• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Regional

Harlah ke-95 NU, Ini Harapan dari Ketua PMII Diponegoro Semarang

Harlah ke-95 NU, Ini Harapan dari Ketua PMII Diponegoro Semarang
foto: ilustrasi
foto: ilustrasi

Semarang, NU Online Jateng

Nahdlatul Ulama (NU) akan memperingati hari lahir yang ke-95 pada 31 Januari 2021 mendatang. Selama 95 tahun berdiri, eksistensi NU sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di dunia tidak bisa dipungkiri. 

 

Namun, tentu masih banyak harapan dan cita-cita lebih tinggi yang ingin dicapai. Seperti yang disampaikan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Diponegoro (Universitas Diponegoro Semarang) Muthahary Hayyurahman.

 

Kepada NU Online Jateng, Kamis (21/1), Muthahary berharap di usia 95 tahun ini, NU semakin memantapkan sebagai organisasi Islam terbesar di dunia yang dicerminkan dari pengaruh NU yang memberikan manfaat yang tidak hanya bagi Indonesia, tapi bahkan dunia. 

 

Ia berharap seluruh kader NU semakin mantap menjadi kader militan yang mampu membawa semangat keaswajaan ke lingkungan sekitar. Peran Nahdlatul Ulama yang paling Ia soroti adalah semangat keislaman dan semangat kebangsaan yang dihadirkan. Keberadaan NU, dengan nilai keaswajaan yang dibawanya menjadi penyeimbang atas oknum-oknum yang mencoba membeturkan agama dengan negara.

 

“Kader-kader NU, harus menunjukkan bahwa agama seharusnya membawa kesejukan, ketenangan, persahabatan. Bukan permusuhan,” tambahnya.

 

Ketika ditanya mengenai tantangan, Muthahary mengungkapkan beberapa terdapat tantangan tersendiri bagi PMII Diponegoro yang berada di kampus negeri (bukan universitas Islam).

 

“Mahasiswa cenderung sangat beragam dari berbagai aspek, contohnya dari kalangan atas. Hal ini memang sudah turun temurun menjadi tantangan. Tapi yang terpenting adalah mengatasi dan menghadapi tantangan tersebut. Dibutuhkan formula yang pas agar dapat melebarkan sayap meskipun berada di universitas yang notabene banyak yang awam mengenai apa itu Nahdlatul Ulama,” sebutnya.

 

Mahasiswa yang memiliki latar belakang santri atau berasal dari keluarga Nahdlatul Ulama merupakan hal yang biasa bila bergabung dengan PMII, namun menarik orang-orang yang awam terhadap NU untuk bergabung menjadi nahdliyin adalah sesuatu yang lebih menantang. Hal inilah yang menjadi salah satu fokus PMII Diponegoro di peringatan kelahiran NU yang menginjak usia 95 tahun.

 

Muthahary juga memberikan beberapa kiat-kiat dalam menuntaskan tantangan tersebut. Pertama yaitu aktif dan konsisten membuat kegiatan-kegiatan yang menunjukan identitas organisasi Nahdlatul Ulama yang baik. Kedua, mendorong kader-kader untuk aktif di organisasi intra kampus maupun organisasi lain. 
Tujuannya adalah mendorong kader untuk belajar masalah manajemen keorganisasian ke organisasi yang berbeda. 

 

"Ketiga, memasifkan peran media. Wajib untuk mengikuti tren yang sedang berkembang. Anak muda waktunya banyak digunakan di dunia sosial media. Perlu dibuat konten-konten menarik dan informatif," ucapnya. 

 

Harapannya dari situ, semakin banyak orang yang mengetahui apa itu PMII dan apa itu NU. Keempat, kolaborasi. Memperbaiki hubungan antara rayon-rayon dengan komisariat. Memasifkan kolaborasi dengan organisasi ekstra lain, maupun intra yang ada. Dibutuhkan kerjasama antar kader-kader NU sehingga semangat saling mengalahkan antar organisasi sudah harus diganti dengan semangat untuk saling berkolaborasi.

 

Terkait dengan status hubungan PMII dan NU, menurutnya, PMII sendiri merupakan salah satu banom NU. Hal ini jelas bagi Muthahary karena berdasarkan Keputusan Muktamar NU tahun 2015 di Jombang. Memang pernah PMII menyatakan independen dengan NU di tahun 1972, dalam deklarasi Munarjati. 

 

Alasannya pun jelas, karena PMII menghindari politik praktis yang saat itu NU terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, menurutnya, saat itu deklarasi untuk menyatakan PMII independen merupakan langkah yang tepat bagi PMII.

 

“Kondisi saat ini sudah berubah. 1984, NU menyatakan kembali ke Khittah 1926, di mana NU sudah tidak lagi terlibat dalam politik praktis. Artinya hubungan NU dengan PMII baik secara historis maupun struktural sudah tidak perlu dipermasalahkan. Relasi strategis antara NU dan PMII atau bahkan dengan banom NU lainnya harus menjadi satu kekuatan yang dapat melahirkan kebermanfaatan bagi kemajuan bangsa Indonesia,” pungkasnya.

 

Kontributor: Primalita Susilowati
Editor: Ajie Najmuddin


Regional Terbaru