• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Nasional

Ketum PBNU: NU Women Bukan Semata Soal Gender

Ketum PBNU: NU Women Bukan Semata Soal Gender
Ketua Umum PBNU KH Yahya Chollil Tsaquf (kiri) di acara NU Women (Foto: nu online)
Ketua Umum PBNU KH Yahya Chollil Tsaquf (kiri) di acara NU Women (Foto: nu online)

Jakarta, NU Online Jateng
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Chollil Tsaquf menegaskan, meski secara khusus merujuk kepada peran perempuan di tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Namun, NU Women bukan semata-mata memetakan persoalan gender.


"Karena jika hanya soal memetakan persoalan gender, NU sejak dulu sudah menyadarinya dan itu sudah jelas," kata Gus Yahya.


Pernyataan itu disampaikan saat membuka Program Workshop dan Penyusunan Kerangka Blueprint dan Roadmap Abad ke-2 Gerakan Perempuan NU (NU Women) di Hotel Novotel, Cikini, Jakarta, pada Sabtu (20/8/2022).    


Dikutip dari NU Online Gus Yahya panggilan akrabnya menegaskan bahwa NU Women harus dijadikan jembatan untuk merintis dan menerima perubahan peradaban global. Sebagaimana yang telah dicontohkan para pendiri NU. 


"Jadi NU Women ini merupakan sarana untuk merintis dan merespons realitas perubahan peradaban," tegasnya. 


Contoh yang dimaksud adalah ketika kedua aktivis perempuan NU menyuarakan kebutuhannya terkait dunia pendidikan di hadapan pendiri-pendiri NU tak terkecuali KH Hasyim Asy'ari di Muktamar ke-13 NU di Menes, Pandeglang, Banten, pada 1938, silam. 


"Itu saya inget banget, Nyai Siti Syarah dan Nyai Siti Djuaesih. Dan yang mereka tuntut itu bukan kesetaraan gender, tapi kesetaraan untuk mendapatkan pendidikan bagi perempuan," beber kiai kelahiran Rembang itu. 


Karena itu lanjutnya, dalam hal realitas perubahan peradaban ia meyakini bahwa gerakan perempuan NU dapat menghadapinya dengan baik dengan melihat teladan-teladan yang dicontohkan para ulama-ulama NU terdahulu. 


"Ketika peradaban berubah maka pertanyaannya umat Islam itu harus bagaimana. Dan yang berhak menjawab persoalan itu adalah ulama-ulama NU. Kita teladani itu," jelas Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibien, Rembang itu. 


Kemudian soal kesetaraan martabat antara perempuan dan laki-laki secara tegas ia mengatakan bahwa hal itu hanya permasalahan sudut pandang. Karena dalam Islam, baik perempuan atau laki-laki mempunyai kedudukan yang sama. Meskipun, secara khusus ada ayat istimewa yang menyebutkan posisi perempuan bisa lebih mulia.


"Kesetaraan martabat itu sudah jelas. Tapi dalam perspektif agama Islam perempuan itu bisa lebih mulia dari laki-laki. Yaitu dalam hal fungsinya sebagai ibu," tutur Gus Yahya. 

Ketua Organizing Committee (OC) NU Women Hj Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid mengatakan, NU Women adalah sebuah titik temu (sekretariat bersama) yang mewadahi semua perempuan aktivis Nahdlatul Ulama (NU). 


"NU Women tidak berfungsi untuk menggantikan banom tapi untuk mewadahi perempuan NU agar tersapa dan termaksimalkan sumbangsihnya bagi NU," kata Yenny. 


Yenny menerangkan bahwa NU Women dibentuk untuk menjawab kegelisahan para aktivis perempuan di tubuh NU. Dalam hal ini, peran dan posisi. "NU Women berangkat dari kegelisahan soal peran perempuan yang hingga kini masih tersembunyi di NU. Dan Ketum PBNU saat ini memberikan kesempatan itu kepada perempuan NU," pungkasnya. 


Kegiatan workshop NU Women dihadiri oleh kurang lebih 60 aktivis perempuan NU se-Indonesia. Kegiatan ini berlangsung Sabtu-Ahad (20-21/8/2022). 


Penulis: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru