• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Fragmen

SEJARAH NU PEKALONGAN

Tahun 1930, Pekalongan Jadi Tuan Rumah Muktamar NU (Bagian 5/ Habis)

Tahun 1930, Pekalongan Jadi Tuan Rumah Muktamar NU (Bagian 5/ Habis)
KH Wahab Hasbullah (Foto: Istimewa)
KH Wahab Hasbullah (Foto: Istimewa)

Tahun 1930 silam, Kongres atau Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) kembali diselenggarakan di wilayah Jawa Tengah, setelah pada tahun sebelumnya Muktamar dihelat di Kota Semarang. Kali ini, giliran Pekalongan yang ditunjuk untuk menjadi tuan rumah gelaran Muktamar yang kelima.

 

Tentu bukan sebuah kebetulan, bila Muktamar yang ke-V ini diselenggarakan di daerah yang terkenal sebagai penghasil kain batik tersebut. Pertama, pada dua tahun sebelumnya atau tepatnya tanggal  9 Rabi’ul Awwal 1347 H /25 Agustus 1928, telah berdiri cabang NU di Pekalongan.

 

Prosesi pendirian dan pengukuhan pengurus, sebagaimana disebutkan dalam SNO, yang bertempat di Kampung Pesindon, Kergon, Pekalongan, dihadiri langsung rombongan dari Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama’ (HBNO/ kini disebut PBNU) diwakili KH Abdul Wahab Chasbullah, dan didampingi KH Bisri Syansuri, yang saat itu masih menjadi Pengurus Cabang NU Jombang.

 

Selain itu juga turut Kiai Abdullah Ubaid, tokoh muda NU dari Surabaya. Adapula KH Faqih Maskumambang dari Gresik dan seorang rekannya yang menjadi pengurus Nahdlatul Wathan Cabang Gresik, KH Dlofier Muhammad Rofi'i.

 

Baca juga:

Di Bulan Maulud, NU Cabang Pekalongan Didirikan (1)

Kiai Amir bin Idris, Mustasyar Pertama NU Cabang Pekalongan (Bagian 2)

Kiprah Kiai Zuhdi Kergon, Rintis Madrasah hingga Dirikan NU Cabang Pekalongan (Bagian 3)

Banyurip Jadi Wilayah Sentral NU Pekalongan (Bagian 4)

 

Setelah disepakati berdirinya NU Cabang Pekalongan, kemudian disusun pengurus syuriyah dan tanfidziyah. Adapun susunan pengurus NU Cabang Pekalongan periode pertama, adalah sebagai berikut:

 

Syuriah: Kiai Abbas Medelan (Rais), Kiai Zuhdi Kergon (Naib Rais), Kiai Ismail Kergon (Katib), Kiai Ma’shum Kergon, Kiai Dahlan Krapyak (A‘wan), dan Kiai Amir Banyuurip (Mustaysar).
Tanfidziyah: Haji Ambari Ismail Pesindon (Presiden/Ketua), Haji Ahmad Pesindon (Wakil Presiden), Abdullah Pesindon (Sekretaris), Nahrowi Pesindon (Bendahara), Masyhuri Pejagalan, Ambari Kurdi Pesindon, Fadoli Kauman, Muhammad Hadi Pesindon, dan Abdul Latif (Komisaris).

 

Tak hanya berhasil menyusun kepengurusan cabang pertama, pada pertemuan itu juga disepakati program kerja pertama yang akan dilaksanakan oleh NU Pekalongan. Programnya adalah menggelar pendidikan keagamaan setiap hari Senin dan Kamis di Masjid Jami’ Kauman Pekalongan.

 

Kedua, wilayah Karesidenan Pekalongan ini menjadi jalur penting yang menghubungkan antara Kota Semarang, sebagai pusat daerah Jawa Tengah dengan daerah Cirebon, kemudian Jawa Barat dan Batavia, yang menjadi wilayah sasaran pengembangan NU di tahun-tahun berikutnya.

 

Antusiasme Warga

Dalam catatan Majalah Swara Nahdlatoel Oelama (SNO) edisi tahun 1349 H pelaksanaan Kongres (Muktamar) dimulai sejak Selasa, 15 Rabi’ul Akhir atau 8 September 1930, bertempat di Hotel Oranye Kampung Kepatihan dan Masjid Jami’ Kauman Pekalongan.

 

Antusiasme masyarakat Pekalongan terhadap penyelenggaraan ini cukup besar, terbukti ketika diadakan kegiatan pengajian umum di Masjid Jami’ Pekalongan, dihadiri sekitar 5.000 orang. Sedangkan dari catatan buku tamu yang dimiliki panitia, tercatat ada 2.222 orang yang ikut terlibat atau menghadiri acara muktamar di Pekalongan, mulai dari awal hingga akhir. 

 

Para kiai yang hadir, selain dari pengurus pusat, juga dari Pekalongan sendiri di antaranya Kiai Zuhdi, Kiai Munawwir, Kiai Amir, Kiai Abu Bakar, Kiai Mr. Usman, Kiai Mr. Ahmad, Kiai Mahfudh, Kiai Mawardi, Kiai Dimyati, Kiai Subki, Kiai Raden Abdul Qadir, dan lain sebagainya. Sedangkan dari luar Pekalongan, seperti Semarang diwakili Kiai Usman, Kiai Hamim, beserta rombongan. Dari Solo diwakili Kiai Kholil. Kemudian dari wilayah luar Jawa Tengah, ada dari Cirebon yang diwakili Kiai Abbas dan rombongan. Lalu Kiai Ridwan dari Surabaya.

 

Termasuk yang tidak kalah penting dari Muktamar ini, yakni kehadiran dan pernyataan dukungan dari KH Dimyati Tremas kepada NU, yang semakin menggugah semangat para kiai lainnya, khususnya para kiai dan santri alumni Tremas yang sudah tersebar ke berbagai penjuru untuk semakin mantap berkhidmat bersama NU.

 

Beberapa persoalan yang dibahas dalam Kongres atau Muktamar ke-V ini, antara lain macam-macam kafir, membeli emas dengan uang kertas, memakai sandal yang diketemukan di masjid, anak yang lahir sesudah ibunya dicerai, perayaan untuk memperingati jin penjaga desa/sedekah bumi, melempar kendi yang penuh air pada upacara ketujuh dari umur kandungan (tingkeban), berdiri ketika memperingati maulud nabi, dan lain sebagainya.

 

Penulis: Ajie Najmuddin

Editor: M. Ngisom Al-Barony


Fragmen Terbaru