Peringatan 100 Hari Gus Alam, Mengenang Keteladanan Murid Taat KH Dimyati Rois
Jumat, 15 Agustus 2025 | 10:00 WIB

KH Abdullah Kafabihi Mahrus saat memberikan taushiyah dalam peringatan 100 hari Gus Alam di Kaliwungu Kendal.
Kendal, NU Online Jateng
Peringatan 100 hari wafatnya KH Alamudin Bahrul Atho’ atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Alam digelar khidmat di pondok pesantren Al Fadllu wal Fadhilah, Djagalan, Kaliwungu, Kendal, Rabu (13/8/2025). Acara yang dihadiri keluarga besar, para kiai, santri, alumni dan masyarakat ini menjadi momen untuk mengenang akhlak, pengabdian, dan perjuangan almarhum yang erat dengan sosok guru sekaligus ayahandanya, KH Dimyati Rois.
Mewakili pihak keluarga, Gus Abdul Aziz mengisahkan bahwa Gus Alam semasa hidup selalu menanamkan pesan untuk menghormati dan memuliakan guru.
"Beliau sering mengatakan, ‘Hormati guru, muliakan guru.’ Pesan itu diulang berkali-kali. Beliau juga pernah berucap, andaikata kita tidak mendapatkan barokah dari KH Dimyati Rois, mungkin hidup di tengah masyarakat akan terasa berat," ujarnya.
Gus Aziz menambahkan, keluarga besar Nyai Umi Tho'ah Dimyati Rois selalu berusaha mengangkat derajat guru dengan niat tulus.
"Kalau niatnya ikhlas, insyaallah barokah itu akan mengalir seperti aliran air," ucapnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH Abdullah Kafabihi Mahrus, dalam taushiyahnya menceritakan betapa besar bakti Gus Alam kepada kedua orang tuanya.
"Beliau samikna wa atha’na kepada Abahnya. Terjun di politik pun bukan untuk kepentingan pribadi, tapi meneruskan perjuangan KH Dimyati Rois yang merupakan salah satu pendiri PKB. Kepada ibunya, Nyai Tho'ah, beliau juga sangat taat. Pernah beliau berkata kepada saya, ‘Saya baru pulang umrah, tapi Ibu Nyai ingin umrah, maka saya siap memberangkatkan, dan membersamainya," kisahnya.
Tak hanya kepada orang tua, Gus Alam juga sangat menghormati saudara-saudaranya. Menurut Kiai Kafa, akhlak mulia itu merupakan warisan langsung dari KH Dimyati Rois yang sangat menghargai guru.
"Abah Dimyati kepada gurunya, KH Mahrus Ali, memiliki sikap tawadhu luar biasa. Kalau ke Lirboyo, beliau tidak berani lewat depan rumah guru, tapi memutar sejauh sekitar 200 meter lewat belakang," ungkapnya.
Kiai Kafa mengutip pepatah Arab syaraf al-walad bi syaraf al-walid—kemuliaan anak terletak pada kemuliaan orang tuanya. Ia lalu mengisahkan masa muda Kiai Dimyati yang penuh kesungguhan dalam menuntut ilmu.
"Sejak muda beliau istiqamah membaca kitab-kitab besar dari awal hingga akhir. Yang ngaji kepada beliau datang dari berbagai daerah," tuturnya.
Kiai Dimyati bahkan sudah tertarik pada kitab sebelum menikah, meskipun banyak yang meminangnya. Akhirnya, pernikahan beliau dengan putri Kiai Ibad terjadi di Lirboyo.
"Agar tidak lari, santri-santri besar disuruh mengawal hingga akad selesai. Menikah pun tidak seperti kebanyakan, setelahnya langsung pergi dengan saya ke kampung-kampung," cerita Kiai Kafa.
Ia menegaskan bahwa kesuksesan seseorang kerap berkaitan dengan kualitas orang tuanya. "Bila orang tuanya ahli sedekah, biasanya anak-cucunya termasuk golongan shalihin," pungkasnya.
Sementara itu, KH Agoes Ali Masyhuri menuturkan bahwa dirinya mengenal betul sosok KH Dimyati Rois sebagai ulama yang saleh, sangat zuhud, dan memiliki penghargaan tinggi terhadap siapa pun.
“Beliau pribadi yang sejuk, santun, dan penuh penghormatan kepada sesama. Hidupnya penuh keberkahan, wafatnya membawa keberkahan, bahkan setelah meninggal pun tetap memancarkan keberkahan. Ini merupakan salah satu tanda bahwa beliau adalah hamba yang dicintai Allah,” ungkapnya.
Peringatan 100 hari tersebut ditutup dengan doa bersama, memohon agar teladan akhlak, ketaatan, dan pengabdian Gus Alam serta KH Dimyati Rois dapat diwarisi anak-cucu, santri, dan generasi penerus bangsa.