Kemuliaan Bulan Muharam: Dari Taubat Nabi Adam hingga Doa Nabi Musa
Kamis, 26 Juni 2025 | 15:00 WIB
Rais Aly Jatman, Kiai Haji Achmad Chalwani menyampaikan ngaji pasaran bertema “Sejarah Bulan Muharam” dalam Pengajian Ahad Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah An-Nawawi Berjan, pada Ahad (22/6/2025).
Seperti biasa, pengajian diawali dengan tawasul kepada para mursyid terdahulu, dilanjutkan dengan penjelasan tentang keutamaan bulan Muharam, khususnya pada tanggal 10 Muharam. Menurut beliau, inti kemuliaan bulan Muharam terletak pada hari ke-10, yang dalam bahasa Arab disebut عَاشُورَاء.
“Dari tanggal 1 sampai 30 Muharam itu di bulan ‘Asyura (عَاشُورَاء), agar mendapat barokah dari tanggal 10 Muharam tersebut. Orang Jawa dulu menyebutnya dengan istilah ‘Suro’, karena sulit menyebut secara lengkap, akhirnya mengambil bagian tengah dari عَاشُورَاء, yaitu ‘suro’. Niki sejarah,” tegasnya.
Kiai Chalwani kemudian mengisahkan, dalam satu referensi disebutkan bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan kembali oleh Allah SWT pada tanggal 10 Muharam, setelah berpisah selama lebih dari seratus tahun. Perpisahan itu terjadi setelah keduanya diturunkan dari surga karena memakan buah khuldi. Nabi Adam diturunkan di Sri Lanka (India), sedangkan Siti Hawa di Jeddah (Arab Saudi).
Selama masa itu, Nabi Adam berjalan kaki mencari istrinya sambil terus berdoa kepada Allah SWT. Doa beliau terabadikan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 23:
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Doa ini kemudian diamalkan Nabi Adam hingga akhirnya ia dipertemukan dengan Siti Hawa di Jabal Rahmah, Makkah. Beliau melanjutkan kisah dengan gaya khas:
“Nabi Adam memanggil: ‘Hawa… Hawa… Hawa…’ Kalau kalian bukan Hawa, ya Painem-Painem,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Lalu, Siti Hawa membalas: ‘Adam… Adam…’ dan terjadilah dialog lucu: ‘Rene mudun (sini turun),’ dibalas: ‘Kowe wae sing munggah (kamu saja yang naik).’
“Nggih mboten? Kan sing munggah biasane sing lanang,” imbuhnya.
Setelah pertemuan itu, kulit dan wajah keduanya tidak seelok saat di surga. Maka Malaikat Jibril turun menawarkan amalan puasa Ayyamul Bidh (puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah), yang dalam bahasa Arab disebut صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ.
Niat puasa tersebut adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya berniat puasa bulan purnama/padang wulan sunnah karena Allah Ta’ala.”
Menurut Kiai Chalwani, puasa ini bermanfaat untuk membersihkan kulit dan menghilangkan bercak sisik. Bahkan disebutkan bahwa ini merupakan puasa sunah pertama yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي تَابَ اللهُ فِيهِ عَلَى آدَمَ فَأَصْبَحَ صَفِيًّا
“Sesungguhnya hari ini adalah hari di mana Allah menerima taubat Adam, maka Adam menjadi suci.”
Selain Nabi Adam, Kiai Chalwani juga menyebutkan bahwa Nabi Idris AS diangkat ke tempat yang tinggi pada 10 Muharam sebagaimana firman Allah dalam QS Maryam ayat 57:
وَرَفَعَ فِيهِ إِدْرِيسَ مَكَانًا عَلِيًّا
Dalam penjelasannya, Nabi Idris meminta agar nyawanya dicabut dan dikembalikan lagi, serta ingin berkeliling neraka dan surga. Setelah semua proses itu, beliau pun menetap di serambi surga.
“Nabi Idris termasuk dari empat nabi yang masih hidup hingga sekarang, bersama Nabi Ilyas, Nabi Khidir, dan Nabi Isa. Kadang mereka melaksanakan shalat berjamaah di Makkah,” jelasnya.
Berikutnya, Kiai Chalwani mengisahkan peristiwa Nabi Nuh AS. Saat peristiwa banjir besar, kapal Nabi Nuh mulai berlabuh dan banjir surut tepat pada tanggal 10 Muharam. Sebagai bentuk syukur, beliau dan umatnya memasak semua bahan makanan yang tersisa. Dari sinilah tradisi selametan Suro berasal.
Ia menyebutkan isi selametan Suro yang beliau dapat ijazah-nya dari KH Ahmad Abdul Haq Watucongol, yakni:
Jenang abang putih, dengan jenang abang lebih banyak.
Peyek kedelai hitam.
Kluban telur ayam kampung.
Sayur kluwih.
Lodeh warna tujuh.
Ikan kali seperti kating.
Sebelum dimakan, makanan ini didoakan terlebih dahulu dengan doa qunut nazilah.
Selanjutnya, Kiai Chalwani menjelaskan peristiwa Nabi Ibrahim yang diselamatkan dari api, sebagaimana firman Allah:
وَنَجَّىٰ إِبْرَاهِيمَ مِنَ النَّارِ
“Dan Dia (Allah) menyelamatkan Ibrahim dari api.” (QS Al-Anbiya’: 69)
Dan doa Nabi Ibrahim saat dibakar:
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Hai api, jadilah kamu dingin dan keselamatan bagi Ibrahim!”
Lalu, Ia menyampaikan bahwa kitab Taurat juga diturunkan kepada Nabi Musa AS pada 10 Muharam:
وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى فِيهِ
“Dan Kami menurunkan Taurat kepada Musa pada hari itu.”
Ia juga menambahkan doa yang dibaca oleh Nabi Musa AS:
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
(QS Thaha: 25–28)
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”
Pengajian Ahad Thoriqoh tersebut ditutup dengan doa yang dipimpin langsung oleh Kiai Chalwani.