Regional

PWNU Jateng: Pengkaderan di NU Harus Masif

Sabtu, 25 Mei 2024 | 07:00 WIB

PWNU Jateng: Pengkaderan di NU Harus Masif

Ketua PWNU Jateng Gus Rozin (kanan) di acara halal bihalal PCNU Wonosobo (Foto: NU Online Jateng/Muharno)

Wonosobo, NU Online Jateng
Pengkaderan di lingkungan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU) mulai sekarang harus dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) dengan melibatkan generasi muda di berbagai level semua tingkatan.


Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, organisasi NU sejak Muktamar di Lampung di tata kembali dari pusat hingga anak ranting, terutama dalam hal pengkaderan sebagaimana diatur dalam peraturan perkumpulan.


"Karena hasil survei menyatakan dari 61 persen jumlah warga NU, hanya 5 persen generasi muda di bawah 20 tahun yang mengaku sebagai kader NU. Artinya, ada 95 persen anak muda, terutama pelajar dan mahasiswa, yang belum ber-NU," katanya.


Gus Rozin  panggilan akrabnya yang juga Pengasuh Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati mengatakan hal itu saat menyampaikan sambutan dalam acara Halal Bihalal PCNU Kabupaten Wonosobo di Pesantren Nurun Alannur Bugangan, Kecamatan Kalianget, Kamis (23/5/2024).


Disebutkan,  generasi muda berusia di atas 20 tahun yang mengaku sebagai orang NU ada sekitar 20 persen. Kondisi ini  mengharuskan organisasi NU di semua tingkatan melakukan proses pengkaderan secara serius dan massif di level anak muda, terutama generasi milenial.
 

​​


"NU punya Gerakan Pemuda Ansor, Banser, Fatayat, IPNU-IPPNU. Badan otonom (banom) NU di semua tingkatan itu musti melakukan proses pengkaderan bagi anak-anak muda secara berjenjang. Anak muda merupakan potensi besar bagi NU," ujarnya.


Saat ini lanjutnya, diakui atau tidak, jumlah warga NU yang besar didominasi oleh generasi tua. Sedang komposisi anak muda di NU dapat dibilang masih kecil. Jika situasi tersebut terus dibiarkan organisasi NU ke depan terancam akan mengalami krisis kader. 


"Kondisi ini tidak boleh terjadi. NU besar tapi belum merasa besar. NU banyak tapi terlihat sedikit. Biasanya warga NU dianggap besar hanya dalam siklus lima tahun sekali, saat ada  momentum politik  terjadi, baik pileg, pilpres, pilgub maupun pilkada. Mestinya NU besar harus terlihat besar," tegasnya.


Dikatakan,  saat ini NU dilihat orang luar sebagai kerumunan bukan barisan. Bila sekadar kerumunan maka mudah disulut pihak lain, tapi jika sudah berupa barisan, posisinya lebih kuat dan solid karena kompak satu komando. NU harus dalam satu langkan besar dalam perspektif kebesaran NU.


Untuk membesarkan NU, tidak ada kata lain, harus ada langkah strategis seperti piramida. Pada  level atas NU harus mandiri secara tradisi, politik dan ekonomi, sehingga bisa mempengaruhi pihak lain. Jika di level tengah NU sudah mandiri tapi belum berpengaruh besar. Sedang di level bawah NU belum independen tapi masih dikendalikan orang lain.


"Kalau NU ingin masuk level tinggi, maka program NU itu tidak bangun gedung saja, tapi sudah naik memperkuat sektor riil. Yakni membangun basis ekonomi yang kuat dengan merambah ke pengembangan sektor bisnis. NU juga harus tetap berkhikmat di bidang kesehatan, pendidikan dan dakwah," pungkasnya


Pengirim: Muharno Zarka
Â