• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 12 Mei 2024

Regional

Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Jateng Sebut Belajar Serba Digital Harus Lebih Hati-hati

Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Jateng Sebut Belajar Serba Digital Harus Lebih Hati-hati
Prof Syamsul Ma'arif (Foto: istimewa)
Prof Syamsul Ma'arif (Foto: istimewa)

Salatiga, NU Online Jateng
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah Prof Syamsul Ma’arif menjelaskan, banyaknya data yang FKPT temukan tentang sumber belajar yang saat ini serba digital dan tidak otoritatif seperti kitab kuning, guru, kiai, dan ustadz mengharuskan rencana riset yang dilakukan Balitbang Agama Kota Semarang serius untuk menguatkan moderasi beragama. 

 

"Sebab, sumber belajar saat ini sudah bergeser ke sumber-sumber digital yang tidak otoritatif, dan menurut data yang dimiliki BNPT-FKPT, sumber-sumber belajar digital sudah dikuasi kaum radikal dan masyarakat harus lebih hati-hati dan waspada," tegasnya.

 

Hal itu disampaikan Prof Syamsul pada kegiatan pengayaan teori penelitian bertajuk 'Varian Sumber Belajar Keagamaan Moderat Siswa Madrasah Aliyah di Era di Grand Wahid Hotel, Salatiga, Kamis (14/1).

 

Disampaikan, berdasarkan penelitian BNPT-FKPT tahun 2019, menunjukkan terpaan konten agama di dunia digital direbut kelompok radikal. Untuk terpaan konten agama di Youtube ada 22,94 persen, Path 0,29 persen, Instagram 45,41 persen, Twitter 2,67 persen, WA 45,47 persen, dan Facebook 47,73 persen.

 

"Untuk itu, learning resources bagi pemahaman keagamaan moderat harus dikuatkan. Gerakan Islam Wasathiyah atau Islam moderat harus menyediakan sumber belajar yang memiliki corak faham keagamaan mainstream umat Islam di Indonesia, yaitu yang selalu menjaga keseimbangan,” ucap Pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi Semarang tersebut.

 

Prof Syamsul menjelaskan bahwa tugas FKPT itu ada tiga, yaitu kesiapsiagaan, counter radikalisasi, dan deradikalisasi. Penulis buku Membumikan Ilmu Pendidikan Nusantara ini menjelaskan, untuk menentukan kriteria terpapar radikalisme sudah diatur dalam regulasi.

 

“Dalam Pasal 22 PP. Nomor 77 Tahun 2019 ayat 2 dijelaskan 3 kriteria orang terpapar radikalisme. Pertama, memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme. Kedua, memiliki hubungan dengan orang/kelompok orang yang diindikasikan memiliki paham radikal terorisme," ujarnya. 

 

Ketiga lanjutnya, memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme. Keempat, memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme.

 

Profesor kelahiran Grobogan ini menegaskan bahwa penerbitan dan penerjemahan buku/kitab-kitab digital harus diwaspadai karena ini bagian dari sumber belajar. “Kita harus tetap waspada dengan learning resources produk kelompok radikal, karena saat ini ada hasil riset menemukan penerbit-penerbit buku yang radikal,” pungkasnya.

 

Kontributor: Hamidulloh Ibda
Editor: M Ngisom Al-Barony
 


Regional Terbaru