• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 3 Mei 2024

Obituari

Karir Politik KH Hanif Muslih, Mulai Merintis hingga Kapok Jadi Politikus

Karir Politik KH Hanif Muslih, Mulai Merintis hingga Kapok Jadi Politikus
Almarhum KH M Hanif Muslih tengah bersalaman dengan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. (Foto: Istimewa)
Almarhum KH M Hanif Muslih tengah bersalaman dengan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. (Foto: Istimewa)

KH Muhammad Hanif Muslih bukan hanya seorang kiai dan mursyid tarekat, tapi bisa dikatakan beliau juga seorang politisi. Tidak mengherankan jika selain para kiai dan habaib, teman-teman Kiai Hanif juga banyak yang dari kalangan pejabat dan politisi. Tokoh politik seperti Kiai Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, dan tokoh politik lainnya terlihat tidak hanya sekali datang ke kediaman Kiai Hanif Muslih di komplek Pesantren Futuhiyah, Mranggen, Demak.

 

Karir politik Kiai Hanif dimulai dari tahun 1998 ketika PWNU Jawa Tengah mengadakan rapat khusus untuk mendirikan sebuah partai politik yang dibidani oleh PBNU. Sebagaimana dijelaskan sendiri Abah (demikian penulis biasa memanggil almarhum), waktu itu PWNU Jateng membentuk  tim yang terdiri dari lima orang, di antaranya ada nama KH Muhammad Nadhif Zuhri bin KH Muhammad Zuhri Girikusumo, Mranggen, dan KH Nur Iskandar Al-Barsany. Pada masa awal pembentukan pengurus partai, Abah didaulat menjadi Katib Syuriyah PWNU.

 

“Tetapi dalam perjalanan pembentukan pengurus oleh Kiai Nadhif, saya diminta untuk ikut meramaikan partai, karena saya dinilai banyak kenal kiai-kiai se-Jawa Tengah, karena (selain) kedudukan saya sebagai Katib Syuriyah PWNU, saya juga menjadi ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) NU Jawa Tengah,” demikian tulis Abah Hanif dalam sebuah pesan WhatsApp kepada penulis tertanggal 23 Juni 2020.

 

Baca: Kenangan Santri Futuhiyyah tentang Kiai Hanif Muslih, Sakit Bukan Halangan

 

Kiai Hanif sendiri bersikukuh tetap pada posisinya semula, yakni sebagai Katib Syuriyah PWNU Jateng, dan rapat PWNU pun menetapkan beliau sebagai katib syuriyah. Namun, desakan Kiai Nadhif dalam kesempatan rapat terakhir yang menentukan format kepengurusan PKB menjadikan Kiai Hanif tidak kuasa menolaknya.

 

“Beliau (Kiai Nadhif) bilang dalam rapat itu bahwa beliau mendapat amanah dari Gus Dur kalau saya (Kiai Hanif) harus masuk jajaran kepengurusan PKB. Karena amanah Gus Dur, saya akhirnya sami’na wa atho’na, karena Gus Dur bagi saya pribadi adalah sosok panutan saya,” tulis Kiai Hanif.

 

Setelah itu, dalam susunan kepengurusan, Kiai Hanif tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Syuro DPW-PKB Jateng.

 

Menjadi anggota Legislatif

Menurut pengakuan Kiai Hanif, pada dasarnya beliau tidak minat menjadi anggota legislatif. Lagi-lagi beliau didorong oleh Kiai Nadhif dan Nashoha Machallie (sekretaris DPW-PKB Jawa Tengah pada masa itu) untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.

 

“Formulir sebagai calon pun sudah ditulis oleh Pak Nashoha Machallie, karena kebetulan beliau sehari-hari adalah (pegawai) TU MA Futuhiyyah 1 dan pembantu di Yayasan Futuhiyyah, jadi dia mempunyai dan bahkan hafal data tentang pribadi saya,” lanjut Kiai Hanif.

 

Karena administrasi dahulu tidak seketat sekarang, meski ada sedikit perbedaan huruf, Kiai Hanif tetap lolos administrasi sebagai calon anggota dewan. 

 

“Ditulislah formulir dengan lengkap, hanya saja nama nggak sama dengan yang di KTP saya, karena yang ditulis dalam formulir pendaftaran anggota legislatif adalah H Hanief Muslich, padahal yang ada di KTP adalah Muhammad Hanif Muslih, tapi karena zaman itu tidak begitu ketat dalam pendaftaran, maka loloslah pendaftaran dengan nama itu sampai ke KPU Pusat,” kenangnya.

 

Setelah proses administrasi selesai, Kiai Hanif belum yakin seratus persen tentang keputusan yang beliau ambil, namun karena dorongan banyak pihak, beliau baru mantap meniti karir politik menjadi anggota legislatif

 

“Karena didorong terus dan didorong oleh Pak Nashoha dan Mbah KH Abdurrahman Khudhori (Tegalrejo, Megelang), dan kakak saya sendiri, KH MS Luthfil Hakim, akhirnya saya menerima semua itu,” tandas Kiai Hanif.

 

Baca: Kiai Hanif Muslih, Berkhidmah di NU Mulai dari Bawah

 

Beliau berjabat tangan erat dengan Mbah Dur, Tegalrejo yang pada saat itu juga dicalonkan sebagai anggota dewan untuk --kalau sama-sama terpilih-- rajin masuk sebagai anggota legislatif. Pada akhirnya beliau terpilih sebagai anggota DPR RI tahun 1999-2004 dengan nomor anggota 417, tapi sayangnya Mbah Dur mempunyai garis takdir yang lain. Beliau tidak terpilih menjadi anggota dewan.

