• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 9 Mei 2024

Tokoh

KH Ahmad Abdul Hamid Kendal: Atlet, Ulama, dan Penulis Kitab 

KH Ahmad Abdul Hamid Kendal: Atlet, Ulama, dan Penulis Kitab 
Almaghfurlah KH Ahmad Abdul Hamid (Foto: NU Online)
Almaghfurlah KH Ahmad Abdul Hamid (Foto: NU Online)

Kurang lebih dua minggu silam, Bu Nuri Hidayati, cucu KH Ahmad Abdul Hamid, Kendal (1915-1998), mengirimi saya hadiah berbagai kitab karya kakeknya. Kiai Ahmad, atau lebih banyak yang menyebutnya Kiai Hamid Kendal—padahal ini nama ayahnya, Syekh Abdul Hamid bin Ahmad al-Qandaly—adalah orang yang mula-mula menyusun kalimat penutup salam, Billahit Taufiq wal Hidayah (versi lain ada yang menambahkan, war-Ridla wal-Inayah), pada tahun 1960-an. 

 

Awalnya para Kiai NU menggunakan kalimat ini. Ketika semakin populer dan banyak dipakai oleh para pejabat dalam berbagai pidatonya pada satu dasawarsa berikutnya hingga saat ini, beliau menyusun kalimat penutup salam lain, yang kemudian menjadi ciri khas kiai NU, yaitu Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq. Artinya, “Dan Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”. Hingga saat ini, kalimat ini menjadi ciri khas kalimat penutup salam ala Nahdliyin. 

 

Kiai Ahmad ini multitalenta. Beliau penggemar olahraga. Penyuka sepakbola dan maraton. Di masa mudanya, ketika nyantri di Pondok Kasingan Rembang yang diasuh oleh KH Kholil Harun, beliau membentuk klub bal-balan. Posisinya striker. Jejak ketrengginasannya dalam mencetak gol dibuktikan tatkala di Kendal, pada Hari Pahlawan 1979, diadakan pertandingan antara veteran versus tim pemda. Tim veteran menang telak 5-1. Empat gol diantaranya diceploskan Kiai Ahmad, ulama yang pernah bergabung dalam Barisan Sabilillah semasa revolusi kemerdekaan. 

 

Dahsyat! Jangan heran jika di usia 72 tahun, Pengasuh Ponpes Al-Hidayah Kendal itu masih sanggup lari jauh dan membawa obor PON XI di Jawa Tengah. Bahkan, fotonya ketika membawa obor dimuat di harian Wawasan, 9 Mei 1987, dan diberi ulasan dengan judul “KH Achmad Abdul Hamid, Kiai yang Olahragawan”. Karena pembawaannya yang supel, beliau banyak dekat dengan semua kalangan. Dari kiai, budayawan, para veteran perang kemerdekaan, hingga anggota klub jantung sehat, pecinta maraton, dan atlet sepakbola.Karena dekat dengan kalangan olahragawan, beliau juga diberi posisi sebagai Wakil Ketua KONI Jawa Tengah, pada suatu era. 

 

Nah, soal kegemarannya berolahraga ini ada suatu cerita lucu. Suatu ketika ada pengusaha yang mau meresmikan kolam renang umum miliknya. Karena itu, dia mengundang Kiai Ahmad. Awalnya beliau mengira diundang untuk membaca doa di akhir prosesi. Sayang, dugaan ini meleset. Karena Kiai Ahmad adalah seorang olah ragawan–dan untuk memenuhi unsur entertainment—maka diagendakan bagi beliau untuk melakukan “lompatan pertama” dari menara kolam. Tak tanggung-tanggung, sang pengusaha menghadiahkan sepotong celana renang untuk beliau kenakan bagi keperluan itu! Jelas, ini situasi yang sulit. 

