhidan dalam sejarah agama-agama samawi. Ini menunjukkan bagaimana seorang hamba harus memiliki keyakinan yang kokoh, siap menghadapi ujian apapun, dan menunjukkan ketaatan total kepada Allah. Idul Adha menjadi momen untuk mengingat dan merayakan ketauhidan ini, memperkuat iman dan ketaatan kita kepada Allah, serta meneladani Nabi Ibrahim dalam pengabdian kepada-Nya.


Idul Adha memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk merenungkan makna pengorbanan dan keimanan. Di tengah kehidupan modern yang sibuk dan materialistik, Idul Adha mengingatkan kita untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual, menekankan pentingnya iman, ketauhidan, dan ketaatan kepada Allah.


Keimanan yang kokoh

Nabi Ibrahim dikenal karena keyakinannya yang sangat kuat kepada Allah. Meski hidup di tengah masyarakat yang menyembah berhala, ia tetap teguh pada tauhidnya. Hal demikian termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat 130 berikut.


وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ ۚ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ


Artinya, “Dan siapakah yang benci kepada agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Sesungguhnya Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” 


Mengutip Mujahid dan Qatadah, al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menegaskan bahwa ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim adalah ajaran murni yang mengesakan Allah dan berpaling darinya adalah tindakan kebodohan. Mengutip al-Kilabi, al-Qurthubi memberikan konteks sejarah dan teologis mengenai penolakan terhadap ajaran Nabi Ibrahim. Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengklaim bahwa mereka adalah kelompok yang mengikuti ajaran Bapaknya para Nabi itu. Namun, mereka menolak ajaran Nabi Muhammad saw. (Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an. Juz 1).


Kisah pengorbanan Ismail

Salah satu kisah paling signifikan tentang ketauhidan Nabi Ibrahim juga adalah kesediaannya untuk mengorbankan putranya, Ismail as, atas perintah Allah swt. Ini adalah ujian terbesar bagi Ibrahim yang menunjukkan ketaatan totalnya kepada Allah. Ibrahim bermimpi bahwa dia diperintahkan untuk menyembelih putranya. Ketika dia mengungkapkan ini kepada Ismail, putranya dengan ikhlas menerima dan siap untuk dikorbankan. Namun, ketika Ibrahim hendak menyembelih Ismail, Allah menggantikannya dengan seekor domba sebagai tebusan, sebagai bukti penerimaan Allah atas ketaatan mereka.


Kisah tersebut diabadikan dalam Al-Quran surat ash-Shaffat ayat 102-107 berikut.


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي ٱلْمَنَامِ أَنِّيٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَٰدَيْنَٰهُ أَن يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ (١٠٤)  قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلْبَلَٰٓؤُا۟ ٱلْمُبِينُ( ١٠٦)  وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍۢ (١٠٧).


Artinya, “Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk melaksanakan perintah Allah). Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu.' Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Ash-Shaffat 37:102-107)


Kisah tersebut merupakan ujian besar bagi Nabi Ibrahim as dan Ismail as. Keduanya menunjukkan kesalehan dan kepatuhan yang luar biasa dengan sepenuh kepasrahan dan rida atas perintah yang diberikan kepadanya.


Di dalam Surat Al-Baqarah 2:130 yang sudah dijelaskan di atas, Allah menegaskan bahwa Ibrahim telah dipilih di dunia dan di akhirat termasuk orang-orang yang saleh, menunjukkan bahwa ujian yang dihadapinya adalah bukti kesalehannya.


Oleh karena itu, jelaslah bahwa keimanan dan ketauhidan Nabi Ibrahim dalam perspektif aqidah dan dalam cerita hidupnya menggambarkan komitmen penuh terhadap Allah, pengakuan akan keesaan-Nya, serta tindakan nyata yang mendukung keyakinan tersebut. Ulama aqidah menekankan bahwa iman adalah kombinasi dari keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan perbuatan dengan anggota tubuh, yang semuanya tecermin dalam kehidupan Nabi Ibrahim. Kisah Nabi Ibrahim menjadi teladan dalam hal keimanan yang kokoh, ketaatan mutlak, dan kesabaran dalam menghadapi ujian dari Allah.


Idul Adha dan ketauhidan Nabi Ibrahim memberikan pelajaran berharga bagi kehidupan ini. Idul Adha bukan hanya tentang ritual kurban tetapi juga tentang refleksi spiritual, solidaritas sosial, dan pengorbanan. Ketauhidan Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa iman sejati adalah ketika kita mengutamakan Allah di atas segalanya dan berani menghadapi tantangan demi mempertahankan keyakinan kita. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan mendekatkan diri kepada Allah di tengah kesibukan dan tantangan dunia modern.


Keislaman Terbaru