 

Tahun pertama menjadi anggota DPR RI, karena belum mempunyai rumah dinas, beliau pulang pergi Mranggen-Jakarta, yaitu setiap habis Jumatan pulang dan Ahad malam kembali ke Jakarta.

 

“Selama beberapa bulan kami menumpang di (alm) KH Nur Muhammad Iskandar SQ, PP As-Shidiqiyyah Kebon Jeruk,” cerita Kiai Hanif saat kedua kiai sepuh ini masih sama-sama hidup.

 

Atas saran Mbah Kiai Cholil Bisri, Kiai Hanif masuk komisi 8 DPR RI, sebuah komisi yang membidangi keagamaan dan pendidikan. Faktanya, karena yang masuk di komisi itu sudah lebih dari 70 persen, DPP PKB membagi rata komisi, dan Kiai Hanif masuk komisi 4 yang membidangi kesehatan dan lain-lain. Setelah dua tahun, ada formasi anggota komisi dan beliau dimasukkan ke komisi 6 yang membidangi kelautan, kehutanan, dan lain-lain.

 

Setelah menjadi anggota dewan di pusat, sebelum Pemilu 2004 Kiai Hanif mendaftarkan diri (beliau mengakui kalau pendaftaran ini atas kesadaran diri) ke DPRD Jawa Tengah. Pada waktu itu, menurut beliau banyak temannya di pusat yang menyayangkan langkah beliau. Mereka menyarankan untuk dua sampai tiga kali lagi menjadi anggota dewan di pusat karena ibarat mencebur lautan, baru tahu dasarnya kok sudah mentas.

 

Nggak lah, nanti kalau masuk ke dalam, malah nggak mau mentas-mentas, cukup bagi saya, sekali saja, satu periode saja, karena hanya ingin cari pengalaman seperti apa sih enaknya menjadi anggota dewan yang terhormat ini, kok banyak dicari orang,” kelakar Kiai Hanif kepada teman-temannya di Jakarta.

 

Pada akhirnya Kiai Hanif terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Tengah dan ditugaskan di komisi B yang tugas-tugasnya ternyata sama dengan komisi 6 (Kelautan, kehutanan, dll). Di komisi ini, beliau berteman dengan Gus Ubab Maimoen yang sebelumnya juga teman satu komisi di DPR RI.

 

Menjadi Ketua DPW PKB Jateng

Sebagaimana titian karir sebelumnya, Kiai Hanif sama sekali tidak mempunyai hasrat ingin menjadi ketua DPW PKB Jateng. Tidak ada penggalangan kekuatan untuk mencari dukungan dari DPC PKB se-Jateng sebagaimana umumnya yang dilakukan oleh orang yang memang berhasrat ingin menjadi ketua.

 

“Kurang 1 bulan berlangsungnya pemilihan ketua, saya ditimbali oleh Mbah Abdurrahman Khudhori, KH Muhaiminan (Parakan, Temanggung), kakak saya sendiri KH Luthfi Hakim dan lain-lain di Hotel Patrajasa, Semarang, saya didawuhi dan diplekoto (dipaksa) untuk siap mengikuti pemilihan Ketua DPW PKB Jateng,” tulis Kiai Hanif.

 

Dengan dasar ini, Kiai Hanif kemudian baru bersedia mengemban amanah di jalur perpolitikan yang beliau tempuh pada edisi berikutnya.

 

“Lagi-lagi dengan berat hati, dawuh ini harus saya terima, apa boleh buat ada kakak saya yang ndawuhi, akhirnya terpilihlah saya menjadi ketua DPW PKB Jateng dengan suara yang signifikan, mengalahkan 3 calon yang lain,” lanjutnya.

 

Baca: KH Hanif Muslih, dari Murid KH Muslih hingga Syekh Yasin Al-Fadani

 

Kiai Hanif sadar, banyak orang yang melihat, menjadi ketua DPW PKB itu enak karena bisa menetapkan dan merekomendasikan siapa yang akan dicalonkan untuk menjadi ketua di bawahnya, siapa yang akan menjadi calon bupati/wali kota atau wakilnya, uangnya banyak, namun beliau menganggap itu semua (menjadi ketua dengan segala fasilitasnya) sebagai amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

 

“DPC minta rekomendasi ya saya tandatangani saja, enggak usah macem-macem sekalipun banyak teman di DPW yang protes,” ujar Kiai Hanif.

 

Selama menjadi ketua DPW PKB Jateng beliau dapat menyelesaikan gedung DPW dengan megah (beliau menyayangkan gedung itu pada akhirnya terjual). Beliau juga menyesalkan para politikus yang oportunis. Ketika beliau menjadi ketua DPW PKB Jateng, lazimnya secara otomatis menjadi wakil ketua DPRD, tapi beliau tidak menjadi wakil ketua karena ada 'penelikungan-penelikungan' oleh teman beliau sendiri.

 

“Politik itu kata orang 'jahat', tapi bagi saya tergantung orangnya, tapi kalau orang sudah bejat ya akan bejat terus, inilah yang menjadikan saya kapok sekapok-kapoknya menjadi seorang praktisi politik, bahkan saya berharap jangan ada anak keturunan saya yang menjadi praktisi politik, sudah banyak partai yang mengajak anak saya masuk ke partai, tapi saya bilang “Jangan!, biarlah politik dipegang oleh ahlinya,” pungkas Kiai Hanif Muslih. 

    

Sejak itulah, KH Hanif Muslih pensiun berkecimpung di dunia politik. Beliau kembali mempunyai waktu lebih untuk melayani masyarakat di luar jalur politik praktis.

 

Moh. SalapudinPenulis adalah Santri Futuhiyyah Mranggen Demak


Obituari Terbaru