 

Demi idkhalus surur (menyenangkan hati orang lain), Kiai Ahmad merasa tak sampai hati menyingkirkan celana renang pemberian si pengusaha. Tapi, celana itu tak cukup panjang untuk menutupi auratnya. Apa akal?Pada waktu yang ditentukan untuk acara peresmian itu, Kiai Ahmad tampil di puncak menara kolam, bercelana panjang, dengan celana renang dikenakan di luarnya laksana Superman! Terus terang, saya terbahak membaca cerita yang disampaikan oleh KH Yahya Cholil Tsaquf ini di buku humor “Terong Gosong: Ketawa Secara Serius” (Rembang: Mata Air, 2013), dan di buku karya Ahmad Fikri AF, “Tawa Show di Pesantren” (Yogyakarta: LKiS, 1999). 

 

Tentu, tawa saya berpadu dengan kekaguman terhadap pribadinya yang tulus, anti-gengsi dan mengemong masyarakat. Gagasannya menjaga kerukunan masyarakat tampak dalam realisasi ide Silaturahim Ngumpulke Balung Pisah, wadah agar masyarakat senantiasa rukun dan tidak kepaten obor silaturrahim. Kealiman dan reputasi pribadi beliau yang wara’ dan zuhud terpancar dari sikapnya yang ketika menjabat sebagai Ketua MUI Jawa Tengah enggan menggunakan mobil plat merah. Kiai Ahmad menggunakan mobil pribadi, tapi lebih sering naik bus umum. Sehingga pernah terlambat acara rapat gara-gara bus umumnya ditilang oleh polantas karena pelanggaran. 

 

Selain pernah menjadi Ketua MUI Jawa Tengah, Kiai Ahmad juga menjadi Rais Syuriyah PWNU di provinsi yang sama, setelah sebelumnya menjadi Rais Syuriyah PCNU Kendal. Adiknya, KH Wildan Abdul Hamid, yang wafat pada 2016, juga pernah menjabat sebagai Ketua MUI Kendal, dan mustasyar PWNU Jawa Tengah. 

 

Soal reputasi keilmuan, beliau dikenal sebagai penulis dan penerjemah handal. Lainnya? sebagai arsipatoris yang tekun. Baik arsip penting Nahdlatul Ulama, maupun dokumen Buletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nahdatoel Oelama) dan Berita NO, media yang terbit di era 1930-an. Ketekunan ini ditulari sahabatnya, KH Abdul Wahid Hasyim. Kebetulan keduanya berusia ”sepantaran”. Persahabatan keduanya tidak lapuk meski berpisah alam, karena Gus Dur juga beberapa kali sowan Kiai Ahmad dan menempatkan beliau dalam jajaran Mustasyar di periode kepengurusannya. 

 

Kiai Ahmad Abdul Hamid sebagai Penulis Kitab Ada banyak kitab yang telah ditulis oleh Kiai Ahmad. Baik dalam bahasa Indonesia, Jawa maupun Sunda. Mayoritas beraksara Arab Pegon. Hal ini membuktikan penguasaan beliau yang mendalam dalam berbagai cabang keilmuan, juga pemahaman yang mendalam terhadap beberapa bahasa tersebut. 

 

Selain menjadi muallif, Kiai Achmad juga menerjemahkan kitab lain. Di antara penerbit yang telah menyebarkan karyanya adalah Pustaka Alawiyah, Maktabah al-Munawwar, Karya Toha Putra, ketiganya di Semarang; Menara Kudus, dan Maktabah Miftahul Ulum Kendal. 

 

Satu lagi yang unik. Para sahabat Kiai Ahmad sewaktu berguru kepada KH Kholil Harun, Kasingan Rembang (1876-1939) rata-rata menjadi penyusun kitab berbahasa Jawa maupun penerjemah Arab-Jawa yang handal. Termasuk dua kakak adik Mufassir Jawa, KH Bisri Musthofa (1915-1977), KH Misbah Zainal Musthofa (1916-1994); serta KH Asrori Ahmad Magelang (1923-1994). Kiai Bisri Musthofa dan Kiai Asrori Ahmad bahkan diambil menantu oleh gurunya tersebut. 

 

Wallahu A’lam Bisshawab. 

 

Sumber: KH Ahmad Abdul Hamid Kendal: Atlet, Ulama, dan Penulis Kitab


Tokoh Terbaru